I. Kompetensi
Inti (KI)
KI-1. Menghayati dan mengamalkan aj aran agama
yang dianutnya.
KI-2.
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerja sama, toleran, damai) santun, responsif dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
KI-3.
Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, danperadabanterkaitpenyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI-4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret
dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah
keilmuan.
II. Kompetensi
Dasar (KD)
1.2 Menghayati perintah Allah
tentang kewajiban mengeluarkan harta benda kepada mustahiq.
2.2 Membiasakan sikap peduli melalui materi wakaf, hibah, sedekah dan hadiah.
3.2
Memahami ketentuan Islam tentang
wakaf, hibah, sedekah dan hadiah.
4.2
Mempraktikkan cara pelaksanaan
wakaf, hibah, sedekah, dan hadiah.
III. Indikator
Pembelajaran
1. Mencoba membiasakan untuk melakukan hibah dan shadaqah.
2.
Menjelaskan
tata cara hibah.
3.
Menj elaskan
tata cara shadaqah dan hadiah.
4.
Menj elaskan
tata cara wakaf.
5.
Mempraktikkan tata cara hibah,
shadaqah, hadiah dan wakaf.
IV. Tujuan
Pembelajaran
Setelah mengamati,
menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi
dan meng-komunikasikan
peserta didik mampu:
1. Menjelaskan tata cara hibah.
2.
Menj elaskan
tata cara shadaqah dan hadiah.
3.
Mempraktikkan tata cara hibah,
shadaqah, hadiah dan wakaf.
V. Materi Pembelajaran A. HIBAH
1. Pengertian
dan Hukum Hibah
Hibah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada
orang lain diwaktu ia hidup tanpa adanya imbalan sebagai tanda
kasih sayang.
2. Rukun
dan Syarat Hibah
a. Pemberi
Hibah (Wahib)
Syarat-syarat
pemberi hibah (wahib)
adalah
sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan
hukum dan orang yang berhak memiliki barang.
b. Penerima Hibah (Mauhub Lahu)
Syarat-syarat
penerima hibah (mauhub lahu),
diantaranya :
Hendaknya penerima
hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara
nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan,
seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan
hibah kepadanya.
c. Barang yang dihibahkan (Mauhub)
Syarat-syarat
barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat wujudnya, barang yang
dihibahkan memiliki nilai
atau harga, betul-betul milik pemberi hibah dan dapat
dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada
penerima hibah.
d. Akad (Ijab dan Qabul), misalnya si
penerima menyatakan "saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu”, si
penerima menjawab,
"ya saya terima pemberian saudara".
3. Macam-macam
Hibah
Hibah
dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
a. Hibah
barang adalah memberikan harta atau barang kepada
pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau
barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan)
apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan
sebagainya.
pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau
barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan)
apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan
sebagainya.
b. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada
pihak lain agar
dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi
harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan
kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya
memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri
dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup
(al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman
(ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang
dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi
harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan
kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya
memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri
dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup
(al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman
(ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang
dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
4. Mencabut
Hibah
Jumhur
ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecuali hibah orang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah
saw. :
“Tidak
halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali
seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Baud).
Sabda
Rasulullah saw. :
Artinya:
“Orang
yang menarik kembali hibahnya seperti anjing yang muntah lalu dimakannya
kembali”
Hibah yang dapat
dicabut, di antaranya sebagai berikut:
a.
|
Hibahnya
orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya.
b.
|
Bila
dirasakan ada unsur ketidakadilan di antara anak-anaknya, yang menerima hibah..
c.
|
Apabila
dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari
pihak lain.
B. SHADAQAH DAN HADIAH
1. Pengertian dan Dasar Hukum Shadaqah dan
Hadiah
Shadaqah adalah akad pemberian harta milik seseorang
kepada orang lain tanpa adanya imbalan dengan harapan mendapat ridla Allah Swt.
Sementara hadiah adalah akad pemberian harta milik
seseorang kepada orang
lain tanpa adanya imbalan sebagai penghormatan atas suatu prestasi. Shadaqah
itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk tindakan seperti senyum kepada orang lain termasuk shadaqah.
Hukum hadiah-menghadiahkan dari orang Islam kepada orang
diluar Islam
atau sebaliknya adalah boleh karena persoalan ini termasuk sesuatu yang
berhubungan dengan sesama manusia (hablum minan naas).
2. Hukum
Shadaqah dan Hadiah
a. Hukum shadaqah adalah sunah
b. Hukum
hadiah adalah mubah artinya boleh saja dilakukan dan
boleh ditinggalkan.
boleh ditinggalkan.
3. Perbedaan antara Shadaqah dan Hadiah
a. Shadaqah ditujukan kepada orang teriantar,
sedangkan hadiah
ditujukan kepada orang yang berprestasi.
ditujukan kepada orang yang berprestasi.
b. Shadaqah untuk membantu orang-orang
teriantar memenuhi
kebutuhan pokoknya, sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-
kenangan dan penghargaan kepada orang yang dihormati.
kebutuhan pokoknya, sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-
kenangan dan penghargaan kepada orang yang dihormati.
c. Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan
menghendaki sedangkan
hadiah hukumnya mubah (boleh).
4. Syarat-syarat
Shadaqah dan Hadiah
a. Orang
yang memberikan shadaqah atau hadiah itu sehat akalnya
dan tidak di bawah perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-
anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti pemboros)
tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
dan tidak di bawah perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-
anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti pemboros)
tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
b. Penerima
haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena
keadaannya yang terlantar.
keadaannya yang terlantar.
c. Penerima
shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak
memiliki, jadi shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih
dalam kandungan tidak sah.
memiliki, jadi shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih
dalam kandungan tidak sah.
d. Barang
yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat
bagi penerimanya.
bagi penerimanya.
5. Rukun
Shadaqah dan Hadiah
a. Pemberi shadaqah atau hadiah.
b. Penerima shadaqah atau hadiah.
c. Ij ab dan Qabul artinya pemberi menyatakan
memberikan, penerima
menyatakan suka.
menyatakan suka.
d. Barang atau Benda (yang dishadaqahkan/dihadiahkan).
C. WAKAF
1. Pengertian
Wakaf
Wakaf yaitu memberikan suatu benda atau harta yang dapat
diambil manfaatnya untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju keridhaan Allah Swt.
2. Rukun
Wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf (Wakif).
b. Orang yang menerima wakaf (Maukuf lahu).
c. Barang yang yang diwakafkan (Maukuf).
d. Ikrar penyerahan (akad).
3. Syarat-syarat
Wakaf
a.
Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas dasarkehendaknyasendiri.
b. Orang
yang menerima wakaf jelas, baik berupa organisasi atau
perorangan.
perorangan.
c. Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
d. Jelas
ikrarnya dan penyerahannya, lebih baik tertulis dalam akte
notaris sehingga jelas dan tidak akan menimbulkan masalah dari
pihak keluarga yang memberikan wakaf.
notaris sehingga jelas dan tidak akan menimbulkan masalah dari
pihak keluarga yang memberikan wakaf.
4. Macam-macam
Wakaf
Wakaf
dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Wakaf
Ahly (wakaf khusus), yaitu wakaf yang khusus diperuntukkan
bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan
keluarga atau tidak. Misalnya wakaf yang diberikan kepada
seorang tokoh masyarakat atau orang yang dihormati.
bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan
keluarga atau tidak. Misalnya wakaf yang diberikan kepada
seorang tokoh masyarakat atau orang yang dihormati.
b. Wakaf
Khairy (wakaf untukumum), yaitu wakaf yang diperuntukkan
bagi kepentingan umum. Misalnya wakaf untuk Masjid, Pondok
Pesantren dan Madrasah.
bagi kepentingan umum. Misalnya wakaf untuk Masjid, Pondok
Pesantren dan Madrasah.
5. Perubahan Benda Wakaf
Menurut
Imam Syafi'i menjual dan mengganti barang wakaf dalam kondisi apapun hukumnya
tidak boleh, bahkan terhadap wakaf khusus (waqaf Ahly) sekalipun, seperti
wakaf bagi keturunannya sendiri, sekalipun terdapat seribu satu macam alasan untuk
itu.Sementara Imam Maliki dan Imam Hanafi membolehkan mengganti semua
bentuk barang wakaf, kecuali masjid. Penggantian semua bentuk barang wakaf ini
berlaku, baik wakaf khusus atau umum (waqaf Khairy), dengan
ketentuan
:
a. Apabila
pewakaf mensyaratkan (dapat dijual atau digantikan
dengan yang lain), ketika berlangsungnya pewakafan.
dengan yang lain), ketika berlangsungnya pewakafan.
b. Barang wakaf sudah berubah
menj adi barang yang tidak berguna.
c. Apabila
penggantinya merupakan barang yang lebih bermanfaat
dan lebih menguntungkan.
dan lebih menguntungkan.
d. Agar
lebih berdaya guna harta yang diwakafkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar