BAB
III
BUGHAT
KOMPETENSI
INTI
Kompetensi Inti 1
(Sikap Spiritual)
a. Menghayati dan
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
Kompetensi Inti 2
(Sikap Sosial)
b. Menunjukkan perilaku
jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran,
damai), santun, responsif, dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia
Kompetensi Inti 3
(Pengetahuan)
c. Memahami, menerapkan,
menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
Kompetensi Inti 4
(Keterampilan)
d. Mengolah, menalar,
dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda
sesuai kaidah keilmuan
KOMPETENSI
DASAR
1.3 Menghayati hikmah
ketentuan Islam tentang larangan bughat
2.3 Mengamalkan sikap taat dan
nasionalisme sebagai implementasi dari pengetahuan larangan bugat
5.1 Menganalisis ketentuan
tentang larangan bughat
4.3 Menyajikan contoh-contoh
hasil analisis larangan bugat
INDIKATOR
1.3.1 Meyakini terdapat
ketentuan Islam yang melarang tindakan Bugat
1.3.2 Menyebarkan ketentuan
Islam akan larangan tindakan Bugat
2.3.1 Menjadi teladan dalam
bersikap dan bernasionalisme sebagai implementasi dari pengetahuan larangan Bugat
2.3.2 Membela NKRI sebagai
bentuk nasionalisme dari pengetahuan larangan Bugat
5.1.1 Membandingkan ketentuan
tentang larangan bughat
5.1.2 Menguji ketentuan
tentang larangan bughat
4.3.1 Menyusun bahan
presentasi contoh-contoh hasil analisis larangan Bugat
4.3.2 Mempresentasikan
contoh-contoh hasil analisis larangan Bugat
PETA
KONSEP
PRAWACANA
Maraknya
semangat keberislaman di dunia tidak terlepas kepada Indonesia. Dalam beberapa
tahun terakhir Indonesia mengalami fenomena keberagamaan yang menguat. Fenomena
ekonomi Islam, berkembangpula kepada produk-produk yang berbau agama seperi,
hijab syar'I, amalan Sunnah, wisata halal, hijrah dikalangan anakanak muda dan
berbagai keberagamaan lainnya. Satu sisi fenomena ini mengembirakan tetapi
disis lain juga menyedihkan.
Penguatan
simbol-simbol Islam seharusnya diiringi dengan nilai-nilai ahlak yang luhur,
trutama dalam hal kehidupan bertetangga, berbagsa dan bernegara. Bagaimana
Islam itu diamalkan di negara yang multi agama, Bahasa, suku, pulau dan
berbagai macam kebudyaan yang berbeda. Keberagaman yang ditampilkan dengan
smbol-simbol tersebut merambah pula dalam bernegara. Susbtansi keberagamaan
seperti itu dalam bernegara adalah positif, akan tetapi banyaknya kalangan
milenial yang kurang memahami substassi agama yang baik dan benar, seakan
bernegara di Indonesia tidak sesuai dengan Islam.
Ada
beberap alasan seperti sitemnya yang tidak berlandaskan al-Quran atau negaranya
tidak syariah, bahkan terdapat pula kelompok-kelompok yang mengatakan negara
Indonesia adalah negara taghut, hal ini meimbulkan riak-iak yang mengancam
kemanana negara, bahakan terdapat indikasi melawan negara dalam hal ini
membrontak (Bugat) terhadap pemerintahan yang sah berdasarkan konstitusi. Oleh
karena itu dalam bab ini akan dibahas tentang bagaimana pandangan fikih
terhadap pelaku Bugat (pemberontak). Lalu apa bahaya dan hikmah dibalik
pemberontakn sekelompok kecil tersebut. Disinilah point-point utama pembahasan
tentang
A. Bugat
1.
Pengertian
Bugat
Secara terminologi kata Bugat بغاة
adalah bentuk jamak dari البغي yang merupakan isim fail (kata benda yang
menunjukkan pelaku), berasal dari kata (بغي fi’il madi), ( يبغي fi’il mudari’)
dan ( – بُغْية – بَغْيًا
mashdar). Kata بغي mempunyai banyak
makna, antara lain (َ طلب mencari, menuntut), ( الظالم orang yang berbuat zalim) ( المعثدي ْorang
yang melampaui batas), atau ( الظالم المسثعلي
orang yang berbuat zalim dan menyombongkan diri).
Al-Zamakhsyari mendefinisikan
kata al-bagyu yang merupakan bentuk mashdar dari kata al-Bugat dengan melampaui
batas, perbuatan zhalim,dan menolak perdamaian. Ibnu Katsir mendefinisikan
al-Bagyu dengan menolak kebenaran dan merendahkan atau menganggap remeh kepada
manusia lainnya, permusuhan terhadap manusia. Sedangkan al-Zuhaily mengatakan
pemberontakan adalah sikap seseorang yang keluar dari ketundukan dan kepatuhan
kepada pemimpin (pemerintah) dengan melakukan perlawanan dan revolusi
bersenjata, atau pembangkangan terhadap pemimpin dengan menggunakan kekerasan.
Adapun Bugat dalam pengertian
syara’ adalah orang-orang yang menentang atau memberontak pemimpin Islam yang
terpilih secara sah. Sebagaimana kalangan Syafi’iyah mendefinisikan bahwa al-Bugat
adalah orang-orang yang memberontak kepada pemimpin walaupun ia bukan pemimpin
yang adil dengan suatu ta’wil yang diperbolehkan (ta’wil sâ’igh), mempunyai
kekuatan (syaukah).
Tindakan yang dilakukan Bugat
bisa berupa memisahkan diri dari pemerintahan yang sah, membangkang perintah
pemimpin, atau menolak berbagai kewajiban yang dibebankan kepada mereka.
Al-Qurthubi mendefinisikan Bugat sebagai keluarnya sekelompok orang untuk
menentang dan menyerang imam yang ‘adil, yang diperangi setelah sebelumnya
diserukan untuk kembali (ruju’) kepada ketaatan.
Seorang baru bisa
dikategorikan sebagai Bugat dan dikenai had Bugat jika beberapa kriteria ini
melekat pada diri mereka:
a. Memiliki
kekuatan, baik berupa pengikut maupun senjata. Dari kriteria ini bisa
disimpulkan bahwa penentang imam yang tak memiliki kekuatan dan senjata tidak
bisa dikategorikan sebagai Bugat.
b. Memiliki
takwil (alasan) atas tindakan mereka keluar dari kepemimpinan imam atau tindakan
mereka menolak kewajiban.
c. Memiliki
pengikut yang setia kepada mereka.
d. Memiliki
imam yang ditaati.
2.
Tindakan
Hukum Terhadap Bugat
Para Bugat harus diusahakan
sedemikian rupa agar sadar atas kesalahan yang mereka lakukan, hingga akhirnya
mau kembali taat kepada imam dan melaksanakan kewajiban mereka sebagai warga
negara.
Proses penyadaran kepada
mereka harus dimulai dengan cara yang paling halus. Jika cara tersebut tidak
berhasil maka boleh digunakan cara yang lebih tegas. Jika cara tersebut masih juga
belum berhasil, maka digunakan cara yang paling tegas. Berikut urutan tindakan
hukum terhadap Bugat sesuai ketentuan fikih Islam:
a. Mengirim
utusan kepada mereka agar diketahui sebab–sebab pemberontakan yang mereka
lakukan. Apabila sebab-sebab itu karena ketidaktahuan mereka atau keraguan
mereka, maka mereka harus diyakinkan hingga ketidaktahuan atau keraguan itu
hilang.
b. Apabila
tindakan pertama tidak berhasil, maka tindakan selanjutnya adalah menasihati
dan mengajak mereka agar mau mentaati imam yang sah.
c. Jika
usaha kedua tidak berhasil, maka usaha selanjutnya adalah memberi ultimatum
atau ancaman bahwa mereka akan diperangi. Jika setelah munculnya ultimatum itu
mereka meminta waktu, maka harus diteliti terlebih dahulu apakah waktu yang
diminta tersebut akan digunakan untuk memikirkan kembali pendapat mereka, atau
sekedar untuk mengulur waktu. Jika ada indikasi jelas bahwa mereka meminta
penguluran waktu untuk merenungkan pendapatpendapat mereka, maka mereka diberi
kesempatan, akan tetapi sebaliknya, jika didapati indikasi bahwa mereka meminta
penguluran waktu hanya untuk mengulur-ulur waktu maka mereka tak diberi
kesempatan untuk itu.
d. Jika
mereka tetap tidak mau taat, maka tindakan terakhir adalah diperangi sampai
mereka sadar dan taat kembali.
3.
Status
Hukum Pembrontak (pelaku Bugat)
Kalangan Bugat tidak dihukumi
kafir. Hukuman bagi pelaku Bugat secara jelas telah disebutkan dalam alQuran
yaitu diperangi, Sebagaimna Al-Quran menegaskan dalam surat al-Hujurat [49]: 9
وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟
فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنۢ بَغَتْ إِحْدَىٰهُمَا عَلَى ٱلْأُخْرَىٰ فَقَٰتِلُوا۟
ٱلَّتِى تَبْغِى حَتَّىٰ تَفِىٓءَ إِلَىٰٓ أَمْرِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن فَآءَتْ فَأَصْلِحُوا۟
بَيْنَهُمَا بِٱلْعَدْلِ وَأَقْسِطُوٓا۟ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
Artinya:
"Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim
terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim
itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu
telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan
adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil.”(Q.S. al-Hujarat [49]: 4)
Pembrontak yang taubat,
taubatnya diterima dan ia tidak boleh dibunuh. Oleh sebab itu, para Bugat yang
tertawan tidak boleh diperlakukan secara sadis, lebihlebih dibunuh. Mereka
cukup ditahan saja hingga sadar. Adapun harta mereka yang terampas tidak boleh
disamakan dengan ganimah. Karena setelah mereka sadar, harta tersebut kembali
menjadi harta mereka. Bahkan jika didapati kalangan Bugat yang terluka saat
perang, mereka tidak boleh serta merta dibunuh. Terkait hal ini terdapat hadis
Nabi Muhammad Saw; َ
Artinya:
" dari Ibnu 'Umar bahwasannya Nabi berkata kepada Ibnu Mas'ud: Wahai anak
Ibu hamba (Allah), bagaimana hukum orang yang mendurhaka dari umatku? Aku
berkata: Allah dn Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: Mereka yang lari
tidak diikuti, yang terluka tidak segera dibunuh, dan yang tertawan tidak
dibunuh. (HR. Bukhâri: 6885)
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan
bahwa kala terjadi perang Jamal, Ali menyuruh agar diserukan: “Yang telah
mengundurkan diri jangan dikejar, yang lukaluka jangan segera dimatikan, yang
tertangkap jangan dibunuh, dan barang siapa yang meletakkan senjatanya harus
diamankan.
4.
Hukum
Memerangi Bughah dan Batasannya.
Para ulama membagi perang terhadap kaum Bughāh
dalam 2 kategori hukum:
a. Bughah
wajib diperangi.
b. Bughah
mubah (boleh) diperangi.
Mereka
yang hukumnya wajib diperangi adalah yang melakukan salah satu dari tindakan
berikut:
1) Menyerang
wanita dalam kawasan Ahlu al‘adli, yaitu suatu perkampungan di mana masyarakat
sipil biasa hidup.
2) Merintangi
atau menghambat perjuangan jihad melawan kaum musyrik.
3) Mengambil
bagian dari baitul mal muslimin secara tidak sah.
4) Tidak
mau menyerahkan hak yang telah diwajibkan atas mereka. Baik menyangkut hak
Allah seperti zakat, maupun hak makhluk seperti pajak, hutang, dll.
5) Secara
jelas mengadakan pembangkangan untuk menjatuhkan Imam/ pemimpin yang telah sah
dibai'at dan wajib ditaati. Sesuai dengan hadis:
Artinya
: dari Nafi’ ….. Abdullah bin Umar mendengarkan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw.
bersabda “Barang siapa yang menarik dirinya dari ketaatan kepada Imam, maka
pada hari kiamat dia tidak akan memiliki hujjah dihadapan Allah. Dan barang
siapa mati sementara ia tidak ikut serta dalam bai’at, maka kematiannya seperti
mati jahiliyah.” (H.R. Muslim)
Masih diperselisihkan oleh para fuqahā adalah
orang-orang yang mengadakan pemisahan diri dari jama'ah Muslimin dan tidak mau
menyerahkan zakat, kecuali kepada sesama golongan mereka (kaum Bughāh). Imam
Syafi’i dalam qaul qadiīmnya berpendapat mereka wajib diperangi atas dasar
pendapat bahwa zakat wajib diserahkan kepada baitul mal muslimin. Namun dalam
qaul jadid Syafi’i berpendapat mereka mubah diperangi atas dasar pendapat bahwa
penyerahan zakat ke baitul mal adalah sunat dan tidak wajib.
5.
Hikmah
hukuman bagi Bugat
Adapun hikmah dari hukum Bugat antara lain
sebagai berikut:
a. Seseorang
atau sekelompok organisasi tidak akan mudah memusuhi/ membangang dengan
membrontak terhadap negara yang terbentuk secara sah. Mereka akan menerima
sanksi diperangi oleh negara yang sah dan juga tidak dapat menikmati kehidupan
yang bebas dan damai di Negara yang mereka tinggal.
b. Seseorang
atau sekelompok organisasi akan memahami betapa hukum Islam benar-benar
melindungi kedaulatan negara yang sah secara hukum. Karena kehadiran negara
yang damai dan adil dapat mengantarkan umat manusia beragama yang damai dan
tenram.
c. Menghindarkan
manusia/ sekelompok organisasi dari berbuat kesemena-menaan yang tidak melewati
jalur konstitusi yang diakui negara. Oleh karena itu pembrontak sangat
berbahaya bagi keutuhan suatu bangsa dan negara yang sah.
d. Membuat
jera pelaku Bugat untuk tidak membrontak dan dapat kembali dan taubat mengakui
Negara yang sah secara konstitusional dan hukum Islam.
e. Jika
terdapat perbedaan pendapat terkait dengn pemerintahan,maka harus disalurkan
dengan cara-cara yang benar.
TUGAS SISWA
1. Coba
perhatikan berita-berita atau informasi lainnya yang disekeliling kita!
a. Sebutkan
contoh 2 kasus yang temasuk kategori tindakan Bugat (pembrontakan), contoh
dapat dicari dalam sejarah Indonesia sampai sekarang
b. Kemudian
setelah contoh-contoh diatas didapatkan, berikan alasan masing-masing
berdasarkan info/berita diatas mengapa tindakan Bugat tersebt dilakukan?
Ketik
Nama :
Kelas :
Kirimkan jawabanmu
melalui WAPRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar