Selasa, 24 Maret 2020

MATERI MAWARIS

BAB 
MAWARIS


1. ILMU WARIS

Dari segi bahasa, kata mawarist merupakan bentuk jamak dari kata ٌ miratsun yang artinya harta yang diwariskan. Adapun makna istilahnya adalah, ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraidh. Kata faraidh sendiri ditinjau dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari kata faridhatun yang bermakna ketentuan, bagian, atau ukuran. Sehingga ilmu faraidh adalah disiplin ilmu yang membahas tentang ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan untuk masing-masing ahli waris. 

a. Hukum membagi harta waris
Seorang muslim dituntut menjalankan syariat Islam sesuai dengan apa yang telah digariskan al-Qur’an dan as-Sunnah, termasuk membagi harta warisan. Allah memperingatkan dengan keras siapapun yang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan-Nya (termasuk aturan warisan). Allah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 14:

وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدْخِلْهُ نَارًا خَٰلِدًا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٌ مُّهِينٌ


wa may ya’ṣillāha wa rasụlahụ wa yata’adda ḥudụdahụ yudkhil-hu nāran khālidan fīhā wa lahụ ‘ażābum muḥīn



Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.

b. Hal-hal yang harus dilakukan sebelum harta warisan dibagikan 
Beberapa hal yang harus ditunaikan terlebih dahulu oleh ahli waris sebelum harta warisan dibagikan adalah:
  1. Zakat. Kalau harta yang ditinggalkan sudah saatnya dikeluarkan zakatnya, maka zakat harta tersebut harus dibayarkan terlebih dahulu.
  2. Belanja. Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan jenazah, mulai dari membeli kain kafan, upah menggali kuburan, dan lain sebagainya.
  3. Hutang. Jika mayyit memiliki hutang, maka hutangnya harus dibayar terlebih dahulu dengan harta warisan yang ia tinggalkan.
  4. Wasiat. Jika mayat meninggalkan wasiat, agar sebagian harta peninggalannya diberikan kepada orang lain. Maka wasiat inipun harus dilaksanakan. 
c. hukum mempelajari ilmu mawaris
Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris adalah fardhu kifayah. Artinya, jika telah ada sebagian kalangan yang mempelajari ilmu tersebut, maka kewajiban orang lain telah gugur. Akan tetapi jika dalam satu daerah/wilayah tak ada seorang pun yang mau mendalami ilmu warisan, maka semua penduduk wilayah tersebut menanggung dosa.

d. Tujuan ilmu mawaris
Tujuan ilmu mawaris dapat dirangkum dalam beberapa poin di bawah ini
  1. Memberikan pembelajaran bagi kaum muslimin agar bertanggung jawab dalam melaksanakan syariat Islam yang terkait dengan pembagian harta waris.
  2. Menyodorkan solusi terbaik terhadap berbagai permasalahan seputar pembagian harta waris yang sesuai dengan aturan Allah ta’ala.
  3. Menyelamatkan harta benda si mayit hingga tidak diambil orang-orang dzalim yang tidak berhak menerimanya.
e. Sumber hukum ilmu mawaris
Sumber hukum ilmu mawaris adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Berikut beberapa teks al-Qur’an yang menjelaskan tentang ketentuan pembagian harta waris.
  • Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa : ayat 7
  • Firman Allah dalam surat an-Nisa ayat : 11-12
  • Sabda Rasulullah Saw: Artinya: ”Belajarlan ilmu faraidh (warisan)dan ajarkanlah ilmu tersebut. Karena sesungguhnya ia merupakan setengah dari ilmu, dan ia akan dilupakan, dan ia merupakan ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku.” (H.R. Ibnu Majah, dan Daruquthni). 
  • Sabda Rasulullah Saw: Artinya: ”Belajarlah ilmu faraidh (warisan) karena sesungguhnya ia merupakan bagian agama kalian. Dan sesungguhnya ia merupakan setengah dari ilmu. Dan sesungguhnya ia merupakan ilmu yang akan dicabut pertama kali dari umatku.” (H.R. Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi).
2. KEDUDUKAN ILMU MAWARIS
Ilmu mawaris mempunyai kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Ia menjadi solusi efektif berbagai permasalahan umat terkait pembagian harta waris. Kala ilmu mawaris diterapkan secara baik, maka urusan hak adam akan terselesaikan secara baik. Semua ahli waris akan mendapatkan haknya secara proporsional. Mereka tak akan didzalimi ataupun mendzalimi. Karena semuanya sudah disandarkan pada aturan Allah ta’ala. 

a. sebab  sebab seseorang mendapatkan warisan
Dalam kajian fikih Islam hal-hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan warisan ada 4 yaitu:
  1. Sebab nasab (hubungan keluarga) Nasab yang dimaksud disini adalah nasab hakiki. Artinya hubungan darah atau hubungan kerabat, baik dari garis atas atau leluhur si mayit (ushul), garis keturunan (furu’), maupun hubungan kekerabatan garis menyimpang (hawasyi), baik laki-laki maupun perempuan.
  2. Sebab pernikahan yang sah Yang dimaksud dengan pernikahan yang sah adalah berkumpulnya suami istri dalam ikatan pernikahan yang syah. Dari keduanya inilah muncul istilahistilah baru dalam ilmu mawaris, seperti: dzawil furudh, ashobah, dan furudh al muqaddarah.
  3. Sebab wala’ atau sebab jalan memerdekakan budak. Seseorang yang memerdekakan hamba sahaya, berhak mendapatkan warisan dari hamba sahaya tersebut kala ia meninggal dunia.  
  4. Sebab kesamaan agama Ketika seorang muslim meninggal sedangkan ia tidak memiliki ahli waris, baik ahli waris karena sebab nasab, nikah, ataupun wala (memerdekakan budak) maka harta warisannya dipasrahkan kepada baitul mal untuk maslahat umat Islam. 

3. HAL-HAL YANG MENYEBABKAN SESEORANG TIDAK MENDAPATKAN HARTA WARIS

Dalam kajian ilmu faraidh, hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan harta warisan masuk dalam pembahasan mawani’ul irs (penghalangpenghalang warisan). Penghalang yang dimaksud di sini adalah hal-hal tertentu yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan warisan, padahal pada awal mulanya ia merupakan orang-orang yang semestinya mendapatkan harta waris. Orang yang terhalang mendapatkan warisan disebut dengan mamnu’ al-irs atau mahjub bil washϔi (terhalang karena adanya sifat tertentu). Mereka adalah; pembunuh, budak, murtad, dan orang yang berbeda agama dengan orang yang meninggalkan harta warisnya. Berikut penjelasan singkat ketiga kelompok manusia yang masuk dalam kategori mamnu’ al-irs tersebut:
  1. Pembunuh  Orang yang membunuh salah satu anggota keluarganya maka ia tidak berhak mendapatkan harta warisan dari yang terbunuh. Dalam salah satu qaidah fikihiyyah dijelaskan: Artinya:”Barangsiapa yang tegesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu, maka ia tidak diperbolehkan menerima sesuatu tersebut sebagai bentuk hukuman untuknya.”. Rasulullah dalam salah satu sabdanya, menegaskan bahwa seorang pembunuh tidak akan mewarisi harta yang terbunuh. Beliau bersabda: ٌ  Artinya:”Seorang pembunuh tidak mendapatkan harta warisan sedikitpun (dari yang terbunuh)
  2. Budak Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak berhak mendapatkan harta warisan dari tuannya. Demikian juga sebaliknya, tuannya tidak berhak mendapatkan warisan dari budaknya karena ia memang orang yang tidak mempunyai hak milik sama sekali. Terkait dengan hal ini Allah berfirman: Artinya: “Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun.” (QS. An-Nahl: 75)
  3. Orang murtad Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang beragama Islam. 
  4. Perbedaan Agama Orang Islam tidak dapat mewarisi harta warisan orang kafir meskipun masih kerabat keluarganya. Demikian juga sebaliknya. Dalil syar’i terkait hal ini adalah hadits yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa seorang muslim tidak akan menerima warisan orang kafir, sebagaimana juga orang kafir tidak akan menerima warisan orang muslim. 

4. AHLI WARIS YANG TIDAK BISA GUGUR HAKNYA
Sebagaimana maklum adanya, dalam pembagian harta warisan terkadang ada ahli waris yang terhalang mendapatkan harta warisan karena sebab tertentu, dan sebagian lain ada juga yang tidak mendapatkan harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lain. Akan tetapi ada beberapa ahli waris yang haknya untuk mendapatkan warisan tidak terhalangi walaupun semua ahli waris ada. Mereka adalah: 
  1. Anak laki-laki
  2. Anak perempuan
  3. Bapak
  4. Ibu
  5. Suami
  6. Istri

5. PERMASALAHAN AHLI WARIS

a. Klasifikasi ahli waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta warisan baik laki-laki maupun perempuan. Selain beberapa ahli waris yang haknya untuk mendapatkan warisan tidak terhalang, diantara mereka ada yang disebut dengan beberapa pengistilahan berikut: 
  • Dzawil furudh yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu, 
  • Ashobah yaitu ahli waris yang mendapatkan sisa harta warisan, 
  • Mahjub yaitu ahli waris yang terhalang mendapatkan harta warisan karena adanya ahli waris yang lain
Yang termasuk ahli waris laki-laki ada lima belas orang, yaitu: 
  1. Suami 
  2. Anak laki-laki
  3. Cucu laki-laki
  4. Bapak
  5. Kakek dari bapak sampai ke atas
  6. Saudara laki-laki kandung
  7. Saudara laki-laki seayah
  8. Saudara laki-laki seibu
  9. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
  10. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
  11. Paman sekandung dengan bapak
  12. Paman seayah dengan bapak
  13. Anak laki-laki paman sekandung dengan bapak 
  14. Anak laki-laki paman seayah dengan bapak
  15. Orang yang memerdekakan
Jika semua ahli waris laki-laki di atas ada semua, maka yang mendapat warisan adalah suami, anak laki-laki, dan bapak, sedangkan yang lain terhalang

Adapun ahli waris perempuan yaitu : 
  1. Istri
  2. Anak perempuan
  3. Cucu perempuan dari anak laki-laki
  4. Ibu
  5. Nenek dari Ibu
  6. Nenek dari bapak
  7. Seudara perempuan kandung
  8. Saudara perempuan seayah
  9. Saudara perempuan seibu
  10. Orang perempuan yang memerdekakan
Jika ahli waris perempuan ini semua ada, maka yang mendapat bagian harta warisan adalah : istri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki dan saudara perempuan kandung. Selanjutnya, jika seluruh ahli waris ada baik laki-laki maupun perempuan yang mendapat bagian adalah suami/istri, bapak/ibu dan anak (laki-laki dan perempuan).

b. Furudhul Muqaddarah

Yang dimaksud dengan furudhul muqaddarah adalah bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan al-Qur’an bagi beberapa ahli waris tertentu. Bagianbagian tertentu tersebut ada 6 yaitu: ْ 
  1. 1/2
  2. 1/4 
  3. 1/8
  4. 1/3
  5. 2/3
  6. 1/6
c. Dzawil Furudz
Dzawil furudh adalah beberapa ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu sebagaimana tersebut di atas. Mereka diistilahkan juga dengan ashabul furudh. Adapun rincian bagian-bagian tertentu tersebut sebagaimana dipaparkan dalam al-Qur’an adalah: 

Ahli waris yang mendapat bagian ½, ada lima ahli waris, yaitu: 
  1. Anak perempuan (tunggal), dan jika tidak ada anak laki-laki. 
  2. Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki selama tidak ada : - Anak laki-laki; - Cucu laki-laki dari anak laki-laki; 
  3. Saudara perempuan kandung tunggal, jika tidak ada : - Anak laki-laki atau anak perempuan; - Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki; - Bapak; - Kakek ( bapak dari bapak ); - Saudara laki-laki sekandung.
  4. Saudara perempuan seayah tunggal, dan jika tidak ada : - Anak laki-laki atau anak perempuan; - Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki; - Bapak; - Kakek ( bapak dari bapak ); - Saudara perempuan sekandung. - saudara laki-laki sebapak.
  5. Suami, jika tidak ada : - Anak laki-laki atau perempuan - Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
Ahli waris yang mendapat bagian ¼ 
  1. Suami, jika ada : - Anak laki-laki atau perempuan - Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki 
  2. Istri (seorang atau lebih), jika ada : - Anak laki-laki atau perempuan - Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
Ahli waris yang mendapat bagian 1/8 
  1. Ahli waris yang mendapat bagian 1//8 adalah istri baik seorang atau lebih, jika ada : - Anak laki-laki atau perempuan - cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
Ahli waris yang mendapat bagian 2/3 
  1. Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak mempunyai saudara laki-laki. 
  2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan atau cucu laki-laki dari anak laki-laki. 
  3. Dua orang saudara perempuan kandung atau lebih, jika tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki atau saudara lakilaki kandung. 
  4. Dua orang perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki dan saudara laki-laki seayah.
Ahli waris yang mendapat bagian 1/3 
  1. Ibu, jika yang meninggal tidak memiliki anak atau cucu dari anak lakilaki atau saudara-saudara. 
  2. Dua orang saudara atau lebih baik laki-laki atau perempuan yang seibu.
Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 
  1. Ibu, jika yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu dari anak lakilaki atau dua orang atau lebih dari saudara laki-laki atau perempuan. 
  2. Bapak, bila yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak lakilaki. 
  3. Nenek (Ibu dari ibu atau ibu dari bapak), bila tidak ada ibu. 
  4. Cucu perempuan dari anak laki-laki, seorang atau lebih, jika bersamasama seorang anak perempuan. 
  5. Kakek, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak lakilaki, dan tidak ada bapak. 
  6. Seorang saudara seibu (laki-laki atau perempuan), jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan bapak. 
  7. Saudara perempuan seayah seorang atau lebih, jika yang meninggal dunia mempunyai saudara perempuan sekandung dan tidak ada saudara laki-laki sebapak.

Ahi waris yang tergolong dzawil furudh dan kemungkinan bagian masingmasing adalah sebagai berikut : 
  1. Bapak mempunyai tiga kemungkinan; - 1/6 jika bersama anak laki-laki. - 1/6 dan ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. - ashabah jika tidak ada anak. 
  2. Kakek (bapak dari bapak) mempunyai 4 kemungkinan - 1/6 jika bersama anak laki-laki atau perempuan - 1/6 dan ashabah jika bersama anak laki-laki atau perempuan - Ashabah ketika tidak ada anak atau bapak. - Mahjub atau terhalang jika ada bapak. 
  3. Suami mempunyai dua kemungkinan; - 1/2 jika yang meninggal tidak mempunyai anak. - 1/4 jika yang meninggal mempunyai anak. 
  4. Anak perempuan mempunyai tiga kemungkinan; - 1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak laki-laki. - 2/3 jika dua orang atau lebih dan jika tidak ada anak laki-laki. - menjadi ashabah, jika bersamanya ada anak laki-laki. 
  5. Cucu perempuan dari anak laki-laki mempunyai 5 kemungkinan; - 1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki. - 2/3 jika cucu perempuan itu dua orang atau lebih dan tidak ada anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki. - 1/6 jika bersamanya ada seorang anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki. - menjadi ashabah jika bersamanya ada cucu laki-laki. - Mahjub/terhalang oleh dua orang anak perempuan atau anak laki-laki.
  6. Istri mempunyai dua kemungkinan; - 1/4 jika yang meninggal tidak mempunyai anak. - 1/8 jika yang meninggal mempunyai anak. 
  7. Ibu mempunyai tiga kemungkinan; - 1/6 jika yang meninggal mempunyai anak. - 1/3 jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau dua orang saudara. - 1/3 dari sisa ketika ahli warisnya terdiri dari suami, Ibu dan bapak, atau istri, ibu dan bapak. 
  8. Saudara perempuan kandung mempunyai lima kemungkinan - 1/2 kalau ia seorang saja. - 2/8 jika dua orang atau lebih. - ashabah kalau bersama anak perempuan. - Mahjub/tertutup jika ada ayah atau anak laki-laki atau cucu laki-laki. 
  9. Saudara perempuan seayah mempunyai tujuh kemungkinan - 1/2 jika ia seorang saja. - 2/3 jika dua orang atau lebih. - ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan. - 1/6 jika bersama saudara perempuan sekandung. - Mahjub/terhalang oleh ayah atau anak laki-laki, atau cucu laki-laki atau saudara laki-laki kandung atau saudara kandung yang menjadi ashabah. 
  10.  Saudara perempuan atau laki-laki seibu mempunyai tiga kemungkinan. - 1/6 jika seorang, baik laki-laki atau perempuan. - 1/3 jika ada dua orang atau lebih baik laki-laki atau permpuan. - Mahjub/terhalang oleh anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki, ayah atau nenek laki-laki. 
  11. Nenek (ibu dari ibu) mempunyai dua kemungkinan - 1/6 jika seorang atau lebih dan tidak ada ibu. - Mahjub/terhalang oleh ibu. 

6. ASHABAH

Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”Ashib” yang artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat/nasab. Menurut syara’ ’ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada ahli waris dzawil furudh.

Ahli waris yang menjadi ashabah mempunyai tiga kemungkinan: 
Pertama; mendapat seluruh harta waris saat ahli waris dzawil furudh tidak ada. 
Kedua: Mendapat sisa harta waris bersama ahli waris dzawil furudh saat ahli waris dzawil ada. Ketiga: tidak mendapatkan sisa harat warisan karena warisan telah habis dibagikan kepada ahli waris dzawil furudh. 

  1. ‘Ashabah Binnafsihi yaitu ahli waris yang menerima sisa harta warisan dengan sendirinya, tanpa disebabkan orang lain. Ahli waris yang masuk dalam kategori ashabah binafsihi yaitu: - Anak laki-laki - Cucu laki-laki - Ayah - Kakek - Saudara kandung laki-laki - Sudara seayah laki-laki - Anak laki-laki saudara laki-laki kandung - Anak laki-laki saudara laki-laki seayah - Paman kandung - Paman seayah - Anak laki-laki paman kandung - Anak laki-laki paman seayah - Laki-laki yang memerdekakan budak. Apabila semua ashabah ada, maka tidak semua ashabah mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang (para ashabah) yang lebih dekat pertaliannya dengan orang yang meninggal. Jadi, penentuannya diatur menurut nomor urut tersebut di atas. Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan, maka mereka mengambil semua harta ataupun semua sisa. Cara pembagiannya ialah untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan. 
  2. 'Ashabah Bilghair yaitu anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, yang menjadi ashabah jika bersama saudara laki-laki mereka masing-masing (Ashabah dengan sebab terbawa oleh laki-laki yang setingkat). Berikut keterangan lebih lanjut terkait beberapa perempuan yang menjadi ashabah dengan sebab orang lain: a) Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah. c) Saudara laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah. d) Saudara laki-laki sebapak, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah. Ketentuan pembagian harta waris dalam ashabah bil ghair, “bagian pihak laki-laki (anak, cucu, saudara laki-laki) dua kali lipat bagian pihak perempuan (anak, cucu, saudara perempuan)”.
  3. ‘Ashabah Ma’algha’ir ( ‘ashabah bersama orang lain ) yaitu ahli waris perempuan yang menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain. Mereka adalah : a) Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan anak perempuan (seorang atau lebih) atau cucu perempuan dari anak laki-laki. b) Saudara perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki.

7. HIJAB

Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang, baik penghapusan sama sekali ataupun pengurangan bagian harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat pertaliaannya (hubungannya) dengan orang yang meninggal. 
  1. Hijab hirman yaitu penghapusan seluruh bagian, karena ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang meninggal. Contohnya cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.
  2. Hijab nuqshon yaitu pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris lain yang menyertai, Contoh: ibu mendapat 1/3 bagian, tetapi kala yang meninggal mempunyai anak atau cucu atau beberapa saudara, maka bagian ibu berubah menjadi 1/6
Dengan demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak mendapat bagian) yang disebut mahjub hirman, ada ahli waris yang hanya bergeser atau berkurang bagiannya yang disebut mahjub nuqshan. Ahli waris yang terakhir ini tidak akan terhalang meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap akan mendapat bagian harta warisan meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli waris dekat yang disebut al-aqrabun. Mereka terdiri dari: suami atau istri, anak laki-laki dan anak perempuan, ayah dan ibu. 

Ahli waris yang Terhalang: Berikut di bawah ini ahli waris yang terhijab atau terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal. Mereka adalah: 
  1. Kakek (ayah dari ayah) terhijab/terhalang oleh ayah. Jika ayah masih hidup maka kakek tidak mendapat bagian. 
  2. Nenek (ibu dari ibu) terhijab /terhalang oleh ibu. 
  3. Nenek dari ayah, terhijab/terhalang oleh ayah dan juga oleh ibu. 
  4. Cucu dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh anak laki-laki.
  5. Saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki - cucu laki-laki dari anak laki-laki - ayah 
  6. saudara kandung perempuan terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki - ayah 
  7. saudara ayah laki-laki dan perempuan terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki - anak laki-laki dan anak laki-laki - ayah - saudara kandung laki-laki - saudara kandung perempuan - anak perempuan - cucu perempuan.
  8. Saudara seibu laki-laki/perempuan terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki atau perempuan - cucu laki-laki atau perempuan - ayah - kakek
  9. Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki - cucu laki-laki - ayah - kakek - saudara kandung laki-laki - saudara seayah laki-laki 
  10. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki - cucu laki-laki - ayah - kakek - saudara kandung laki-laki - saudara seayah laki-laki 
  11. Paman (saudara laki-laki sekandung ayah) terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki - cucu laki-laki - ayah - kakek - saudara kandung laki-laki - saudara seayah laki-laki 
  12. Paman (saudara laki-laki sebapak ayah) terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki - cucu laki-laki - ayah - kakek - saudara kandung laki-laki - saudara seayah laki-laki 
  13. Anak laki-laki paman sekandung terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki - cucu laki-laki - ayah - kakek - saudara kandung laki-laki - saudara seayah laki-laki 
  14. Anak laki-laki paman seayah terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki - cucu laki-laki - ayah - kakek - saudara kandung laki-laki - saudara seayah laki-laki 
  15. Cucu perempuan dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh : - anak laki-laki - dua orang perempuan jika cucu perempuan tersebut tidak bersaudara laki-laki yang menjadikan dia sebagai ashabah

8. TATA CARA PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARISAN

Sebelum membagi harta warisan, terdapat beberapa hal yang perlu diselesaikan terlebih dahulu oleh ahli waris. Hal pertama yang perlu dilakukan saat membagi harta warisan adalah menentukan harta warisan itu sendiri, yakni harta pribadi dari orang yang meninggal, bukan harta orang lain. Setelah jelas harta warisannya, para ahli waris harus menyelesaikan beberapa kewajiban yang mengikat muwaris, antara lain: biaya perawatan jenazah dan pelunasan utang piutang. Hutang kepada Allah, misalnya, zakat, ibadah haji, kafarat dan lain sebagainya. Hutang kepada manusi baik berupa uang atau bentuk utang lainnya. Pelaksanaan Wasiat Wajib menunaikan seluruh wasiat muwaris selama tidak melebihi sepertiga dari jumlah seluruh harta peninggalan, meskipun muwaris menghendaki lebih. Dalam surat An-Nisa ayat 12 Allah berfirman: Artinya “Sesudah dipenuhi wasiat dan sesudah dibayar utangnya” (QS. An Nisa : 12).

Menetapkan Ahli Waris yang Mendapat Bagian Pada uraian di muka sudah diterangkan tentang ketentuan bagian masingmasing ahli waris. Di antara mereka ada yang mendapat ½ , ¼, 1/8, 1/3, 2/3 dan 1/6. Kita lihat bahwa semua bilangan tersebut adalah bilangan pecahan. Cara pelaksanaan pembagian warisannya adalah dengan cara menetukan dan mengidentiϐikasi ahli waris yang ada, kemudian menentukan di antara mereka yang termasuk : - Ahli warisnya yang meninggal; - Ahli waris yang terhalang karena sebab-sebab tertentu, seperti membunuh, perbedaan agama, dan menjadi budak. - Ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal; - Ahli waris yang berhak mendapatkan warisan. Cara pelaksanaan pembagian: jika seorang mendapat bagian 1/3 dan mendapat bagian ½, maka pertama-tama kita harus mencari KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari bilangan tersebut. KPK dari kedua bilangan tersebut adalah 6, yaitu bilangan yang dapat dibagi dengan angka 3 dan 2. 



Kerjakan Tugas Berikut ini

Klik link


Selamat Mengerjakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUTIARA HIKMAH