BAB VI
BERTANGGUNG JAWAB MENJAGA AMANAH
TUJUAN PEMBELAJARAN08 AL-QUR’AN-HADIS- KELAS XI
1. Peserta didik dapat mendemonstrasikan hafalan QS. at-Taḥrīm
[66]: 6; QS. Ṭāhā [20]: 132; QS. al-An‘ām [6]: 70; QS. an-Nisā’ [4]: 36; QS.
Hūd [11] : 117-119; dan hadis tanggung jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat.
2. Peserta didik dapat menyebutkan makna mufradat QS. at-Taḥrīm
[66]: 6; QS. Ṭāhā [20]: 132; QS. al-An‘ām [6]: 70; QS. an-Nisā’ [4]: 36; QS.
Hūd [11] : 117-119; dan hadis tanggung jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat.
3. Peserta didik dapat menganalisis kandungan QS. at-Taḥrīm [66]:
6; QS. Ṭāhā[20]: 132; QS. al-An‘ām [6]: 70; QS. an-Nisā’ [4]: 36; QS. Hūd [11]
: 117-119; dan hadis tanggung jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat.
4. Peserta didik dapat menunjukkan perilaku tanggung jawab terhadap keluarga dan masyarakat.
PETA KONSEP
A.
MARI
MERENUNGKAN
Setiap manusia memiliki
tanggung jawab dalam menjaga dan melaksanakan amanah yang dipikulnya. Tanggung
jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu yang diterimanya. Makna
tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang
disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab itu bersifat kodrati,
artinya sudah menjadi bagian hidup dari manusia bahwa setiap manusia akan
diberi tangung jawab. Apabila dikaji secara lebih cermat, maka tanggung jawab
itu adalah kewajiban yang harus dipikul sebagai akibat dari perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab.
Manusia merasa bertanggung jawab, karena ia menyadari akibat baik atau buruk
dari perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan
atau pengorbanan. Sedangkan kata “amanah” secara etimologis (lughawi/bahasa)
berasal dari bahasa Arab, yang berarti jujur atau dipercaya. Kata amanah
diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain.
Definisi ini mengandung pengertian bahwa sikap amanah melibatkan dua pihak
antara pemberi dan penerima amanah. Di mana, antara keduanya harus ‘saling’ menjaga
amanah yang diberikan. Sementara itu secara terminologi/istilah, ada beberapa
pendapat tentang makna kata ‘amanah’. Menurut Ahmad Musthafa AlMaraghi, amanah
adalah sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak
memilikinya. Sementara itu, Ibnu Araby berpendapat bahwa amanah adalah segala
sesuatu yang diambil dengan izin pemiliknya atau sesuatu yang bisa diambil
dengan izin pemiliknya untuk diambil manfaatnya. Jadi, amanah adalah
menyampaikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi
haknya, dan tidak mengurangi hak orang lain. Sikap amanah merupakan salah satu
empat sifat Nabi yaitu Siddiq, Amanah, Tablig dan Fathanah. Dengan demikian,
sikap amanah memiliki dimensi yang luas. Dalam ranah kepemimpinan, sifat amanah
harus menjadi ciri khas yang melekat bagi seorang muslim. Jabatan yang tinggi
merupakan bentuk amanah yang harus dijaga. Karena setiap individu, terlebih
lagi seorang pemimpin untuk level manapun, pasti akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Sikap amanah harus dimiliki dan diupayakan
serta dilatihkan setiap waktu, agar sifat itu betul-betul mendarah daging dalam
kehidupan kita. Amanah itu yang berkenaan dengan tanggung jawab tugas yang
harus diemban dan diselesaikan. Orang yang amanah adalah orang yang apabila
diberikan tugas untuk diselesaikan, ia akan bertanggungjawab untuk bias menyelesaikannya
dengan baik dan maksimal. Sebab yang bersangkutan menyadari bahwa segala
sesuatu yang dilakukan oleh manusia entah baik ataupun tidak, pasti akan
berdampak kembali kepada dirinya sendiri. Begitu juga dengan sikap amanah,
manfaatnya tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi anggota keluarga
dan masyarakat sekitarnya.
B.
MARI
MEMAHAMI
1. QS. at-Taḥrīm [66]: 6
Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS.
atTaḥrīm [66]: 6, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya berikut ini:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ
غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا
يُؤْمَرُونَ
b. Terjemah Ayat
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS.
at-Taḥrı̄m [66]: 6).
c. Penjelasan Ayat
Dalam ayat ini, Allah Swt. memerintahkan kepada umat manusia yang percaya
kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya agar menjaga diri dan keluarganya dari api
neraka, yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu. Caranya dengan taat
dan patuh melaksanakan perintah Allah Swt. dan meninggalkan larangan-Nya serta
mengajak keluarga supaya melaksanakan perintah agama dan meninggalkan apa yang
dilarang-Nya, sehingga mereka akan selamat dari panasnya kobaran api neraka. Dalam
suatu riwayat hadis dinyatakan bahwa pada saat ayat ini turun, ‘Umar bin
Khaṭṭab berkata: “Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana
cara menjaga keluarga kami? Rasulullah bersabda, “Laranglah
mereka mengerjakan sesuatu yang kamu dilarang untuk melakukannya, dan serulah
mereka melakukan sesuatu yang kamu diperintahkan oleh Allah untuk
melakukannya.’
Sementara itu, menurut Ibn Abbas, makna ayat di atas adalah
‘beramalah kamu dengan taat kepada Allah dan takutlah kamu akan bermaksiat
kepadaNya, dan perintahkanlah keluargamu untuk mengingat Allah, niscaya Allah akan
melepaskan kamu dari api neraka’. Sedangkan menurut Sayyidina ‘Ali Kwa,
“Ajarkan dirimu dan keluargamu kebaikan dan didiklah mereka”. Begitulah cara
menghindarkan mereka dari api neraka. Dilihat dari kaca mata sosiologis, ini
merupakan titik awal dimulainya satu perubahan sosial. Ada dua teori perubahan
sosial dalam sosiologi;
Pertama, proses perubahan yang dimulai pada diri manusia secara
individual (perorangan), kemudian dilanjutkan perubahan sosial pada level
masyarakat dan kemudian diakhiri pada proses perubahan pada level sistem sain
dan teknologi; dan
kedua, proses perubahan sosial yang dimulai dari perubahan sistem sain
dan teknologi, kemudian merambat pada perubahan level masyarakat, dan diakhiri
perubahan pada level individual. Surat at-Taḥrı̄m ayat 6 di atas, mengandung
pemahaman bahwa Islam
menganut teori perubahan sosial pertama. Adanya kewajiban memperbaiki kualitas
kepribadian dimulai dari dirinya terlebih dahulu, yaitu perintah “Jagalah
Dirimu” dan kemudian disusul dengan “dan keluargamu”, menjadi petunjuk bahwa
dalam Islam perubahan-perubahan ke arah yang positif dimulai dari level
individu (diri sendiri) dan kemudian disusul pada level masyarakat (teori
pertama). Apabila dijabarkan lebih jelas ayat di atas dengan menggunakan teori perubahan
sosial yang pertama, dapat dipahami bahwa perubahan pada diri manusia (secara
individual) mencakup keimanan, akhlak, pengetahuan, dan perilaku (merupakan
aneka faktor yang bisa menyelamatkan manusia dari api neraka). Kemudian
perubahan pada level hubungan antara anggota masyarakat berdasarkan pada level
hubungan antara anggota masyarakat berdasarkan pada level hubungan antara
anggota masyarakat berdasarkan faktor-faktor yang telah dimiliki pada level
individual tadi.
2. QS. Ṭāhā [20]: 132
Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS.
Ṭāhā [20]: 132, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya sebagai
berikut ini:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ
وَٱصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ
وَٱلْعَٰقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
a. Terjemah Ayat
Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakan-nya.
Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan
akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa (QS. Ṭāhā
[20]: 132).
b. Penjelasan Ayat
Pada ayat ini, Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad Saw. Dan umatnya
agar menyeru keluarga masing-masing untuk mendirikan salat dan bersabar.
Maksudnya, menyelamatkan keluarganya dari siksa api neraka dengan cara
melaksanakan salat yang diikuti dengan kesabaran dalam melaksanakannya. Dalam
sebuah riwayat yang bersumber dari ar-Rafi‘ı̄, datang seorang tamu yang
mengunjungi Nabi Muhammad, dan kebetulan saat itu di rumah Nabi tidak ada yang
laik dan patut untuk disuguhkan kepada tamu tersebut. Lalu Rasulullah menyuruh
saya untuk meminjam tepung gandum kepada orang Yahudi dan Rasulullah berjanji
akan mengembalikannya nanti pada bulan Rajab. Namun orang Yahudi itu tidak mau
meminjamkan, kecuali dengan diberi jaminan. Maka Aku kembali kepada Rasulullah
dan menceritakan hal itu. Lalu Rasulullah bersabda: Demi Allah, aku ini orang yang
paling dipercaya di langit dan di bumi. Kalau orang Yahudi itu mau meminjamkan
atau menjual sesuatu kepadaku, pasti aku membayarnya. Bawalah baju besiku ini
sebagai jaminan bagi pinjaman itu. Belum lagi aku keluar dari rumah Nabi,
turunlah ayat ini seakan-akan Allah Swt. Menghibur Nabi atas kemiskinan itu. Pada
ayat 132 ini Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. agar menyeru
keluarganya untuk melaksanakan salat, sebagaimana perintah untuk bisa
mendirikan salat kepada dirinya sendiri. Dalam perintah untuk tidak tergiur
kepada kekayaan dan kenikmatan orang-orang kafir. Demikianlah perintah Allah
Swt. kepada Rasul-Nya, sebagai bekal untuk menghadapi perjuangan berat yang
patut dijadikan contoh tauladan bagi pejuang yang ingin menegakkan kebenaran
dan ketauhidan di muka bumi ini. Mereka terlebih dahulu harus menjalin hubungan
yang erat dengan khaliqnya, dengan cara mengerjakan salat dan memperkokoh
jiwanya dengan sifat tabah dan sabar. Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Mālik dan Baihaqy dari Aslam, bahwa di antara kebiasaan ‘Umar bin Khaṭṭab
adalah selalu terus melaksanakan salat malam (tahajud) sampai
hampir fajar tiba. Kemudian beliau membangunkan dan memerintahkan keluarganya
melaksanakan salat, dengan membaca ayat ini. Pelaksanaan perintah Allah Swt.
ini sekaligus merupakan wujud nyata dari tanggung jawab seseorang terhadap
keluarganya agar tidak menjadi umat yang lemah, sehingga dapat diselamatkan
dari siksa api neraka.
3. QS. al-An‘ām [6]: 70
Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS.
alAn‘ām [6]: 70, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya sebagai berikut
ini:
وَذَرِ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا
وَغَرَّتْهُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا ۚ وَذَكِّرْ بِهِۦٓ أَن تُبْسَلَ نَفْسٌۢ
بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِىٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِن
تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَّا يُؤْخَذْ مِنْهَآ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ أُبْسِلُوا۟
بِمَا كَسَبُوا۟ ۖ لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌۢ بِمَا
كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ
a. Terjemah Ayat
Tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agamanya sebagai
permainan dan senda gurau, dan mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah
(mereka) dengan Al-Qur’an agar setiap orang tidak terjerumus (ke dalam neraka
), karena perbua-tannya sendiri. Tidak ada baginya pelindung dan pemberi
syafaat (pertolongan) selain Allah. Dan jika dia hendak menebus dengan segala
macam tebusan apa pun, niscaya tidak akan diterima. Mereka itulah orang-orang
yang dijerumuskan (ke dalam neraka), karena perbuatan mereka sendiri . Mereka
mendapat minuman dari air yang mendidih dan azab yang pedih karena keka iran
mereka dahulu (QS. al-An‘ām [6]: 70).
b. Penjelasan Ayat
Dalam ayat ini, Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
dan orang-orang yang beriman agar meninggalkan dan memutuskan hubungan dengan
orang-orang yang menjadikan agama sebagai main-main dan bahan senda gurau,
dengan memperolok-olokkan agama. Mereka mau mengerjakan perintah agama dan
menghentikan larangannya atas dasar main-main dan tidak bersungguh-sungguh.
Mereka tidak membersihkan diri dan jiwa mereka serta tidak memperbaiki budi
pekertinya sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Mereka lupa
kelak pasti akan berjumpa dengan Allah Swt. untuk dapat mempertanggungjawabkan
semua perbuatan semasa hidup di dunia, dan mereka menyia-siakan waktu yang
berharga, dengan hanya diisi oleh perbuatan yang merugikan diri mereka sendiri.
Selanjutnya Allah Swt. memerintahkan pula agar Rasul dan kaum muslimin memberi
peringatan kepada mereka dengan ayat-ayat al-Qur’an, agar tiap-tiap diri mereka
sadar dan waspada. Jika tidak, mereka akan dijerumuskan ke dalam api neraka karena
perbuatan mereka sendiri, yang pada hari itu tidak sesuatu pun yang dapat
menolong, membawa kebaikan atau menolak kejahatan dan kesengsaraan yang mereka
alami, selain dari Allah Swt. Pada hari itu, tidak ada suatu tebusanpun yang
dapat dijadikan untuk membayar diri mereka agar dapat terhindar dari azab Allah
Swt.
Tugas Siswa
Pertemuan I
Kirimkan Voice Tadarus Beserta Artinya
1. QS. at-Taḥrīm [66]: 6
2. QS. Ṭāhā [20]: 132
3. QS. al-An‘ām [6]: 70
Melalui WAPRI.
4. QS. an-Nisā’ [4] :36
Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS.
anNisā’ [4] :36, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya sebagai berikut
ini:
وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ
وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ
وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ
بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا
يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
a. Latin
wa’budullāha wa lā tusyrikụ bihī
syai`aw wa bil-wālidaini iḥsānaw wa biżil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīni
wal-jāri żil-qurbā wal-jāril-junubi waṣ-ṣāḥibi bil-jambi wabnis-sabīli wa mā
malakat aimānukum, innallāha lā yuḥibbu mang kāna mukhtālan fakhụrā
b. Terjemah Ayat
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua , karib-kerabat, anak- anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang yang sombong dan membanggakan diri (QS. an-Nisā’ [4] :36).
c. Penjelasan Ayat
Secara umum, ayat ini menjelaskan tentang kewajiban manusia kepada
Allah Swt. dan kepada sesama. Perintah ibadah ini bukan hanya ibadah ritual (maḥḍah), yaitu
ibadah yang cara, kadar, dan waktunya telah ditentukan oleh Allah Swt. dan
Rasul-Nya, seperti salat, zakat, puasa, dan haji. Tapi ibadah yang mencakup
ibadah gairu maḥḍah, yaitu semua pekerjaan baik yang dikerjakan
dalam rangka hanya untuk memproleh ridha Allah Swt. Bukan karena yang lain,
seperti membantu fakir miskin, memelihara anak yatim,
dan mengajar orang lain, yang pelaksanaan dan tata caranya tidak diatur secara
rinci dan diserahkan kepada manusia. Atau dengan kata lain, mencakup segala
aktivitas atau perbuatan yang hendak dilakukan hanya karena Allah Swt.
Selanjutnya dalam ayat ini, Allah Swt. mengatur kewajiban manusia untuk
berbuat baik kepada kedua orang tua. Setelah memerintahkan berbuat baik kepada
kedua orang tua, Allah Swt. menyuruh berbuat baik kepada karib kerabat. Karib
kerabat adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan seseorang sesudah
orang tua. Setelah itu, berlanjut untuk berbuat baik kepada anak yatim dan
orang-orang miskin. Semua perbuatan baik itu didasarkan pada tuntunan agama dan
rasa perikemanusiaan yang tinggi sebagai realisasi dari ketaqwaan kepada Allah
Swt. Selain itu Allah Swt. juga memerintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga,
baik yang dekat atau yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Di
akhir ayat ini Allah Swt. menegaskan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membanggakan diri.
5. QS. Hūd [11]:117-119
Sebelum kita memahami secara lebih mendalam
tentang kandungan QS. Hūd
[11]:117-119, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya sebagai berikut
ini:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ
ٱلْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ
وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ ٱلنَّاسَ أُمَّةً وَٰحِدَةً ۖ
وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَ ۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمْ ۗ
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ ٱلْجِنَّةِ وَٱلنَّاسِ
أَجْمَعِينَ
a. Latin
wa mā kāna rabbuka liyuhlikal-qurā
biẓulmiw wa ahluhā muṣliḥụn
walau syā`a rabbuka laja’alan-nāsa
ummataw wāḥidataw wa lā yazālụna mukhtalifīn
illā mar raḥima rabbuk, wa
liżālika khalaqahum, wa tammat kalimatu rabbika la`amla`anna jahannama
minal-jinnati wan-nāsi ajma’īn
b. Terjemah Ayat
Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, selama
pen-duduknya orang-orang yang berbuat kebaikan (117). Dan jika Tuhanmu
menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa
berselisih (pendapat) (118). Kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan
untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Tuhanmu telah tetap,
”Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka)
semuanya (119). (QS. Hūd [11]:117-119)
c. Penjelasan Ayat
Pada ayat 117, Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia tidak akan membinasakan
suatu negeri selama penduduk negeri itu masih suka berbuat kebaikan, tidak suka
berbuat zalim, tidak suka mengurangi kadar timbangan sebagaimana kaumnya Nabi
Su’aib, tidak melakukan perbuatan liwaṭ (LGBT) sebagaimana
umatnya Nabi Lūṭ, tidak patuh, kejam dan bengis seperti halnya zaman Fir’aun,
yang demikian itu adalah suatu kezaliman.
Selanjutnya, pada ayat 118, dijelaskan bahwa jika Allah Swt. Mau berkehendak
agar umat ini menjadi satu dalam beragama, sesuai dengan asal fitrah
kejadiannya, niscaya hal tersebut akan terjadi. Tetapi Allah Swt. menciptakan
manusia itu dilengkapi dengan akal, sehingga mereka berusaha berbuat dengan
ikhtiar tanpa ada paksaan dan dijadikan berbeda-beda tentang kemampuan dan
pengetahuannya. Sekalipun pada mulanya manusia adalah umat yang satu, dan tidak
ada perselisihan di antara mereka, tetapi setelah berkembang biak timbullah
keinginan dan kemauan yang berbedabeda, karena itulah timbul perbedaan pendapat
yang tidak habis-habisnya.
Sedangkan pada ayat 119, Allah Swt. menjelaskan bahwa perselisihan
tidak hanya terjadi di antara para pemeluk agama, seperti agama Yahūdi, Nasrani,
Majusi dan Islam, tetapi juga sesama penganut agama yang sama pun sering
berselisih, kecuali orang-orang yang mendapatkan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya. Mereka itu bersatu dan selalu mengupayakan persatuan agar manusia
tetap pada ketentuan Allah Swt. mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi
yang dilarang.
Demikian kehendak Allah Swt. mengenai kejadian manusia. Bagi manusia
yang mendapatkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, senantiasa tetap dalam
persatuan dan kesatuan. Oleh karenanya, mereka termasuk golongan manusia yang
berbahagia di akhirat dan mereka akan dimasukkan ke dalam surga Allah Swt.
Namun bagi mereka yang tidak dianugerahi rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, mereka
akan selalu berselisih. Karenanya mereka termasuk orang yang celaka dan kelak
akan dimasukkan ke dalam
nerakanya Allah Swt. Dalam hal ini, Anas bin Mālik pernah berkata: “Manusia itu
diciptakan sebagiannya berada di surga dan sebagiannya yang lain akan berada di
neraka”. Pada akhir ayat ini, Allah Swt. menegaskan bahwa telah menjadi
ketentuan-Nya akan memenuhi neraka Jahanam dengan manusia dan jin, yaitu mereka
yang selalu berbuat keonaran dan jahat di muka bumi ini.
6. Hadis Menjaga Amanah Riwayat Imam Bukhari
Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan
Hadis Riwayat Imam Bukhari dari Abu Hurairah, mari kita baca dengan baik dan benar
teks hadisnya sebagai berikut ini:
وعن بن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه
وسلّم قال: كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعيّتِهِ, والأميرُ
راعٍ, والرّجُلُ راعٍ على أهلِ بيتِهِ, والمرأةُ رَاعِيَّةٌ على بيتِ زوجِها
وَوَلَدِهِ, فكلّكم راعٍ وكلّكم مسئولٌ عنْ رَعِيَّتِهِ
a. Terjemah Hadis
Diceritakan kepada kami oleh Abul Yaman dari Syuaib dari az-Zuhri
dari Salim bin Abdullah dari Abdullah bin ‘Umar bahwa dia mendengar Rasulullah
telah bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta
pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imām (kepala Negara) adalah pemimpin
yang akan dim-inta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami dalam
keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas
keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga
suaminya dan akan diminta per-tanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut.
Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya dan akan diminta
pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut” (HR.
al-Bukhārı̄).
b. Kandungan Hadis
Hadis di atas menjelaskan bahwa setiap manusia itu diberi tugas memimpin
atau menjaga. Baik kaitannya dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain.
Secara pribadi, seseorang diberi tugas menjaga dirinya sendiri. Pemuka agama
atau Imam diberi tugas untuk memimpin rakyatnya. Suami bertugas memimpin dan
menjaga istrinya. Seorang istri diberi amanat memimpin anak-anak suaminya.
Pembantu diberi tugas menjaga harta atau kekayaan tuan dan anak biberi tugas
menjaga kekayaan orang tuanya.
Tugas adalah amanat. Apa pun jabatan yang ada pada diri seseorang,
dia harus mempertanggungjawabkan tugas yang dibebankan kepadanya di hadapan
yang dipimpin dan di pangadilan Allah Swt. kelak. Tak seorang pun mampu
melepaskan diri dari tanggung jawab itu. Oleh karenanya, dia harus benar-benar
waspada dan hati-hati serta harus bersikap adil dan bijaksana dalam menjalankan
tugasnya. Apabila lengah dan mengabaikan tugasnya, maka celakalah dia, sebab di
samping akan menyengsarakan orang yang dipimpinnya, kelak di akhirat ia tidak
akan bias mempertanggungjawabkannya. Namun apabila tugas tersebut sudah dilaksanakan
secara baik, maka dia akan selamat dan akan diberi pahala yang besar oleh Allah
Swt. Oleh karena itu, kita harus benar-benar waspada dan hati-hati dalam
menjalankan tugas dan amanta yang kita terima.
7. Hadis Riwayat Imam Abu Dawud
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ
سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ
122L-QUR’AN-HADIS- KELAS XI
a. Terjemah Hadis
Diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Isa dari Ibrahim bin
Sa’ad dari Abdul Malik dari Rabi’ dari Subrah dari ayahnya dari kakeknya, yang
berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda: "Perintahkanlah anak-anak untuk
shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka (jika tidak mau
menjalankan shalat) ketika mereka berumur sepuluh tahun.
b. Penjelasan Hadis
Dalam Islam, salat itu sangat penting. Salat itu adalah tiangnya
agama. Kalau salat ditinggalkan, maka robohlah (hilanglah) agama Islam yang ada
di dalam diri orang yang meninggalkan shalat. Oleh karenanya, Nabi Muhammad Saw.
sangat memperhatikan hal tersebut. Sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya
agar mengajari anak-anak-nya untuk salat, paling tidak pada umur tujuh tahun.
Di bawah umur tujuh tahun-pun boleh diajarkan. Jika anakanak tidak mau
menjalankan shalat, padahal mereka sudah berumur sepuluh tahun, Nabi
memerintahkan umatnya untuk memukul mereka. Tentu saja, kata 'memukul' memiliki
banyak makna. Yang jelas bukan memukul seperti orang dewasa memukul orang
dewasa. 'Memukul" berarti memberikan peringatan, disiplin, didikan, dengan
cara yang tidak melukai. Dan ini bukanlah adegan kekerasan terhadap anak. Ini
merupakan pelajaran agar anak-anak menyadari betapa pentingnya salat.
8. Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –
– حَقُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ
عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ,
وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا
مَاتَ فَاتْبَعْهُ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ
a. Terjemah Hadis
Diceritakan kepada kami oleh Muhammad dari ‘Amr bin Abi Salamah
dari alAuzai’ dari Ibn Syihab dari Sa’id bin Musayyib bahwa Abu Hurairah telah berkata,
‘Aku mendengar Nabi Muhammad Saw. berkata: "Hak seorang muslim kepada
muslim lainnya ada lima, yakni membalas salam, menjenguk yang sakit,
mengantarkan jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan ketika bersin." (HR.
Bukhari-Muslim)
b. Penjelasan Hadis
Islam adalah agama yang sangat menekankan terwujudnya persaudaraan
dan kasih sayang di antara umat manusia. Agama Islam selalu mendorong
pemeluknya untuk selalu mewujudkan dan memelihara persaudaraan dan kasih sayang
di antara mereka. Oleh karena itu, Islam mensyariatkan beberapa amal perbuatan
yang dapat mendorong terwujudnya persaudaraan dan kasih sayang tersebut. Dan
menilainya sebagai sebuah kebajikan yang tinggi. Dan hadis ini menjelaskan
hal-hal yang dapat meneguhkan persaudaraan dan kasih sayang tersebut, dengan cara
melaksanakan kewajiban-kewajiban sosial terhadap sesama muslim.
Dalam hadis ini, diungkapkan adanya hak muslim atas muslim
lainnya, yang meliputi membalas salam (bermakna saling mendoakan), menjenguk yang
sakit, mengenatarkan jenazah, memenuhi undangan perkumpulan, dan medoakan yang
bersin. Dalam bahasa Arab, ungkapan ini bias bermakna wajib dan juga bisa
bermakna sunnah yang sangat dianjurkan. Sebab hak artinya sesuatu yang tidak
sepantasnya untuk ditinggalkan.
D. Perilaku Orang yang Bertanggung Terhadap Keluarga dan
Masyarakat
Sikap dan perilaku yang dapat dilakukan sebagai penghayatan dan
pengamalan QS. at-Taḥrı̄m[66]: 6 sebagai berikut:
1. Selalu taat dan patuh melaksanakan perintah Allah Swt. Dan meninggalkan
larangan-Nya serta mendidik keluarga agar selamat dari api neraka.
2. Berperilaku taat dan patuh kepada perintah Allah Swt. Dimulai dari
diri sendiri terlebih dahulu baru menyuruh orang lain.
Sikap dan perilaku yang dapat dilakukan sebagai penghayatan dan pengamalan
QS. Ṭāhā [20]: 132 sebagai berikut:
1. Selalu mendidik keluarga untuk melaksanakan salat dan bersabar dalam
pelaksanaannya.
2. Sebelum mendidik, menyuruh keluarga untuk melaksanakan salat, terlebih
dahulu seseorang melaksanakannya.
Sikap dan perilaku yang dapat dilakukan sebagai penghayatan dan pengamalan
QS. al-An‘ām [6]: 70 sebagai berikut:
1. Senantiasa bergaul dengan orang-orang yang tidak menjadikan agama
sebagai main main dan senda gurau.
2. Selalu mengisi waktu dengan perbuatan yang bermanfaat.
Sikap dan perilaku yang dapat dilakukan sebagai penghayatan dan pengamalan
QS. an-Nisā’ [4]:36 sebagai berikut:
1. Selalu melaksanakan ibadah baik dalam artian sempit (maḥḍah) dan luas
(gairu maḥḍah).
2. Selalu berbakti kepada kedua orang tua.
3. Selalu berbuat baik kepada karib kerabat.
4. Selalu berbuat baik kepada anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
baik yang dekat atau yang jauh, teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahaya.
5. Selalu menjauhkan diri dari sifat dan sikap sombong.
Sikap dan perilaku yang dapat dilakukan sebagai penghayatan dan
pengamalan QS. Hūd [11]:117-119 sebagai berikut:
1. Menghindarkan diri dari perbuatan zalim yang menyebabkan kemurkaan
Allah Swt.
2. Selalu mengoptimalkan akal dan pikiran kita dalam menjalani kehidupan.
3. Senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan.
Tugas Siswa
Pertemuan I
Jawablah pertanyaan berikut dengan tepat!
1. Setelah mempelajari ayat dan hadis tentang tanggung jawab terhadap keluarga dan masyarakat,
amatilah perilaku-perilaku dan berikanlah 5 Contoh yang menunjukkan pelaksanaan kandungan QS. at-Taḥrı̄m
[66]: 6; QS. Ṭāhā [20] : 132; QS. alAn‘ām [6]: 70; an-Nisā’ [4]: 36; Hūd [11] :
117-119; dan hadis yang terkait, yang ada di lingkungan tempat tinggalmu!
Tugas dikirim Melalui Wapri atau melalui link dibawah ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar