Minggu, 29 Maret 2020

PELEPASAN DAN PERUBAHAN KEPEMILIKAN HARTA



I.     Kompetensi Inti (KI)
KI-1.    Menghayati dan mengamalkan aj aran agama yang dianutnya.
KI-2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI-3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, danperadabanterkaitpenyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI-4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
II.     Kompetensi Dasar (KD)
1.2 Menghayati perintah Allah tentang kewajiban mengeluarkan harta benda kepada mustahiq.
2.2 Membiasakan sikap peduli   melalui materi wakaf, hibah, sedekah dan hadiah.
3.2        Memahami ketentuan Islam tentang wakaf, hibah, sedekah dan hadiah.
4.2        Mempraktikkan cara pelaksanaan wakaf, hibah, sedekah, dan hadiah.
III. Indikator Pembelajaran

1.        Mencoba membiasakan untuk melakukan hibah dan shadaqah.
2.                Menjelaskan tata cara hibah.
3.                Menj elaskan tata cara shadaqah dan hadiah.
4.                Menj elaskan tata cara wakaf.
5.                 Mempraktikkan tata cara hibah, shadaqah, hadiah dan wakaf.
IV.  Tujuan Pembelajaran
Setelah  mengamati,  menanya,  mengeksplorasi,  mengasosiasi  dan meng-komunikasikan peserta didik mampu:
1.  Menjelaskan tata cara hibah.
2.                Menj elaskan tata cara shadaqah dan hadiah.
3.                Mempraktikkan tata cara hibah, shadaqah, hadiah dan wakaf.
V.   Materi Pembelajaran A.   HIBAH
1.    Pengertian dan Hukum Hibah
Hibah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia hidup tanpa adanya imbalan sebagai tanda kasih sayang.
2.    Rukun dan Syarat Hibah
a.    Pemberi Hibah (Wahib)
Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang.
b.    Penerima Hibah (Mauhub Lahu)
Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :
Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
c.    Barang yang dihibahkan (Mauhub)
Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai
atau harga, betul-betul milik pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.
d. Akad (Ijab dan Qabul), misalnya si penerima menyatakan "saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu”, si penerima menjawab, "ya saya terima pemberian saudara".
3.    Macam-macam Hibah
Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
a.     Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada
pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau
barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan)
apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan
sebagainya.
b.    Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar
dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi
harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan
kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya
memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri
dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup
(al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman
(ariyah
) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang
dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
4.    Mencabut Hibah
Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecuali hibah orang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah saw. :
“Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Baud).
Sabda Rasulullah saw. :
Artinya: “Orang yang menarik kembali hibahnya seperti anjing yang muntah lalu dimakannya kembali”

Hibah yang dapat dicabut, di antaranya sebagai berikut:
a.
Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya.
b.
Bila dirasakan ada unsur ketidakadilan di antara anak-anaknya, yang menerima hibah..
c.
Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.

B.   SHADAQAH DAN HADIAH
1.    Pengertian dan Dasar Hukum Shadaqah dan Hadiah
Shadaqah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan dengan harapan mendapat ridla Allah Swt. Sementara hadiah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan sebagai penghormatan atas suatu prestasi. Shadaqah itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk tindakan seperti senyum kepada orang lain termasuk shadaqah.
Hukum hadiah-menghadiahkan dari orang Islam kepada orang diluar Islam atau sebaliknya adalah boleh karena persoalan ini termasuk sesuatu yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minan naas).
2.    Hukum Shadaqah dan Hadiah
a.    Hukum shadaqah adalah sunah
b.    Hukum hadiah adalah mubah artinya boleh saja dilakukan dan
boleh ditinggalkan.
3.    Perbedaan antara Shadaqah dan Hadiah
a.     Shadaqah ditujukan kepada orang teriantar, sedangkan hadiah
ditujukan kepada orang yang berprestasi.
b.          Shadaqah untuk membantu orang-orang teriantar memenuhi
kebutuhan pokoknya, sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-
kenangan dan penghargaan kepada orang yang dihormati.
c. Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan menghendaki sedangkan hadiah hukumnya mubah (boleh).
4.    Syarat-syarat Shadaqah dan Hadiah
a.     Orang yang memberikan shadaqah atau hadiah itu sehat akalnya
dan tidak di bawah perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-
anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti pemboros)
tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
b.    Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena
keadaannya yang terlantar.
c.     Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak
memiliki, jadi shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih
dalam kandungan tidak sah.
d.    Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat
bagi penerimanya.
5.    Rukun Shadaqah dan Hadiah
a.     Pemberi shadaqah atau hadiah.
b.    Penerima shadaqah atau hadiah.
c.     Ij ab dan Qabul artinya pemberi menyatakan memberikan, penerima
menyatakan suka.
d.    Barang atau Benda (yang dishadaqahkan/dihadiahkan).
C.   WAKAF
1.    Pengertian Wakaf
Wakaf yaitu memberikan suatu benda atau harta yang dapat diambil manfaatnya untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju keridhaan Allah Swt.
2.    Rukun Wakaf
a.     Orang yang memberikan wakaf (Wakif).
b.    Orang yang menerima wakaf (Maukuf lahu).
c.     Barang yang yang diwakafkan (Maukuf).
d.    Ikrar penyerahan (akad).
3.    Syarat-syarat Wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas dasarkehendaknyasendiri.
b.    Orang yang menerima wakaf jelas, baik berupa organisasi atau
perorangan.
c.    Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
d.    Jelas ikrarnya dan penyerahannya, lebih baik tertulis dalam akte
notaris sehingga jelas dan tidak akan menimbulkan masalah dari
pihak keluarga yang memberikan wakaf.
4.    Macam-macam Wakaf
Wakaf dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a.    Wakaf Ahly (wakaf khusus), yaitu wakaf yang khusus diperuntukkan
bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan
keluarga atau tidak. Misalnya wakaf yang diberikan kepada
seorang tokoh masyarakat atau orang yang dihormati.
b.     Wakaf Khairy (wakaf untukumum), yaitu wakaf yang diperuntukkan
bagi kepentingan umum. Misalnya wakaf untuk Masjid, Pondok
Pesantren dan Madrasah.
5.    Perubahan Benda Wakaf
Menurut Imam Syafi'i menjual dan mengganti barang wakaf dalam kondisi apapun hukumnya tidak boleh, bahkan terhadap wakaf khusus (waqaf Ahly) sekalipun, seperti wakaf bagi keturunannya sendiri, sekalipun terdapat seribu satu macam alasan untuk itu.Sementara Imam Maliki dan Imam Hanafi membolehkan mengganti semua bentuk barang wakaf, kecuali masjid. Penggantian semua bentuk barang wakaf ini berlaku, baik wakaf khusus atau umum (waqaf Khairy), dengan ketentuan :
a.    Apabila pewakaf mensyaratkan (dapat dijual atau digantikan
dengan yang lain), ketika berlangsungnya pewakafan.
b.    Barang wakaf sudah berubah menj adi barang yang tidak berguna.
c.    Apabila penggantinya merupakan barang yang lebih bermanfaat
dan lebih menguntungkan.
d.         Agar lebih berdaya guna harta yang diwakafkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUTIARA HIKMAH