Rabu, 26 Agustus 2020

BUGHAT

 

BAB III

BUGHAT

 

KOMPETENSI INTI

Kompetensi Inti 1 (Sikap Spiritual)

a. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

Kompetensi Inti 2 (Sikap Sosial)

b. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

Kompetensi Inti 3 (Pengetahuan)

c. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

Kompetensi Inti 4 (Keterampilan)

d. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

 

KOMPETENSI DASAR

1.3 Menghayati hikmah ketentuan Islam tentang larangan bughat

2.3 Mengamalkan sikap taat dan nasionalisme sebagai implementasi dari pengetahuan larangan bugat

5.1 Menganalisis ketentuan tentang larangan bughat

4.3 Menyajikan contoh-contoh hasil analisis larangan bugat

 

INDIKATOR

1.3.1 Meyakini terdapat ketentuan Islam yang melarang tindakan Bugat

1.3.2 Menyebarkan ketentuan Islam akan larangan tindakan Bugat

2.3.1 Menjadi teladan dalam bersikap dan bernasionalisme sebagai implementasi dari pengetahuan larangan Bugat

2.3.2 Membela NKRI sebagai bentuk nasionalisme dari pengetahuan larangan Bugat

5.1.1 Membandingkan ketentuan tentang larangan bughat

5.1.2 Menguji ketentuan tentang larangan bughat

4.3.1 Menyusun bahan presentasi contoh-contoh hasil analisis larangan Bugat

4.3.2 Mempresentasikan contoh-contoh hasil analisis larangan Bugat

 

PETA KONSEP

 


 

PRAWACANA

Maraknya semangat keberislaman di dunia tidak terlepas kepada Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami fenomena keberagamaan yang menguat. Fenomena ekonomi Islam, berkembangpula kepada produk-produk yang berbau agama seperi, hijab syar'I, amalan Sunnah, wisata halal, hijrah dikalangan anakanak muda dan berbagai keberagamaan lainnya. Satu sisi fenomena ini mengembirakan tetapi disis lain juga menyedihkan.

Penguatan simbol-simbol Islam seharusnya diiringi dengan nilai-nilai ahlak yang luhur, trutama dalam hal kehidupan bertetangga, berbagsa dan bernegara. Bagaimana Islam itu diamalkan di negara yang multi agama, Bahasa, suku, pulau dan berbagai macam kebudyaan yang berbeda. Keberagaman yang ditampilkan dengan smbol-simbol tersebut merambah pula dalam bernegara. Susbtansi keberagamaan seperti itu dalam bernegara adalah positif, akan tetapi banyaknya kalangan milenial yang kurang memahami substassi agama yang baik dan benar, seakan bernegara di Indonesia tidak sesuai dengan Islam.

Ada beberap alasan seperti sitemnya yang tidak berlandaskan al-Quran atau negaranya tidak syariah, bahkan terdapat pula kelompok-kelompok yang mengatakan negara Indonesia adalah negara taghut, hal ini meimbulkan riak-iak yang mengancam kemanana negara, bahakan terdapat indikasi melawan negara dalam hal ini membrontak (Bugat) terhadap pemerintahan yang sah berdasarkan konstitusi. Oleh karena itu dalam bab ini akan dibahas tentang bagaimana pandangan fikih terhadap pelaku Bugat (pemberontak). Lalu apa bahaya dan hikmah dibalik pemberontakn sekelompok kecil tersebut. Disinilah point-point utama pembahasan tentang

 

A.   Bugat

1.    Pengertian Bugat

Secara terminologi kata Bugat بغاة adalah bentuk jamak dari البغي yang merupakan isim fail (kata benda yang menunjukkan pelaku), berasal dari kata (بغي fi’il madi), ( يبغي fi’il mudari’) dan ( –  بُغْية    بَغْيًا mashdar). Kata بغي  mempunyai banyak makna, antara lain (َ  طلب  mencari, menuntut), ( الظالم  orang yang berbuat zalim) ( المعثدي ْorang yang melampaui batas), atau ( الظالم المسثعلي  orang yang berbuat zalim dan menyombongkan diri).

Al-Zamakhsyari mendefinisikan kata al-bagyu yang merupakan bentuk mashdar dari kata al-Bugat dengan melampaui batas, perbuatan zhalim,dan menolak perdamaian. Ibnu Katsir mendefinisikan al-Bagyu dengan menolak kebenaran dan merendahkan atau menganggap remeh kepada manusia lainnya, permusuhan terhadap manusia. Sedangkan al-Zuhaily mengatakan pemberontakan adalah sikap seseorang yang keluar dari ketundukan dan kepatuhan kepada pemimpin (pemerintah) dengan melakukan perlawanan dan revolusi bersenjata, atau pembangkangan terhadap pemimpin dengan menggunakan kekerasan.

Adapun Bugat dalam pengertian syara’ adalah orang-orang yang menentang atau memberontak pemimpin Islam yang terpilih secara sah. Sebagaimana kalangan Syafi’iyah mendefinisikan bahwa al-Bugat adalah orang-orang yang memberontak kepada pemimpin walaupun ia bukan pemimpin yang adil dengan suatu ta’wil yang diperbolehkan (ta’wil sâ’igh), mempunyai kekuatan (syaukah).

Tindakan yang dilakukan Bugat bisa berupa memisahkan diri dari pemerintahan yang sah, membangkang perintah pemimpin, atau menolak berbagai kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Al-Qurthubi mendefinisikan Bugat sebagai keluarnya sekelompok orang untuk menentang dan menyerang imam yang ‘adil, yang diperangi setelah sebelumnya diserukan untuk kembali (ruju’) kepada ketaatan.

Seorang baru bisa dikategorikan sebagai Bugat dan dikenai had Bugat jika beberapa kriteria ini melekat pada diri mereka:

a.    Memiliki kekuatan, baik berupa pengikut maupun senjata. Dari kriteria ini bisa disimpulkan bahwa penentang imam yang tak memiliki kekuatan dan senjata tidak bisa dikategorikan sebagai Bugat.

b.    Memiliki takwil (alasan) atas tindakan mereka keluar dari kepemimpinan imam atau tindakan mereka menolak kewajiban.

c.    Memiliki pengikut yang setia kepada mereka.

d.    Memiliki imam yang ditaati.

2.    Tindakan Hukum Terhadap Bugat

Para Bugat harus diusahakan sedemikian rupa agar sadar atas kesalahan yang mereka lakukan, hingga akhirnya mau kembali taat kepada imam dan melaksanakan kewajiban mereka sebagai warga negara.

Proses penyadaran kepada mereka harus dimulai dengan cara yang paling halus. Jika cara tersebut tidak berhasil maka boleh digunakan cara yang lebih tegas. Jika cara tersebut masih juga belum berhasil, maka digunakan cara yang paling tegas. Berikut urutan tindakan hukum terhadap Bugat sesuai ketentuan fikih Islam:

a.    Mengirim utusan kepada mereka agar diketahui sebab–sebab pemberontakan yang mereka lakukan. Apabila sebab-sebab itu karena ketidaktahuan mereka atau keraguan mereka, maka mereka harus diyakinkan hingga ketidaktahuan atau keraguan itu hilang.

b.    Apabila tindakan pertama tidak berhasil, maka tindakan selanjutnya adalah menasihati dan mengajak mereka agar mau mentaati imam yang sah.

c.    Jika usaha kedua tidak berhasil, maka usaha selanjutnya adalah memberi ultimatum atau ancaman bahwa mereka akan diperangi. Jika setelah munculnya ultimatum itu mereka meminta waktu, maka harus diteliti terlebih dahulu apakah waktu yang diminta tersebut akan digunakan untuk memikirkan kembali pendapat mereka, atau sekedar untuk mengulur waktu. Jika ada indikasi jelas bahwa mereka meminta penguluran waktu untuk merenungkan pendapatpendapat mereka, maka mereka diberi kesempatan, akan tetapi sebaliknya, jika didapati indikasi bahwa mereka meminta penguluran waktu hanya untuk mengulur-ulur waktu maka mereka tak diberi kesempatan untuk itu.

d.    Jika mereka tetap tidak mau taat, maka tindakan terakhir adalah diperangi sampai mereka sadar dan taat kembali.

3.    Status Hukum Pembrontak (pelaku Bugat)

Kalangan Bugat tidak dihukumi kafir. Hukuman bagi pelaku Bugat secara jelas telah disebutkan dalam alQuran yaitu diperangi, Sebagaimna Al-Quran menegaskan dalam surat al-Hujurat [49]: 9


وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنۢ بَغَتْ إِحْدَىٰهُمَا عَلَى ٱلْأُخْرَىٰ فَقَٰتِلُوا۟ ٱلَّتِى تَبْغِى حَتَّىٰ تَفِىٓءَ إِلَىٰٓ أَمْرِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن فَآءَتْ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا بِٱلْعَدْلِ وَأَقْسِطُوٓا۟ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ

Artinya: "Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”(Q.S. al-Hujarat [49]: 4)

Pembrontak yang taubat, taubatnya diterima dan ia tidak boleh dibunuh. Oleh sebab itu, para Bugat yang tertawan tidak boleh diperlakukan secara sadis, lebihlebih dibunuh. Mereka cukup ditahan saja hingga sadar. Adapun harta mereka yang terampas tidak boleh disamakan dengan ganimah. Karena setelah mereka sadar, harta tersebut kembali menjadi harta mereka. Bahkan jika didapati kalangan Bugat yang terluka saat perang, mereka tidak boleh serta merta dibunuh. Terkait hal ini terdapat hadis Nabi Muhammad Saw; َ

Artinya: " dari Ibnu 'Umar bahwasannya Nabi berkata kepada Ibnu Mas'ud: Wahai anak Ibu hamba (Allah), bagaimana hukum orang yang mendurhaka dari umatku? Aku berkata: Allah dn Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: Mereka yang lari tidak diikuti, yang terluka tidak segera dibunuh, dan yang tertawan tidak dibunuh. (HR. Bukhâri: 6885)

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan bahwa kala terjadi perang Jamal, Ali menyuruh agar diserukan: “Yang telah mengundurkan diri jangan dikejar, yang lukaluka jangan segera dimatikan, yang tertangkap jangan dibunuh, dan barang siapa yang meletakkan senjatanya harus diamankan.

4.    Hukum Memerangi Bughah dan Batasannya.

Para ulama membagi perang terhadap kaum Bughāh dalam 2 kategori hukum:

a.    Bughah wajib diperangi.

b.    Bughah mubah (boleh) diperangi.

Mereka yang hukumnya wajib diperangi adalah yang melakukan salah satu dari tindakan berikut:

1)    Menyerang wanita dalam kawasan Ahlu al‘adli, yaitu suatu perkampungan di mana masyarakat sipil biasa hidup.

2)    Merintangi atau menghambat perjuangan jihad melawan kaum musyrik.

3)    Mengambil bagian dari baitul mal muslimin secara tidak sah.

4)    Tidak mau menyerahkan hak yang telah diwajibkan atas mereka. Baik menyangkut hak Allah seperti zakat, maupun hak makhluk seperti pajak, hutang, dll.

5)    Secara jelas mengadakan pembangkangan untuk menjatuhkan Imam/ pemimpin yang telah sah dibai'at dan wajib ditaati. Sesuai dengan hadis:

Artinya : dari Nafi’ ….. Abdullah bin Umar mendengarkan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. bersabda “Barang siapa yang menarik dirinya dari ketaatan kepada Imam, maka pada hari kiamat dia tidak akan memiliki hujjah dihadapan Allah. Dan barang siapa mati sementara ia tidak ikut serta dalam bai’at, maka kematiannya seperti mati jahiliyah.” (H.R. Muslim)

Masih diperselisihkan oleh para fuqahā adalah orang-orang yang mengadakan pemisahan diri dari jama'ah Muslimin dan tidak mau menyerahkan zakat, kecuali kepada sesama golongan mereka (kaum Bughāh). Imam Syafi’i dalam qaul qadiīmnya berpendapat mereka wajib diperangi atas dasar pendapat bahwa zakat wajib diserahkan kepada baitul mal muslimin. Namun dalam qaul jadid Syafi’i berpendapat mereka mubah diperangi atas dasar pendapat bahwa penyerahan zakat ke baitul mal adalah sunat dan tidak wajib.

5.    Hikmah hukuman bagi Bugat

Adapun hikmah dari hukum Bugat antara lain sebagai berikut:

a.    Seseorang atau sekelompok organisasi tidak akan mudah memusuhi/ membangang dengan membrontak terhadap negara yang terbentuk secara sah. Mereka akan menerima sanksi diperangi oleh negara yang sah dan juga tidak dapat menikmati kehidupan yang bebas dan damai di Negara yang mereka tinggal.

b.    Seseorang atau sekelompok organisasi akan memahami betapa hukum Islam benar-benar melindungi kedaulatan negara yang sah secara hukum. Karena kehadiran negara yang damai dan adil dapat mengantarkan umat manusia beragama yang damai dan tenram.

c.    Menghindarkan manusia/ sekelompok organisasi dari berbuat kesemena-menaan yang tidak melewati jalur konstitusi yang diakui negara. Oleh karena itu pembrontak sangat berbahaya bagi keutuhan suatu bangsa dan negara yang sah.

d.    Membuat jera pelaku Bugat untuk tidak membrontak dan dapat kembali dan taubat mengakui Negara yang sah secara konstitusional dan hukum Islam.

e.    Jika terdapat perbedaan pendapat terkait dengn pemerintahan,maka harus disalurkan dengan cara-cara yang benar.

 

TUGAS SISWA

1.    Coba perhatikan berita-berita atau informasi lainnya yang disekeliling kita!

a.    Sebutkan contoh 2 kasus yang temasuk kategori tindakan Bugat (pembrontakan), contoh dapat dicari dalam sejarah Indonesia sampai sekarang

b.    Kemudian setelah contoh-contoh diatas didapatkan, berikan alasan masing-masing berdasarkan info/berita diatas mengapa tindakan Bugat tersebt dilakukan?

 

Ketik

Nama :

Kelas :

Kirimkan jawabanmu melalui WAPRI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUTIARA HIKMAH