Jumat, 08 Januari 2021

BAB VI BERTANGGUNG JAWAB MENJAGA AMANAH

 BAB VI

BERTANGGUNG JAWAB MENJAGA AMANAH

 

TUJUAN PEMBELAJARAN08 AL-QUR’AN-HADIS- KELAS XI

1. Peserta didik dapat mendemonstrasikan hafalan QS. at-Taḥrīm [66]: 6; QS. Ṭāhā [20]: 132; QS. al-An‘ām [6]: 70; QS. an-Nisā’ [4]: 36; QS. Hūd [11] : 117-119; dan hadis tanggung jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat.

2. Peserta didik dapat menyebutkan makna mufradat QS. at-Taḥrīm [66]: 6; QS. Ṭāhā [20]: 132; QS. al-An‘ām [6]: 70; QS. an-Nisā’ [4]: 36; QS. Hūd [11] : 117-119; dan hadis tanggung jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat.

3. Peserta didik dapat menganalisis kandungan QS. at-Taḥrīm [66]: 6; QS. Ṭāhā[20]: 132; QS. al-An‘ām [6]: 70; QS. an-Nisā’ [4]: 36; QS. Hūd [11] : 117-119; dan hadis tanggung jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat.

4. Peserta didik dapat menunjukkan perilaku tanggung jawab terhadap keluarga dan masyarakat.


PETA KONSEP




A.      MARI MERENUNGKAN

Setiap manusia memiliki tanggung jawab dalam menjaga dan melaksanakan amanah yang dipikulnya. Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu yang diterimanya. Makna tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup dari manusia bahwa setiap manusia akan diberi tangung jawab. Apabila dikaji secara lebih cermat, maka tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus dipikul sebagai akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab. Manusia merasa bertanggung jawab, karena ia menyadari akibat baik atau buruk dari perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan. Sedangkan kata “amanah” secara etimologis (lughawi/bahasa) berasal dari bahasa Arab, yang berarti jujur atau dipercaya. Kata amanah diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. Definisi ini mengandung pengertian bahwa sikap amanah melibatkan dua pihak antara pemberi dan penerima amanah. Di mana, antara keduanya harus ‘saling’ menjaga amanah yang diberikan. Sementara itu secara terminologi/istilah, ada beberapa pendapat tentang makna kata ‘amanah’. Menurut Ahmad Musthafa AlMaraghi, amanah adalah sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak memilikinya. Sementara itu, Ibnu Araby berpendapat bahwa amanah adalah segala sesuatu yang diambil dengan izin pemiliknya atau sesuatu yang bisa diambil dengan izin pemiliknya untuk diambil manfaatnya. Jadi, amanah adalah menyampaikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya, dan tidak mengurangi hak orang lain. Sikap amanah merupakan salah satu empat sifat Nabi yaitu Siddiq, Amanah, Tablig dan Fathanah. Dengan demikian, sikap amanah memiliki dimensi yang luas. Dalam ranah kepemimpinan, sifat amanah harus menjadi ciri khas yang melekat bagi seorang muslim. Jabatan yang tinggi merupakan bentuk amanah yang harus dijaga. Karena setiap individu, terlebih lagi seorang pemimpin untuk level manapun, pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Sikap amanah harus dimiliki dan diupayakan serta dilatihkan setiap waktu, agar sifat itu betul-betul mendarah daging dalam kehidupan kita. Amanah itu yang berkenaan dengan tanggung jawab tugas yang harus diemban dan diselesaikan. Orang yang amanah adalah orang yang apabila diberikan tugas untuk diselesaikan, ia akan bertanggungjawab untuk bias menyelesaikannya dengan baik dan maksimal. Sebab yang bersangkutan menyadari bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia entah baik ataupun tidak, pasti akan berdampak kembali kepada dirinya sendiri. Begitu juga dengan sikap amanah, manfaatnya tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya.

 

B.       MARI MEMAHAMI

 

1. QS. at-Taḥrīm [66]: 6

Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS. atTaḥrīm [66]: 6, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya  berikut ini:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

 

b. Terjemah Ayat

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. at-Taḥrı̄m [66]: 6).

c. Penjelasan Ayat

Dalam ayat ini, Allah Swt. memerintahkan kepada umat manusia yang percaya kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya agar menjaga diri dan keluarganya dari api neraka, yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu. Caranya dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah Swt. dan meninggalkan larangan-Nya serta mengajak keluarga supaya melaksanakan perintah agama dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya, sehingga mereka akan selamat dari panasnya kobaran api neraka. Dalam suatu riwayat hadis dinyatakan bahwa pada saat ayat ini turun, ‘Umar bin Khaṭṭab berkata: “Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana cara menjaga keluarga kami? Rasulullah bersabda, “Laranglah mereka mengerjakan sesuatu yang kamu dilarang untuk melakukannya, dan serulah mereka melakukan sesuatu yang kamu diperintahkan oleh Allah untuk melakukannya.’

Sementara itu, menurut Ibn Abbas, makna ayat di atas adalah ‘beramalah kamu dengan taat kepada Allah dan takutlah kamu akan bermaksiat kepadaNya, dan perintahkanlah keluargamu untuk mengingat Allah, niscaya Allah akan melepaskan kamu dari api neraka’. Sedangkan menurut Sayyidina ‘Ali Kwa, “Ajarkan dirimu dan keluargamu kebaikan dan didiklah mereka”. Begitulah cara menghindarkan mereka dari api neraka. Dilihat dari kaca mata sosiologis, ini merupakan titik awal dimulainya satu perubahan sosial. Ada dua teori perubahan sosial dalam sosiologi;

Pertama, proses perubahan yang dimulai pada diri manusia secara individual (perorangan), kemudian dilanjutkan perubahan sosial pada level masyarakat dan kemudian diakhiri pada proses perubahan pada level sistem sain dan teknologi; dan

kedua, proses perubahan sosial yang dimulai dari perubahan sistem sain dan teknologi, kemudian merambat pada perubahan level masyarakat, dan diakhiri perubahan pada level individual. Surat at-Taḥrı̄m ayat 6 di atas, mengandung pemahaman bahwa Islam
menganut teori perubahan sosial pertama. Adanya kewajiban memperbaiki kualitas kepribadian dimulai dari dirinya terlebih dahulu, yaitu perintah “Jagalah Dirimu” dan kemudian disusul dengan “dan keluargamu”, menjadi petunjuk bahwa dalam Islam perubahan-perubahan ke arah yang positif dimulai dari level individu (diri sendiri) dan kemudian disusul pada level masyarakat (teori pertama). Apabila dijabarkan lebih jelas ayat di atas dengan menggunakan teori perubahan sosial yang pertama, dapat dipahami bahwa perubahan pada diri manusia (secara individual) mencakup keimanan, akhlak, pengetahuan, dan perilaku (merupakan aneka faktor yang bisa menyelamatkan manusia dari api neraka). Kemudian perubahan pada level hubungan antara anggota masyarakat berdasarkan pada level hubungan antara anggota masyarakat berdasarkan pada level hubungan antara anggota masyarakat berdasarkan faktor-faktor yang telah dimiliki pada level individual tadi.

 

2. QS. Ṭāhā [20]: 132

Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS. Ṭāhā [20]: 132, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya sebagai berikut ini:


وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَٱلْعَٰقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

 

a. Terjemah Ayat

Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakan-nya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa (QS. Ṭāhā [20]: 132).

b. Penjelasan Ayat

Pada ayat ini, Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad Saw. Dan umatnya agar menyeru keluarga masing-masing untuk mendirikan salat dan bersabar. Maksudnya, menyelamatkan keluarganya dari siksa api neraka dengan cara melaksanakan salat yang diikuti dengan kesabaran dalam melaksanakannya. Dalam sebuah riwayat yang bersumber dari ar-Rafi‘ı̄, datang seorang tamu yang mengunjungi Nabi Muhammad, dan kebetulan saat itu di rumah Nabi tidak ada yang laik dan patut untuk disuguhkan kepada tamu tersebut. Lalu Rasulullah menyuruh saya untuk meminjam tepung gandum kepada orang Yahudi dan Rasulullah berjanji akan mengembalikannya nanti pada bulan Rajab. Namun orang Yahudi itu tidak mau meminjamkan, kecuali dengan diberi jaminan. Maka Aku kembali kepada Rasulullah dan menceritakan hal itu. Lalu Rasulullah bersabda: Demi Allah, aku ini orang yang paling dipercaya di langit dan di bumi. Kalau orang Yahudi itu mau meminjamkan atau menjual sesuatu kepadaku, pasti aku membayarnya. Bawalah baju besiku ini sebagai jaminan bagi pinjaman itu. Belum lagi aku keluar dari rumah Nabi, turunlah ayat ini seakan-akan Allah Swt. Menghibur Nabi atas kemiskinan itu. Pada ayat 132 ini Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. agar menyeru keluarganya untuk melaksanakan salat, sebagaimana perintah untuk bisa mendirikan salat kepada dirinya sendiri. Dalam perintah untuk tidak tergiur kepada kekayaan dan kenikmatan orang-orang kafir. Demikianlah perintah Allah Swt. kepada Rasul-Nya, sebagai bekal untuk menghadapi perjuangan berat yang patut dijadikan contoh tauladan bagi pejuang yang ingin menegakkan kebenaran dan ketauhidan di muka bumi ini. Mereka terlebih dahulu harus menjalin hubungan yang erat dengan khaliqnya, dengan cara mengerjakan salat dan memperkokoh jiwanya dengan sifat tabah dan sabar. Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Mālik dan Baihaqy dari Aslam, bahwa di antara kebiasaan ‘Umar bin Khaṭṭab adalah selalu terus melaksanakan salat malam (tahajud) sampai hampir fajar tiba. Kemudian beliau membangunkan dan memerintahkan keluarganya melaksanakan salat, dengan membaca ayat ini. Pelaksanaan perintah Allah Swt. ini sekaligus merupakan wujud nyata dari tanggung jawab seseorang terhadap keluarganya agar tidak menjadi umat yang lemah, sehingga dapat diselamatkan dari siksa api neraka.

 

 

3. QS. al-An‘ām [6]: 70

Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS. alAn‘ām [6]: 70, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya sebagai berikut ini:

 

وَذَرِ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا ۚ وَذَكِّرْ بِهِۦٓ أَن تُبْسَلَ نَفْسٌۢ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِىٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِن تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَّا يُؤْخَذْ مِنْهَآ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ أُبْسِلُوا۟ بِمَا كَسَبُوا۟ ۖ لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌۢ بِمَا كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ

 

a. Terjemah Ayat

Tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan senda gurau, dan mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Qur’an agar setiap orang tidak terjerumus (ke dalam neraka ), karena perbua-tannya sendiri. Tidak ada baginya pelindung dan pemberi syafaat (pertolongan) selain Allah. Dan jika dia hendak menebus dengan segala macam tebusan apa pun, niscaya tidak akan diterima. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan (ke dalam neraka), karena perbuatan mereka sendiri . Mereka mendapat minuman dari air yang mendidih dan azab yang pedih karena keka iran mereka dahulu (QS. al-An‘ām [6]: 70).

b. Penjelasan Ayat

Dalam ayat ini, Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan orang-orang yang beriman agar meninggalkan dan memutuskan hubungan dengan orang-orang yang menjadikan agama sebagai main-main dan bahan senda gurau, dengan memperolok-olokkan agama. Mereka mau mengerjakan perintah agama dan menghentikan larangannya atas dasar main-main dan tidak bersungguh-sungguh. Mereka tidak membersihkan diri dan jiwa mereka serta tidak memperbaiki budi pekertinya sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Mereka lupa kelak pasti akan berjumpa dengan Allah Swt. untuk dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatan semasa hidup di dunia, dan mereka menyia-siakan waktu yang berharga, dengan hanya diisi oleh perbuatan yang merugikan diri mereka sendiri. Selanjutnya Allah Swt. memerintahkan pula agar Rasul dan kaum muslimin memberi peringatan kepada mereka dengan ayat-ayat al-Qur’an, agar tiap-tiap diri mereka sadar dan waspada. Jika tidak, mereka akan dijerumuskan ke dalam api neraka karena perbuatan mereka sendiri, yang pada hari itu tidak sesuatu pun yang dapat menolong, membawa kebaikan atau menolak kejahatan dan kesengsaraan yang mereka alami, selain dari Allah Swt. Pada hari itu, tidak ada suatu tebusanpun yang dapat dijadikan untuk membayar diri mereka agar dapat terhindar dari azab Allah Swt.

 

Tugas Siswa

Pertemuan I

 

Kirimkan Voice Tadarus Beserta Artinya

        1.      QS. at-Taḥrīm [66]: 6

        2.      QS. Ṭāhā [20]: 132

        3.      QS. al-An‘ām [6]: 70

 

Melalui WAPRI.




PERTEMUAN II
16 Januari 2021

4. QS. an-Nisā’ [4] :36

Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS. anNisā’ [4] :36, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya sebagai berikut ini:

وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

 

a. Latin

wa’budullāha wa lā tusyrikụ bihī syai`aw wa bil-wālidaini iḥsānaw wa biżil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīni wal-jāri żil-qurbā wal-jāril-junubi waṣ-ṣāḥibi bil-jambi wabnis-sabīli wa mā malakat aimānukum, innallāha lā yuḥibbu mang kāna mukhtālan fakhụrā

 

b. Terjemah Ayat

Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua , karib-kerabat, anak- anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri (QS. an-Nisā’ [4] :36).

c. Penjelasan Ayat

Secara umum, ayat ini menjelaskan tentang kewajiban manusia kepada Allah Swt. dan kepada sesama. Perintah ibadah ini bukan hanya ibadah ritual (maḥḍah), yaitu ibadah yang cara, kadar, dan waktunya telah ditentukan oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya, seperti salat, zakat, puasa, dan haji. Tapi ibadah yang mencakup ibadah gairu maḥḍah, yaitu semua pekerjaan baik yang dikerjakan dalam rangka hanya untuk memproleh ridha Allah Swt. Bukan karena yang lain, seperti membantu fakir miskin, memelihara anak yatim,
dan mengajar orang lain, yang pelaksanaan dan tata caranya tidak diatur secara rinci dan diserahkan kepada manusia. Atau dengan kata lain, mencakup segala aktivitas atau perbuatan yang hendak dilakukan hanya karena Allah Swt.

Selanjutnya dalam ayat ini, Allah Swt. mengatur kewajiban manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Setelah memerintahkan berbuat baik kepada kedua orang tua, Allah Swt. menyuruh berbuat baik kepada karib kerabat. Karib kerabat adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan seseorang sesudah orang tua. Setelah itu, berlanjut untuk berbuat baik kepada anak yatim dan orang-orang miskin. Semua perbuatan baik itu didasarkan pada tuntunan agama dan rasa perikemanusiaan yang tinggi sebagai realisasi dari ketaqwaan kepada Allah Swt. Selain itu Allah Swt. juga memerintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga, baik yang dekat atau yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Di akhir ayat ini Allah Swt. menegaskan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.

5. QS. Hūd [11]:117-119

Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS. Hūd
[11]:117-119, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya sebagai berikut ini:


وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ ٱلْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ ٱلنَّاسَ أُمَّةً وَٰحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ

إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَ ۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمْ ۗ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ ٱلْجِنَّةِ وَٱلنَّاسِ أَجْمَعِينَ

 

a. Latin

wa mā kāna rabbuka liyuhlikal-qurā biẓulmiw wa ahluhā muṣliḥụn

walau syā`a rabbuka laja’alan-nāsa ummataw wāḥidataw wa lā yazālụna mukhtalifīn

illā mar raḥima rabbuk, wa liżālika khalaqahum, wa tammat kalimatu rabbika la`amla`anna jahannama minal-jinnati wan-nāsi ajma’īn

 

b. Terjemah Ayat

Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, selama pen-duduknya orang-orang yang berbuat kebaikan (117). Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat) (118). Kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Tuhanmu telah tetap, ”Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya (119). (QS. Hūd [11]:117-119)

c. Penjelasan Ayat

Pada ayat 117, Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia tidak akan membinasakan suatu negeri selama penduduk negeri itu masih suka berbuat kebaikan, tidak suka berbuat zalim, tidak suka mengurangi kadar timbangan sebagaimana kaumnya Nabi Su’aib, tidak melakukan perbuatan liwaṭ (LGBT) sebagaimana umatnya Nabi Lūṭ, tidak patuh, kejam dan bengis seperti halnya zaman Fir’aun, yang demikian itu adalah suatu kezaliman.

Selanjutnya, pada ayat 118, dijelaskan bahwa jika Allah Swt. Mau berkehendak agar umat ini menjadi satu dalam beragama, sesuai dengan asal fitrah kejadiannya, niscaya hal tersebut akan terjadi. Tetapi Allah Swt. menciptakan manusia itu dilengkapi dengan akal, sehingga mereka berusaha berbuat dengan ikhtiar tanpa ada paksaan dan dijadikan berbeda-beda tentang kemampuan dan pengetahuannya. Sekalipun pada mulanya manusia adalah umat yang satu, dan tidak ada perselisihan di antara mereka, tetapi setelah berkembang biak timbullah keinginan dan kemauan yang berbedabeda, karena itulah timbul perbedaan pendapat yang tidak habis-habisnya.

Sedangkan pada ayat 119, Allah Swt. menjelaskan bahwa perselisihan tidak hanya terjadi di antara para pemeluk agama, seperti agama Yahūdi, Nasrani, Majusi dan Islam, tetapi juga sesama penganut agama yang sama pun sering berselisih, kecuali orang-orang yang mendapatkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya. Mereka itu bersatu dan selalu mengupayakan persatuan agar manusia tetap pada ketentuan Allah Swt. mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang.

Demikian kehendak Allah Swt. mengenai kejadian manusia. Bagi manusia yang mendapatkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, senantiasa tetap dalam persatuan dan kesatuan. Oleh karenanya, mereka termasuk golongan manusia yang berbahagia di akhirat dan mereka akan dimasukkan ke dalam surga Allah Swt. Namun bagi mereka yang tidak dianugerahi rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, mereka akan selalu berselisih. Karenanya mereka termasuk orang yang celaka dan kelak akan dimasukkan ke dalam
nerakanya Allah Swt. Dalam hal ini, Anas bin Mālik pernah berkata: “Manusia itu diciptakan sebagiannya berada di surga dan sebagiannya yang lain akan berada di neraka”. Pada akhir ayat ini, Allah Swt. menegaskan bahwa telah menjadi ketentuan-Nya akan memenuhi neraka Jahanam dengan manusia dan jin, yaitu mereka yang selalu berbuat keonaran dan jahat di muka bumi ini.

 

6. Hadis Menjaga Amanah Riwayat Imam Bukhari

Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan Hadis Riwayat Imam Bukhari dari Abu Hurairah, mari kita baca dengan baik dan benar teks hadisnya sebagai berikut ini:


وعن بن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلّم قال: كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعيّتِهِ, والأميرُ راعٍ, والرّجُلُ راعٍ على أهلِ بيتِهِ, والمرأةُ رَاعِيَّةٌ على بيتِ زوجِها وَوَلَدِهِ, فكلّكم راعٍ وكلّكم مسئولٌ عنْ رَعِيَّتِهِ

 

a. Terjemah Hadis

Diceritakan kepada kami oleh Abul Yaman dari Syuaib dari az-Zuhri dari Salim bin Abdullah dari Abdullah bin ‘Umar bahwa dia mendengar Rasulullah telah bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imām (kepala Negara) adalah pemimpin yang akan dim-inta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya dan akan diminta per-tanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya dan akan diminta pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut” (HR. al-Bukhārı̄).

b. Kandungan Hadis

Hadis di atas menjelaskan bahwa setiap manusia itu diberi tugas memimpin atau menjaga. Baik kaitannya dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Secara pribadi, seseorang diberi tugas menjaga dirinya sendiri. Pemuka agama atau Imam diberi tugas untuk memimpin rakyatnya. Suami bertugas memimpin dan menjaga istrinya. Seorang istri diberi amanat memimpin anak-anak suaminya. Pembantu diberi tugas menjaga harta atau kekayaan tuan dan anak biberi tugas menjaga kekayaan orang tuanya.

Tugas adalah amanat. Apa pun jabatan yang ada pada diri seseorang, dia harus mempertanggungjawabkan tugas yang dibebankan kepadanya di hadapan yang dipimpin dan di pangadilan Allah Swt. kelak. Tak seorang pun mampu melepaskan diri dari tanggung jawab itu. Oleh karenanya, dia harus benar-benar waspada dan hati-hati serta harus bersikap adil dan bijaksana dalam menjalankan tugasnya. Apabila lengah dan mengabaikan tugasnya, maka celakalah dia, sebab di samping akan menyengsarakan orang yang dipimpinnya, kelak di akhirat ia tidak akan bias mempertanggungjawabkannya. Namun apabila tugas tersebut sudah dilaksanakan secara baik, maka dia akan selamat dan akan diberi pahala yang besar oleh Allah Swt. Oleh karena itu, kita harus benar-benar waspada dan hati-hati dalam menjalankan tugas dan amanta yang kita terima.

 

7. Hadis Riwayat Imam Abu Dawud

مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ

122L-QUR’AN-HADIS- KELAS XI
a. Terjemah Hadis

Diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Isa dari Ibrahim bin Sa’ad dari Abdul Malik dari Rabi’ dari Subrah dari ayahnya dari kakeknya, yang berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda: "Perintahkanlah anak-anak untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka (jika tidak mau menjalankan shalat) ketika mereka berumur sepuluh tahun.

b. Penjelasan Hadis

Dalam Islam, salat itu sangat penting. Salat itu adalah tiangnya agama. Kalau salat ditinggalkan, maka robohlah (hilanglah) agama Islam yang ada di dalam diri orang yang meninggalkan shalat. Oleh karenanya, Nabi Muhammad Saw. sangat memperhatikan hal tersebut. Sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar mengajari anak-anak-nya untuk salat, paling tidak pada umur tujuh tahun. Di bawah umur tujuh tahun-pun boleh diajarkan. Jika anakanak tidak mau menjalankan shalat, padahal mereka sudah berumur sepuluh tahun, Nabi memerintahkan umatnya untuk memukul mereka. Tentu saja, kata 'memukul' memiliki banyak makna. Yang jelas bukan memukul seperti orang dewasa memukul orang dewasa. 'Memukul" berarti memberikan peringatan, disiplin, didikan, dengan cara yang tidak melukai. Dan ini bukanlah adegan kekerasan terhadap anak. Ini merupakan pelajaran agar anak-anak menyadari betapa pentingnya salat.

 

8. Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – حَقُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

a. Terjemah Hadis

Diceritakan kepada kami oleh Muhammad dari ‘Amr bin Abi Salamah dari alAuzai’ dari Ibn Syihab dari Sa’id bin Musayyib bahwa Abu Hurairah telah berkata, ‘Aku mendengar Nabi Muhammad Saw. berkata: "Hak seorang muslim kepada muslim lainnya ada lima, yakni membalas salam, menjenguk yang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan ketika bersin." (HR. Bukhari-Muslim)

 

b. Penjelasan Hadis

Islam adalah agama yang sangat menekankan terwujudnya persaudaraan dan kasih sayang di antara umat manusia. Agama Islam selalu mendorong pemeluknya untuk selalu mewujudkan dan memelihara persaudaraan dan kasih sayang di antara mereka. Oleh karena itu, Islam mensyariatkan beberapa amal perbuatan yang dapat mendorong terwujudnya persaudaraan dan kasih sayang tersebut. Dan menilainya sebagai sebuah kebajikan yang tinggi. Dan hadis ini menjelaskan hal-hal yang dapat meneguhkan persaudaraan dan kasih sayang tersebut, dengan cara melaksanakan kewajiban-kewajiban sosial terhadap sesama muslim.

Dalam hadis ini, diungkapkan adanya hak muslim atas muslim lainnya, yang meliputi membalas salam (bermakna saling mendoakan), menjenguk yang sakit, mengenatarkan jenazah, memenuhi undangan perkumpulan, dan medoakan yang bersin. Dalam bahasa Arab, ungkapan ini bias bermakna wajib dan juga bisa bermakna sunnah yang sangat dianjurkan. Sebab hak artinya sesuatu yang tidak sepantasnya untuk ditinggalkan.

D. Perilaku Orang yang Bertanggung Terhadap Keluarga dan Masyarakat

Sikap dan perilaku yang dapat dilakukan sebagai penghayatan dan

pengamalan QS. at-Taḥrı̄m[66]: 6 sebagai berikut:

1. Selalu taat dan patuh melaksanakan perintah Allah Swt. Dan meninggalkan larangan-Nya serta mendidik keluarga agar selamat dari api neraka.

2. Berperilaku taat dan patuh kepada perintah Allah Swt. Dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu baru menyuruh orang lain.

 

Sikap dan perilaku yang dapat dilakukan sebagai penghayatan dan pengamalan QS. Ṭāhā [20]: 132 sebagai berikut:

1. Selalu mendidik keluarga untuk melaksanakan salat dan bersabar dalam pelaksanaannya.

2. Sebelum mendidik, menyuruh keluarga untuk melaksanakan salat, terlebih dahulu seseorang melaksanakannya.

 

Sikap dan perilaku yang dapat dilakukan sebagai penghayatan dan pengamalan QS. al-An‘ām [6]: 70 sebagai berikut:

1. Senantiasa bergaul dengan orang-orang yang tidak menjadikan agama sebagai main main dan senda gurau.

2. Selalu mengisi waktu dengan perbuatan yang bermanfaat.

 

Sikap dan perilaku yang dapat dilakukan sebagai penghayatan dan pengamalan QS. an-Nisā’ [4]:36 sebagai berikut:

1. Selalu melaksanakan ibadah baik dalam artian sempit (maḥḍah) dan luas (gairu maḥḍah).

2. Selalu berbakti kepada kedua orang tua.

3. Selalu berbuat baik kepada karib kerabat.

4. Selalu berbuat baik kepada anak yatim, orang-orang miskin, tetangga baik yang dekat atau yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya.

5. Selalu menjauhkan diri dari sifat dan sikap sombong.

 

Sikap dan perilaku yang dapat dilakukan sebagai penghayatan dan
pengamalan QS. Hūd [11]:117-119 sebagai berikut:

1. Menghindarkan diri dari perbuatan zalim yang menyebabkan kemurkaan Allah Swt.

2. Selalu mengoptimalkan akal dan pikiran kita dalam menjalani kehidupan.

3. Senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan.

 

 

Tugas Siswa

Pertemuan I

 

Jawablah pertanyaan berikut dengan tepat!

    1.      Setelah mempelajari ayat dan hadis tentang tanggung jawab terhadap keluarga dan masyarakat, amatilah perilaku-perilaku dan berikanlah 5 Contoh yang menunjukkan pelaksanaan kandungan QS. at-Taḥrı̄m [66]: 6; QS. Ṭāhā [20] : 132; QS. alAn‘ām [6]: 70; an-Nisā’ [4]: 36; Hūd [11] : 117-119; dan hadis yang terkait, yang ada di lingkungan tempat tinggalmu!

 

Tugas dikirim Melalui Wapri atau melalui link dibawah ini

 

https://forms.gle/htoCSmUtkfrEnqao9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUTIARA HIKMAH