Jumat, 07 Agustus 2020

HORMAT DAN PATUH KEPADA KEDUA ORANG TUA DAN GURU

 

BAB II

HORMAT DAN PATUH KEPADA KEDUA ORANG TUA DAN GURU

 

KOMPETENSI INTI (KI)

Kompetensi Inti 1 (Sikap Spiritual)
a. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

Kompetensi Inti 2 (Sikap Sosial)
b. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

Kompetensi Inti 3 (Pengetahuan)
c. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

Kompetensi Inti 4 (Keterampilan)
d. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

 

KOMPETENSI DASAR

1.2. Menghayati perintah Allah Swt. Tentang hormat dan patuh kepada kedua orang tua dan guru

2.2. Mengamalkan sikap santun dan peduli kepada kedua orang tua, guru dan masyarakat

3.2. Menganalisis QS. al-Isrā’ [17]: 23 – 24 dan QS. Luqmān [31]: 13-17 tentang sikap kepada kedua orang tua dan hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah tentang berbakti kepada kedua orang tua: dan hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abdullah bin Amr tentang keutamaan merawat kedua orang tua:

4.2.1. Mendemonstrasikan hafalan dan terjemahan ayat dan hadis tentang hormat kepada orang tua dan guru.

4.2.2. Menyajikan hasil analisis ayat-ayat dan hadis tentang berbakti kepada orang tua dengan fenomena social pada remaja masa kini.

 

TUJUAN PEMBELAJARAN

1.    Peserta didik dapat menghayati ayat al-Qur’an dan hadis tentang perilaku hormat dan patuh kepada orang tua dan guru sesuai yang terkandung dalam QS. al-Isrā’ [17]: 23–24; QS. Luqmān [31]: 13-17;

2.    Peserta didik dapat mengamalkan sikap santun dan peduli kepada kedua orang tua, guru dan masyarakat.

3.    Peserta didik dapat menganalisis kandungan QS. al-Isrā’ [17]: 23 – 24; QS. Luqmān [31]: 13-17; dan hadis tentang perilaku hormat dan patuh kepada orang tua dan guru.

4.    Peserta didik dapat menunjukkan perilaku hormat dan patuh kepada orang tua
dan guru.

 

PETA KONSEP


 

A.   Mari Merenungkan

Istilah orang tua mencakup tiga komponen. Pertama adalah orang yang menyebabkan kita lahir, yaitu ayah dan ibu. Kedua adalah orang yang mengajari kita berbagai ilmu pengetahuan, yaitu para guru, baik yang mengajari saat kita masih kecil ataupun waktu dewasa. Biasanya guru disebut orang tua rohani. Ketiga adalah orang yang menyebabkan pasangan kita lahir, yaitu bapak dan ibu mertua. Ketiga cakupan untuk istilah orang tua itu, wajib kita hormati karena jasa-jasanya yang sangat besar.

Terdapat banyak kisah nyata tentang kesuksesan orang lantaran perilaku
hormat dan taat kepada orang tua. Sebaliknya, tidak sedikit kisah nyata tentang kegagalan dan kesengsaraan orang dikarenakan perilaku durhaka kepada orang tua.

Sebagai seorang muslim, tentu kita tidak menginginkan untuk gagal dan sengsara di dunia terlebih lagi di akhirat. Kita selalu berdoa dan menginginkan untuk dapat berbahagia di dunia dan akhirat. Kita harus menghormati, menaati, dan berbakti kepada orang tua. Orang tua bukan hanya orang yang melahirkan kita, tetapi juga orang yang mendidik kita, guru-guru kita, dan orang yang anaknya kita nikahi, mertua kita kelak ketika sudah menikah.

B.   Mari Mengamati




C.   Mari Memahami

1.    QS. al-Isrā’ [17]: 23 – 24

Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan dari QS. al-Isrā’ [17]: 23-24, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya berikut ini:

 

وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

a)    Terjemah Ayat

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah eng-kau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik (QS. al-Isrā’[17]: 23 ).

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih saying dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil (QS. al-Isrā’ [17]: 24)

b)    Analisis QS. al-Isrā’ [17]: 23 – 24

Ibnu Kaṡı̄r menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk menyembah Allah semata. Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada ibu-bapak, dan melarang kita mengeluarkan katakata yang buruk kepada keduanya, sehingga kata-kata “ah” pun, yang merupakan kata-kata buruk yang paling ringan, tidak diperbolehkan. Dan melarang kita bersikap buruk kepada mereka dengan ungkapan, “Dan janganlah kamu membentak mereka”, yaitu jangan kamu menolakkan tangan kepada keduanya.

Setelah melarang mengeluarkan perkataan jelek dan melakukan perbuatan buruk terhadap kedua orang tua, Allah Swt. memerintahkan kita untuk berbuat baik, bertutur sapa baik, dan berlaku sopan santun kepada kedua orang tua dengan rasa penuh hormat dan memuliakannya.

Sementara itu, Quraisy Shihab, menyatakan bahwa ayat-ayat di atas memberi tuntunan kepada kita agar berbakti kepada kedua orang tua secara bertahap. Dimulai dengan, janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”. Lalu dilanjutkan dengan adanya keharusan mengucapkan kata-kata yang mulia. Ini lebih tinggi tingkatannya dari tuntunan yang pertama karena mengandung pesan atas penghormatan dan pengagungan melalui ucapan.

Selanjutnya meningkat lagi dengan perintah untuk berperilaku yang menggambarkan kasih sayang sekaligus kerendahan hati di hadapan kedua orang tua. Perilaku yang lahir dari rasa kasih sayang akan bisa menjadikan mata sang anak tidak lepas dari orang tua. Sang anak selalu memperhatikan dan memenuhi keinginan orang tuanya. Akhirnya sang anak dituntut untuk mendoakan orang tua sambil mengingat jasa-jasa mereka terlebih di saat masih kecil.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa surat al-Isrā’ ayat 23-24 memuat konsep pendidikan berkarakter, yaitu sistem pendidikan yang utuh dan paripurna. Di mana, yang pertama harus dilakukan adalah melaksanakan perintah Allah Swt. untuk hanya mau menyembah Allah semata. Tidak menduakan-Nya. Setelah itu, adanya keharusan untuk melaksanakan iḥsān (bakti) kepada kedua orang tua, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Swt. dengan cara bersikap baik dan sopan kepada keduanya, baik dalam ucapan maupun perbuatan, sesuai dengan yang semestinya, sehingga mereka merasa senang terhadap kita, dan mencukupi semua kebutuhan mereka secara wajar sesuai dengan kemampuan kita (sebagai anak).

 

Tugas Siswa

Pertemuan I

BAB II

 

1.    Bacalah surat Al-Isra’ 23-24 beserta artinya!

2.    Bahasakan dengan kromo inggil (Jawa Halus) pada Bapak/Ibu ketika kalian,

a.    Izin belajar kerumah teman sampai malam!

b.    Meminta uang beli paket internet untuk belajar online!

c.    Ketika tidak diperbolehkan untuk bermain keluar rumah!

  

Jawaban:

Tulis Nama:

Kelas:

Kirim Jawaban anda!

Langsung melalui Voice WApri





PERTEMUAN II

BAB II

Sabtu, 15 Agustus 2020

 

1.    QS. Luqmān [31]: 13 – 17

a.       Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan dari QS. Luqmān [31]: 13 –17, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayat dan artinya berikut ini:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ 

wa iż qāla luqmānu libnihī wa huwa ya'iẓuhụ yā bunayya lā tusyrik billāh, innasy-syirka laẓulmun 'aẓīm

13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". 

 وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ 

wa waṣṣainal-insāna biwālidaīh, ḥamalat-hu ummuhụ wahnan 'alā wahniw wa fiṣāluhụ fī 'āmaini anisykur lī wa liwālidaīk, ilayyal-maṣīr

14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

 وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ 

wa in jāhadāka 'alā an tusyrika bī mā laisa laka bihī 'ilmun fa lā tuṭi'humā wa ṣāḥib-humā fid-dun-yā ma'rụfaw wattabi' sabīla man anāba ilayy, ṡumma ilayya marji'ukum fa unabbi`ukum bimā kuntum ta'malụn

15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 

 يَٰبُنَىَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِى صَخْرَةٍ أَوْ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ أَوْ فِى ٱلْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ 

yā bunayya innahā in taku miṡqāla ḥabbatim min khardalin fa takun fī ṣakhratin au fis-samāwāti au fil-arḍi ya`ti bihallāh, innallāha laṭīfun khabīr

16. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. 

 يَٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ 

yā bunayya aqimiṣ-ṣalāta wa`mur bil-ma'rụfi wan-ha 'anil-mungkari waṣbir 'alā mā aṣābak, inna żālika min 'azmil-umụr

17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

 

b.      Analisis QS. Luqmān [31]: 13 – 17

Ayat 13 menjelaskan bahwa syarat untuk mendidik anak hendaknya dilandasi dengan lemah lembut dan kasih sayang. Kata ya’iẓuhu diambil dari kata wa’ẓ yang bermakna nasihat yang meyangkut berbagai kebajikan dengan cara menyentuh hati, dengan penyampaian yang lemah lembut, tidak membentak, dan panggilan sayang kepada anak. Kata bunayya juga mengisyaratkan kasih sayang. Hal ini tentunya juga berlaku kepada para guru dalam mendidik para peserta didiknya.

Dalam ayat 14, Allah menggambarkan kesusahan seorang ibu dalam merawat anaknya, luar bisa. Dan penggambaran jasa ibu yang sedemikian luar biasa ini, dikarenakan peranan ibu lebih berat dari ayah, mulai dari proses mengandung, hingga melahirkan, menyapih, dan merawatnya. Kata wahnan berarti kelemahan atau kerapuhan, yaitu ibu dalam kondisi sangat lemah saat mengandung anaknya.

Ayat 15 menjelaskan tentang larangan untuk taat kepada orang tua dalam hal mendurhakai Allah Swt. dan nasihat Luqman kepada anaknya tentang menolak segala bentuk kemusyrikan di manapun mereka berada. Ayat ini sekaligus juga memberitahu bahwa mempergauli keduanya dengan baik hanya terkait dalam urusan dunia, bukan keagamaan. Seperti halnya Nabi Ibrahim As. yang tetap berlaku santun kepada bapaknya sekalipun pembuat berhala, namun Nabi Ibrahim tidak sependapat dalam hal akidah dengan ayahnya.

Pada ayat 16, terdapat kata laṭīf, yang memiliki arti lembut, halus, atau kecil. Dari makna ini, muncul makna ‘ketersembunyian’ dan ‘ketelitian’. Imam al-Gazālı̄ menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini hanyalah Allah Swt. Dialah yang mengetahui perincian semua kemashlahatan dan seluk beluk rahasianya. Karena Allah Swt. Selalu menghendaki kemaslahatan untuk makhluk-Nya. Ayat ini juga tegas menggambarkan atas kekuasaan Allah Swt. dalam menghitung amal manusia betapapun sedikitnya.

Ayat 17 menjelaskan tentang adanya perintah amar-ma’rūf nahī- munkar, yang puncak dan pangkalnya adalah shalat, serta amal kebaikan yang tercermin adalah buah dari shalat yang dilaksanakan dengan benar. Kata ‘azm dari segi bahasa berarti kekuatan hati atau tekad.

 

2.    Hadits

Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan hadis Nabi, marilah kita baca dengan baik dan benar hadis riwayat Imam Muslim, juga hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim berikut ini:

a.    Riwayat Muslim 

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا فَلَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّةَ

b.    Riwayat Bukhori dan Muslim

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ وَشُعْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا حَبِيبٌ قَالَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُجَاهِدُ قَالَ لَكَ أَبَوَانِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ

1)    Terjemah Hadis I
Kami diceritakan oleh Syaiban bin Farukh dari Abu ‘Awanah dari Suhail dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Saw. Dari Abū Hurairah dari Nabi Muhammad Saw., beliau : “Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka!” lalu beliau ditanya; “Siapakah yang celaka, ya Rasūlullāh ?” Jawab Nabi : “Ba-rang siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya (namun ia tidak berbakti kepadanya dengan sebaik-baiknya), maka dia tidak akan masuk surga.” (HR. Muslim).

Terjemah Hadis II
Aku mendengar ‘Abdullā h bin ‘Amr Ra. berkata : “Seorang laki-laki dating kepada Nabi, lalu meminta izin untuk ikut berjihad. Maka beliau bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Laki-laki itu menjawab: “Iya”. Maka beliau berkata: “Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti)”

(HR. Bukhari dan Muslim).

 

c.    Analisis Hadits

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tersebut menjelaskan bahwa seseorang akan celaka ketika tidak berbakti kepada orang tua. Kata “Dia celaka” diulang oleh Rasulullah sebanyak tiga kali, yang menunjukkan bahwa celaka akan benar-benar terjadi kepada seseorang yang tidak berbakti kepada orang tua. Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya berbakti kepada kedua orang tua, terlebih lagi ketika kedua orang tua atau salah satu dari mereka masih
hidup.

Adapun hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim menjelaskan bahwa berbakti kepada kedua orang tua memiliki nilai pahala yang sangat besar. Bahkan nilai pahala berbakti kepada kedua orang tua oleh Rasulullah disamakan dengan nilai pahala jihad, berperang, dan melawan kaum kafir.

 

3.    Perilaku Orang yang Menghormati dan Mematuhi Orang dan Guru

Sebelum menerapkan perilaku menghormati dan mematuhi orang tua dan guru sebagai implementasi dari QS. al-Isrā’ [17]: 23-24; QS. Luqmān [31]: 13-17; dan hadis Nabi, terlebih dahulu kalian harus membiasakan membaca Al-Qur’an
setiap hari.

Sikap dan perilaku yang bisa diterapkan sebagai penghayatan dan pengamalan QS. al-Isrā’ [17]: 23-24 sebagai berikut.

a.       Selalu beribadah kepada Allah Swt. dan tidak menyekutukan-Nya.

b.      Membiasakan berbuat baik (iḥsān) kepada kedua orang tua.

c.       Membiasakan untuk tidak berkata-kata buruk kepada kedua orang tua.

d.      Selalu bersikap baik dan berlaku sopan santun kepada kedua orang tua dengan rasa penuh hormat dan memuliakannya.

e.       Selalu mendoakan orang tua sebagai ungkapan terima kasih anak.

Sikap dan perilaku yang bisa diterapkan sebagai penghayatan dan pengamalan QS. Luqmān [31]: 13-17 sebagai berikut.

a.        Selalu mengesakan Allah Swt. dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun

b.      Selalu berbuat baik kepada kedua orang tua, terutama ibu, karena ia telah mengandung kita dalam kepayahan, melahirkan, merawat dan mendidik kita sebagai ungkapan terima kasih kepada mereka.

c.       Membiasakan diri untuk berbuat baik dan menaati orang tua sepanjang tidak untuk berbuat maksiat kepada Allah dan menyekutukan-Nya.

d.      Selalu berbuat baik, karena sekecil apapun perbuatan kita, baik maupun jelek, pasti akan mendapat balasan dari Allah Swt.

e.       Senantiasa menjalankan salat, amar-ma’rūf nahī-munkar, dan bersabar.

Sikap dan perilaku yang bisa diterapkan sebagai penghayatan dan pengamalan hadis Nabi sebagai berikut:

a.       Selalu berbakti kepada orang tua terutama ketika mereka masih hidup, jika sudah tiadapun kita harus senantiasa mendo’akan mereka.

b.      Senantiasa berbakti kepada kedua orang tua karena nilai kebaikannya di sisi Allah Swt. disejajarkan dengan jihad.

Selain berbakti kepada orang tua, kita juga berkewajiban bersikap hormat dan patuh kepada guru. Kenapa kita harus patuh kepada bapak atau ibu guru? Jasa guru sangat besar bagi murid dan masyarakat, bahkan bagi kemajuan bangsa dan negara. Kita tidak akan menjadi pintar tanpa adanya bimbingan guru. Lebih dari itu, tugas guru tidak hanya memberikan pengajaran dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan kepada para muridnya, tetapi juga bertugas mendidik mereka, agar menjadi manusia yang baik, sehat jasmani dan rohani. Dan kelak diharapkan agar mereka menjadi warga negara yang baik, luhur budinya, cinta kepada tanah air dan bangsanya

Guru merupakan orang tua kedua karena mendidik murid-muridnya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Sebagaimana wajib hukumnya untuk mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at ajaran agama dan negara.

Untuk lebih mengingat dalil tentang menghormati dan mematuhi orang tua dan guru, kalian harus menghafal surat al-Isrā’[17]: 23-24; surat Luqmān [31]: 13-17; dan hadis dengan baik dan benar.

 

 

Tugas Siswa

Pertemuan II

BAB II

 

1.    Bacalah surat Luqman 12-17 beserta artinya dengan benar!

2.    Bacalah hadits tentang hormat dan patuh kepada orang tua dan guru beserta artinya dengan benar!

3.    Berikan alasanmu mengapa kita diwajibkan hormat dan patuh kepada orang tua dan guru?

 

 

Jawaban:

Tulis Nama:

Kelas:

Kirim Jawaban anda!

Langsung melalui WAPRI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUTIARA HIKMAH