Rabu, 10 Juni 2020

JINAYAH



BAB 1
JINAYAH DAN HIKMAHNYA



Kompetensi Inti
1.       Menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam.
2.       Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro -aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.       Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajianm yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan.
4.       Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkrit dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi Dasar
1.1.  Meyakini syariat Islam tentang hukum jinayat
1.2. Menunjukkan sikap adil dan tanggungjawab dalam penerapan materi
1.3. Hukum jinayat
1.4. Menjelaskan ketentuan Allah tentang jinayat dan hikmahnya
1.5. Menunjukkan contoh pelanggaran yang terkena ketentuan jinayat

Indikator Pembelajaran
1.       Siswa dapat menunjukkan sikap adil dan tanggung jawab dalam penerapan materi hukum jinayat.
2.       Siswa dapat menjelaskan ketentuan Allah tentang jinayat dan hikmahnya.
3.       Siswa dapat menunjukkan contoh tindak jinayat dan konsekuensi yang
didapatkan oleh pelaku tindak jinayat.



JINAYAT DAN HIKMAHNYA

Dalam ilmu fikih persoalan-persoalan mengenai perbuatan kejahatan dan sanksi hukum yang dikenakan terhadap pelakunya dibicarakan dalam bab jarimah atau uqubah. Jarimah menjangkau dua kelompok pembahasan yaitu jinayat dan hudud. Jinayat yaitu pembahasan mengenai tindak kejahatan pembunuhan dan penganiayaan serta sanksi hukumnya seperti qishash, diyat dan kaffarah. Sedangkan hudud membahas tentang tindak kejahatan selain pembunuhan dan penganiayaan seperti berzina, qadzaf, mencuri, merampok dan lain-lain serta sangsi hukum yang dikenakan atas pelakupelaku kejahatan tersebut.
             I.       JINAYAT

1.  Pembunuhan a.  Pengertian Pembunuhan

Pembunuhan secara bahasa adalah menghilangkan nyawa seseorang. Sedangkan secara istilah pembunuh adalah pebuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang baik dengan sengaja atau pun tidak sengaja, baik dengan alat yang mematikan atau pun dengan alat yang tidak mematikan, artinya melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan menggunakan alat mematikan ataupun tidak mematikan. Sejalan dengan pendapat sebagian ulama bahwa, pembunuhan merupakan suatu perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dan itu tidak dibenarkan dalam agama Islam.

b.  Macam-macam Pembunuhan

Pembunuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pembunuhan sengaja (قتَلُ العَمْدِ), pembunuhan seperti sengaja (قتَلُ شِبْهِ العَمْدِ), dan Pembunuhan (القَتْلُ الخَطإِ)Tersalah
1.      Pembunuhan sengaja (القَتْلُ العَمْدِ) yaitu pembunuhan yang telah direncanakan dengan menggunakan alat yang mematikan, baik yang melukai atau  memberatkan (mutsaqal). Dikatakan pembunuhan sengaja apabila ada niat dari pelaku sebelumnya dengan menggunakan alat atau senjata yang mematikan. Si pembunuh termasuk orang yang baligh dan yang dibunuh (korban) adalah orang yang baik.
2.      Pembunuhan seperti sengaja (القَتْلُ شِبْهِ العَمْدِ) yaitu pembunuhan seperti sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang tanpa niat membunuh dan menggunakan alat yang biasanya tidak mematikan, namun menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
3.      Pembunuhan tersalah (قتَلُ الخَطإِ ) yaitu pembunuhan yang terjadi karena salah satu dari tiga kemungkinan. Pertama; perbuatan tanpa maksud melakukan kejahatan tetapi mengakibatkan kematian seseorang., kedua; perbuatan yang mempunyai niat membunuh, namun ternyata orang tersebut tidak boleh dibunuh, ketiga; perbuatan yang pelakunya tidak bermaksud jahat, tetapi akibat kelalaiannya dapat menyebabkan kematian seseorang.

c.  Dasar Hukum Larangan Membunuh

Membunuh  adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam, karena Islam menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia. Firman Allah SWT :
وَلَا تَقْتُلُوا۟ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang benar” (QS. Al-Isra’ : 33)
Karena ada ketegasan mengenai larangan pembunuhan, maka jika ada dua pihak yang saling membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’, maka orang yang membunuh maupun yang terbunuh sama-sama akan masuk neraka. Nabi saw bersabda :  “ Pembunuh dan yang terbunuh masuk neraka “ (HR. al-Bukhari-Muslim)

d.  Hukuman bagi Pelaku Pembunuhan

Pelaku atau orang yang melakukan pembunuhan setidaknya telah melangggar tiga macam hak, yaitu; hak Allah, hak ahli waris dan hak orang yang terbunuh. Artinya, balasan di dunia diserahkan kepada ahli waris korban, apakah pembunuh akan di qishash atau dimaa kan. Jika pembunuh dimaa kan, maka wajib baginya membayar diyat kepada ahli waris korban. Sedangkan mengenai hak Allah, akan diberikan di akhirat nanti, apakah pembunuh akan dimaa kan oleh Allah SWT., karena telah melaksanakan kaffarah atau akan disiksa di akhirat kelak.
Berikut keterangan singkat tentang hukuman bagi pembunuh sesuai dengan macamnya.
1.       Pembunuhan sengaja
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash yaitu pelaku harus diberikan sanksi yang berat. Dalam hal ini hakim menjadi pelaksana qishash, keluarga korban tidak diperbolehkan main hakim sendiri.
Jika keluarga korban memaa kan pelaku pembunuhan, maka hukumannya adalah membayar diyat mughalladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta pembunuh dan dibayarkan secara tunai kepada pihak keluarga. Selain itu pembunuh juga harus menunaikan kaffarah.
2.       Pembunuhan seperti sengaja
Pelaku pembunuhan seperti sengaja tidak di-qishash. Ia dihukum dengan membayar diyat mughaladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta keluarganya dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Selain itu pembunuh juga harus melaksanakan kaffarah. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Barang siapa membunuh dengan sengaja, ia diserahkan kepada keluarga terbunuh. Jika mereka (keluarga terbunuh) menghendaki, mereka dapat mengambil qishash. Dan jika mereka menghendaki (tidak mengambil qishash) mereka dapat mengambil diyat berupa 30 ekor hiqqah, 30 ekor jad’ah, dan 40 ekor khilfah” (H.R. Tirmidzi)
Hadis Rasulullah tersebut merupakan dalil diwajibkannya diyat mughaladzah bagi pelaku tindak pembunuhan sengaja (yang dimaa kan keluarga korban) dan pelaku tindak pembunuhan semi sengaja.
3. Pembunuhan tersalah
Hukuman bagi pembunuhan tersalah adalah membayar diyat mukhaffafah (denda ringan) yang diambilkan dari harta keluarga pembunuh dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Rasulullah SAW., bersabda:
Artinya: “Diyat khata’ itu terdiri dari 5 macam hewan. 20 ekor unta berumur empat tahun, 20 ekor unta berumur limat tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun, 20 ekor unta betina berumur dua tahun, dan 20 ekor unta jantan berumur dua tahun.” (H.R. Daruquthni)
Selain itu pembunuh juga harus melaksanakan kaffarat, sesuai dengan irman Allah SWT :
وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًٔا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦٓ
Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia harus memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh)” (QS. A-Nisa’ : 92)

e.  Pembunuhan secara Berkelompok

Apabila sekelompok orang secara bersama-sama membunuh seseorang, maka mereka harus dihukum qishash. Hal ini disandarkan pada pernyataan Umar bin Khattab terkait praktik pembunuhan secara berkelompok yang diriwayatkan Imam Bukhari berikut:
Artinya: “Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar ra telah menghukum bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh seseorang laki-laki secara dzalim (dengan ditipu) di tempat sunyi. Kemudian ia berkata : Seandainya semua penduduk Sun’a secara bersama-sama membunuhnya niscaya akan aku bunuh semua.” (HR. al Bukhari)

           f.       Hikmah Larangan Membunuh

Islam menerapkan hukuman bagi pelaku pembunuhan tiada lain untuk memelihara kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku tindak pembunuhan diancam dengan hukuman yang setimpal sesuai perbuatannya.
Di antara dalil yang menjelaskan tentang hukuman bagi pembunuh adalah:
         Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat 93:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا
Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka jahannam, ia kekal di dalamnya, dan Allah murka kepadanya, mengutuknya, dan menyediakan adzab yang besar baginya.”(Q.S. anNisa’: 93)
         Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Pembunuhan sengaja (hukumannya) adalah qishash, kecuali jika wali korban memaa kan.”(H.R. Abu Dawud)
Penerapan hukuman yang berat bagi pembunuh dimaksudkan agar tak seorang pun melakukan tindakan kejahatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
II.  PENGANIAYAAN

a.  Pengertian penganiayaan

Yang dimaksud penganiayaan di sini adalah perbuatan pidana (tindak kejahatan), yang berupa melukai, merusak atau menghilangkan fungsi anggota tubuh.

b.  Macam-macam penganiayaan

Penganiayaan dibagi menjadi dua macam yaitu penganiayaan berat dan penganiayaan ringan.
Pertama; penganiayaan berat yaitu perbuatan melukai atau merusak bagian badan yang menyebabkan hilangnya manfaat atau fungsi anggota badan tersebut, seperti memukul tangan sampai patah, merusak mata sampai buta dan lain sebagainya
Kedua; Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai bagian badan yang tidak sampai merusak atau menghilangkan fungsinya melainkan hanya menimbulkan cacat ringan seperti melukai hingga menyebabkan luka ringan.

c.  Dasar Hukuman Tindak Penganiaayaan

Perbuatan menganiaya orang lain tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam dilarang. Larangan berbuat aniaya ini sama dengan larangan membunuh orang lain tanpa dasar. Allah ber irman dalam surat surat al-Maidah ayat 45:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada qishashnya.” (Q.S. alMaidah: 45)
III.  QISHASH

           a.      Pengertian qishash

Qishash berasal dari kata قَصَصَ yang artinya memotong atau berasal dari kata اِقْتَص yang artinya mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si penjahat sebagai pembalasan atas perbuatannya. Menurut syara’ qishash ialah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang lain yang dilakukan dengan sengaja.

b.  Macam-macam qishash

Berdasarkan pengertian di atas maka qishash dibedakan menjadi dua yaitu :

1.      Qishash pembunuhan (yang merupakan hukuman bagi pembunuh).
2.      Qishash anggota badan (yang merupakan hukuman bagi pelaku tindak pidana melukai, merusak atau menghilangkan  fungsi anggota badan).

c.  Hukum Qishash

Hukuman mengenai qishash ini, baik qishash pembunuhan maupun qishah anggota badan, dijelaskan dalam al -Qur’an surat Al Maidah: 45:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُۥ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada qishashnya. Barang siapa melepaskan ( hak qishashnya ) akan melepaskan hak itu ( menjadi ) penebus dosa baginya. Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-
Maidah : 45 )

d.  Syarat-syarat Qishash

Hukuman qishash wajib dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut:
1.  Orang yang terbunuh terpelihara darahnya (orang yang benar-benar baik). Jika seorang mukmin membunuh orang ka ir, orang murtad, pezina yang sudah menikah, ataupun seorang pembunuh, maka dalam hal ini hukuman qishash tidak berlaku. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Tidak dibunuh seorang muslim yang membunuh orang ka ir.” ( HR. Al-Bukhari)
Hadis di atas menjelaskan bahwa seorang muslim yang membunuh orang ka ir tidak di hukum qishash. Pun demikian, harus dipahami bahwa orang ka ir terbagi menjadi dua; pertama; ka ir harbi, dan kedua; ka ir dzimmi.
         Kafir harby adalah  ka ir yang melakukan tindak kedzaliman kepada kalangan muslimin hingga sampai pada tahapan “memerangi”. Seorang muslim yang membunuh ka ir ini tidak diqishash dan tidak dikenai hukuman apapun.
         Kafir dzimmi adalah ka ir yang berada di bawah kekuasaan penguasa muslim dan berinteraksi secara damai dengan kalangan muslimin. Penguasa muslim berhak menghukum seorang muslim yang membunuh ka ir dzimmi. Semakin jelas disini, bahwa pada prinsipnya seorang muslim harus menghargai siapapun, termasuk juga kalangan non muslim, selama mereka tidak berniat menghancurkan dinul Islam dan mendzalimi kalangan muslimin.
2.      Pembunuh sudah baligh dan berakal, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Artinya: “Dari Aisyah ra bahwa Nabi saw bersabda: terangkat hukum (tidak kena hukum) dari tiga orang yaitu; orang tidur hingga ia bangun, anak-anak hingga ia dewaasa, dan orang gila hingga ia sembuh dari gilanya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
3.      Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh
Jika seorang bapak (orang tua) membunuh anaknya maka ia tidak di-qishash. Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Tidak dibunuh seorang bapak (orang tua) yang membunuh anaknya.” (H.R. Ahmad dan al-Tirmidzi)
Umar bin Khattab dalam satu kesempatan juga berkata:
Artinya: “Aku pernah mendengar Rasulullah  saw bersabda : Tidak boleh bapak (orang tua) diqishash karena sebab ( membunuh ) anaknya.” (HR. Tirmidzi)
Dalam hal ini hakim berhak menjatuhkan hukuman ta’zir kepada orang tua tersebut, semisal mengasingkannya dalam rentang waktu tertentu atau hukuman lain yang dapat membuatnya jera.
 Adapun jika seorang anak membunuh orang tuanya maka ia wajib dihukum qishash.
4.  Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang yang membunuh, seperti muslim dengan muslim, merdeka dengan merdeka dan hamba dengan hamba. Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِصَاصُ فِى ٱلْقَتْلَى ۖ ٱلْحُرُّ بِٱلْحُرِّ وَٱلْعَبْدُ بِٱلْعَبْدِ وَٱلْأُنثَىٰ بِٱلْأُنثَىٰ ۚ
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.’ (QS. Al-Baqarah : 178 )
4.  Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, dan lain sebagainya. Sebagaimana irman Allah Swt. dalam surat al-Maidah ayat 45 yang telah kita bahas kandungan umumnya pada halaman sebelumnya:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukiapun ada qishashnya.” (QS. Al-Maidah: 45 )

e.  Hikmah Qishash

Hikmah yang dapat dipetik bahwa Islam menerapkan hukuman yang sangat menjaga serta menjaga kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku perbuatan pembunuhan diancam  dengan qishash baik yang terkait pada al-jinayat ‘alan nafsi (tindak pidana pembunuhan) ataupun al-jinayah ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana yang berupa merusak anggota badan ataupun menghilangkan fungsinya) akan menimbulkan banyak efek positif. Yang terpenting diantaranya adalah:
1.      Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa keadilan harus ditegakkan. Betapa tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan jiwa, anggota badan juga diganti dengan anggota badan.
2.      Dapat memelihara keamanan dan ketertiban. Karena dengan adanya qishash orang akan ber ikir lebih jauh jika akan melakukan tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan. Di sinilah qishash memiliki peran penting dalam menjauhkan manusia dari nafsu membunuh ataupun menganiaya orang lain, hingga akhirnya manusia akan merasakan atmosfer kehidupan yang penuh dengan keamanan, kedamaian dan ketertiban.
3.      Dapat mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang terjadinya pertumpahan darah. Dalam konteks ini qishash memiliki andil besar membantu program negara dalam usaha memberantas berbagai macam praktik kejahatan, sehingga ketentraman dan keamanan masyarakat terjamin. Hal ini Allah tegaskan dalam irman-Nya:
وَلَكُمْ فِى ٱلْقِصَاصِ حَيَوٰةٌ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Dan dalam qishash itu ada jaminan (kelangsungan hidup bagimu), hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 179 )
IV.  DIYAT

a.  Pengertian Diyat

Diyat secara bahasa diyat yaitu denda atau ganti rugi pembunuhan. Secara istilah diyat merupakan sejumlah harta yang wajib diberikan karena tindakan pidana (jinayat) kepada korban kejahatan atau walinya atau kepada pihak terbunuh atau teraniaya. Maksud disyariatkannya diyat adalah mencegah praktik pembunuhan atau penganiayaan terhadap seseorang yang sudah semestinya mendapatkan jaminan perlindungan jiwa.

b.  Sebab-sebab Ditetapkannya Diyat

Diyat wajib dibayarkan karena beberapa sebab berikut;
1.      Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaa kan pihak terbunuh (keluarga korban). Dalam hal ini pembunuh tidak diqishash, akan tetapi wajib baginya menyerahkan diyat kepada keluarga korban.
2.      Pembunuhan seperti sengaja.
3.      Pembunuhan tersalah.
4.      Pembunuh lari, akan tetapi identitasnya sudah diketahui secara jelas. Dalam konteks semisal ini, diyat dibebankan kepada keluarga pembunuh.
5.      Qishash sulit dilaksanakan. Ini terjadi pada jinayat ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana yang terkait dengan melukai anggota badan atau menghilangkan fungsinya).

c.  Macam-macam Diyat

                                      Diyat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Diyat Mughalladzah atau denda berat
                                                   Diyat mughaladzah adalah membayarkan 100 ekor unta yang terdiri
-          30 hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun )
-          30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ) -    40  unta khilfah ( unta yang sedang bunting ).
Yang wajib membayarkan diyat mughaladzah adalah:
a.        Pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja yang dimaa kan oleh keluarga korban. Dalam hal ini diyat harus diambilkan dari hartanya dan dibayarkan secara kontan sebagai pengganti qishash.
Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, (hukumannya) harus menyerahkan diri kepada keluarga korban, jika mereka menghendaki dapat mengambil qishash, dan jika mereka tidak menghendaki (mengambil qishash) , mereka dapat mengambil diyat berupa 30 hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun), 30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ) dan unta khilfah (unta yang sedang buntin )”(HR. at-Tirmidzi)
b.       Pelaku pembunuhan seperti sengaja. Diyat mughaladzah pada kasus pembunuhan seperti sengaja ini dibebankan kepada keluarga pembunuh dan diberikan kepada keluarga korban dengan cara diangsur selama tiga tahun, setiap tahunnya dibayar sepertiga.
c.        Pelaku Pembunuhan di Tanah Haram (Makkah), atau pada asyhurul hurum (Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah), atau pembunuhan yang dilakukan seseorang terhadap mahramnya.
2.      Diyat Mukhaffafah atau denda ringan
Diyat mukhaffafah yang dibayarkan kepada keluarga korban ini berupa 100 ekor unta, terdiri dari
         20 unta hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun),
         20 unta jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun),
         20 unta binta makhadh ( unta betina lebih dari 1 tahun),
         20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibna labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun).
Yang wajib membayarkan diyat mukhaffafah adalah:
a.        Pelaku pembunuhan tersalah, dengan pembayaran diangsur selama 3 tahun, setiap tahunnya sepertiga dari jumlah diyat.
                                                 Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “ Diyat khatha’ diperincikan lima macam, yaitu 20 unta hiqqah, 20 unta jadza’ah, 20 unta binta makhath (unta betina lebih dari 1 tahun), 20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibnu labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun) (HR. ad-Daruquthni)
b.       Pelaku tindak pidana yang berupa menciderai anggota tubuh atau menghilangkan fungsinya yang dimaa kan oleh korban atau keluarganya.
Jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka diyat wajib dibayarkan dengan sesuatu yang seharga dengan unta.

d.  Diyat karena kejahatan melukai atau memotong anggota badan

Aturan diyat untuk kejahatan melukai atau memotong anggota badan tidak seperti aturan diyat pembunuhan. Berikut penjelasan ringkasnya:
1. Wajib membayar satu diyat penuh berupa 100 ekor unta, apabila seseorang menghilangkananggota badan tunggal (lidah, hidung, kemaluan laki-laki) atau sepasang anggota badan (sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan dan lain-lain). Dalam hadis yang diriwayatkan Jabir, Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Pada (memotong) kedua kaki satu diyat penuh (HR. Abu Dawud dan Lainnya)
Dalam hadis lain Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Pada (memotong) kedua tangan satu diyat penuh (HR. Abu Dawud dan Lainnya)
Kedua riwayat tersebut menegaskan bahwa pelaku tindak pidana pemotongan anggota tubuh tunggal ataupun berpasangan wajib membayar diyat penuh setelah korban atau keluarga korban memaa kannya. Jika korban ataupun keluarga korban tak memaa kannya, maka ia diqishash.
2.       Wajib membayar setengah diyat berupa 50 ekor unta, jika seseorang memotong salah satu anggota badan yang berpasangan semisal satu tangan, satu kaki, satu mata, satu telinga dan lain sebagainya. Terkait dengan hal ini Rasulullah bersabda:
Artinya: “Dalam merusak satu telinga wajib membayar 50 ekor unta” (HR. AlBaihaqi)
3.       Wajib membayar sepertiga diyat apabila melukai anggota badan sampai organ dalam, semisal melukai kepala sampai otak.
4.       Wajib membayar 15 ekor unta jika seseorang melukai orang lain hingga menyebabkan kulit yang ada di atas tulang terkelupas.
5.       Wajib membayar 10 ekor unta bagi  seseorang yang melukai orang lain hingga mengakibatkan jari-jari tangannya atau kakinya putus (setiap jari 10 ekor unta).
6.       Wajib membayar 5 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang lain hingga menyebabkan giginya patah atau lepas (setiap gigi 5 ekor unta).   
Adapun teknis pembayaran diyat, jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka ia bisa digantikan dengan uang seharga unta tersebut. Ketentuanketentuan yang belum ada aturan hukumnya diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan hakim.

e.  Hikmah Diyat

 Hikmah terbesar ditetapkannya diyat adalah mencegah pertumpahan darah serta sebagai obat hati dari rasa dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
 Kita dapat merasakan hikmah diwajibkannya diyat saat kita menelaah secara seksama bahwa keluarga korban mempunyai dua pilihan. Pertama; meminta qishash, kedua; memaa kan pelaku tindak pembunuhan atau penganiayaan dengan kompensasi diyat. Dan saat pilihan kedua dipilih keluarga korban, maka secara tidak langsung keluarga korban telah mengikhlaskan apa yang telah terjadi, hati mereka menjadi bersih dari amarah ataupun rasa dendam yang akan dilampiaskan kepada pelaku tindak pembunuhan ataupun penganiayaan.
 Walaupun demikian, secara manusiawi rasa sakit hati ataupun dendam tidak bisa dihilangkan begitu saja dengan diterimanya diyat, tetapi karena keluarga korban telah berniat dari awal “untuk memaa kan pelaku tindak pidana” maka dorongan batin itu lambat laun akan menetralisir suasana hingga akhirnya keluarga korban benar-benar bisa memaa kan pelaku tindak pidana setelah mereka menerima diyat.
 Sampai titik ini, semakin bisa dirasakan bahwa diyat merupakan media syar’i efektif pencegah pertumpahan darah dan penghilang rasa sakit hati atau dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
V.  KAFFARAH

a.  Pengertian kaffarah

Kaffarah yaitu denda yang harus dibayar karena melanggar larangan Allah atau melanggar janji. Kaffarah merupakan asal kata dari kata kufr yang artinya tertutup. Maksudnya, tertutupnya hati seseorang hingga ia berani melakukan pelanggaran terhadap aturan syar’i. Sedangkan secara istilah, kaffarah adalah denda yang wajib dibayarkan oleh seseorang yang telah melanggar larangan Allah tertentu. Kaffarah merupakan tanda taubat kepada Allah dan penebus dosa.

b.  Macam-macam kaffarah

Berikut penjelasan singkat macam-macam kaffarah:
1.   Kaffarah Pembunuhan
Agama Islam sangat melindungi jiwa. Darah tidak boleh ditumpahkan tanpa sebab-sebab yang dilegalkan oleh syariat. Karenanya, seorang yang membunuh orang lain selain dihadapkan pada salah satu dari dua pilihan yaitu; diqishash atau membayar diyat, ia juga diwajibkan membayar kaffarah.
Kaffarah bagi pembunuh adalah memerdekakan budak muslim. Jika ia tak mampu melakukannya maka pilihan selanjutnya adalah berpuasa 2 bulan berturut-turut. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 92:
وَبَيْنَهُم مِّيثَٰقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (yang terbunuh) dari orang (ka ir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Basrang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari Allah (QS.An-Nisa’ : 92)
2.      Kaffarah Dzihar
Dzihar adalah perkataan seorang suami kepada istrinya, "kau bagiku seperti punggung ibuku". Pada masa jahiliyyah dzihar dianggap sebagai thalaq. Akan tetapi setelah syariah islamiyyah turun, ketetapan hukum dzihar yang berlaku di kalangan masyarakat jahiliyyah dibatalkan. Syariat Islam menegaskan bahwa dzihar bukanlah thalaq, dan pelaku dzihar wajib menunaikan kaffarah dzihar sebelum ia melakukan hubungan biologis dengan istrinya.
 Kaffarah seorang suami yang mendzihar istrinya adalah memerdekakan hamba sahaya. Jika ia tak mampu melakukannya, maka ia beralih pada pilihan kedua yaitu berpuasa 2 bulan berturut-turut. Dan jika ia masih juga tak mampu melakukannya, maka ia mengambil pilihan terakhir yaitu memberikan makan 60 fakir miskin.
3.      Kaffarah melakukan hubungan biologis di siang hari pada bulan Ramadhan
 Kaffarah yang ditetapkan untuk pasangan suami istri yang melakukan hubungan biologis pada siang hari di bulan Ramadhan sama dengan kaffarah dzihar ditambah qadha sebanyak jumlah hari mereka melakukan hubungan biologis di siang hari bulan Ramadhan.
4.      Kaffarah karena melanggar sumpah
 Kaffarah bagi seorang yang bersumpah atas nama Allah kemudian ia melanggarnya adalah memberi makan 10 fakir miskin, atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak. Jika ketiga hal tersebut tak mampu ia lakukan, maka diwajibkan baginya puasa 3 hari berturutturut. Dalil naqli terkait hal ini adalah irman Allah ta’ala dalam surat alMaidah ayat 89.
5.      Kaffarah Ila’
 Kaffarah Ila’ adalah sumpah suami untuk tidak melakukan hubungan biologis dengan istrinya dalam masa tertentu. Semisal perkataan suami kepada istrinya, "demi Allah aku tidak akan menggaulimu". Konsekuensi yang muncul karena ila’ adalah suami membayar kaffarah ila’ yang jenisnya sama dengan kaffarah yamı̂n (kaffarah melanggar sumpah).
6.      Kaffarah karena membunuh binantang buruan pada saat berihram.
 Kaffarah jenis ini adalah mengganti binatang ternak yang seimbang, atau memberi makan orang miskin, atau berpuasa. Aturan kaffarah ini Allah jelaskan dalam surat al-Maidah ayat 95.

c.  Hikmah Kaffarah

Secara umum, hikmah kaffarah terangkum dalam 3 pointer berikut;
1.      Manusia benar-benar menyesali pebuatan  yang keliru, telah berbuat dosa kepada Allah dan merugikan sesama manusia
2.      Menuntun manusia agar segera bertaubat kepada Allah atas tindak maksiat yang ia lakukan.
3.      Menstabilakan mental manusia, hingga ia merasakan ketenangan diri karena tuntunan agama (membayar kaffarah) telah ia tunaikan.



RANGKUMAN



Jinayat memiliki pembahasan mengenai tindak pidanan pembunuhan dan penganiayaan serta sangsi hukumnya seperti qishash, diyat, dan kaffarah.
         Pembunuhan adalah melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan menggunakan alat mematikan ataupun tidak.
         Macam-macam pembunuhan ada 3, yaitu:
1.       Qatl al-‘amdin (pembunuhan sengaja).
2.       Qatl al-syibhi al-‘amdin (pembunuhan seperti sengaja).
3.       Qatl al-khata’ (pembunuhan tersalah).
Diantara teks syar’i yang menjelaskan tentang larangan membunuh adalah Q.S. alIsra’: 33.
1.      Terkait dengan pembunuhan berkelompok, mereka yang membunuh seseorang secara berkelompok, maka semuanya harus diqishash.
2.      Hikmah terbesar dari pengharaman praktik pembunuhan adalah memelihara kehormatan dan keselamatan jiwa manusia.
Jenis jinayat yang kedua adalah penganiayaan. Secara umum penganiayaan dibagi menjadi 2, yaitu;
1.       Penganiayaan berat yaitu perbuatan melukai atau merusak bagian badan yang menyebabkan hilangnya manfaat atau fungsi anggota badan tersebut, seperti; memukul tangan sampai patah, atau merusak mata sampai buta dan sejenisnya.
2.       Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai anggota tubuh orang lain yang menyebabkan luka ringan.
          Dasar hukum larangan tindak penganiayaan adalah Q.S. al-Maidah; 45.
          Qishash adalah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun penganiayaan yang dilakukan secara sengaja.
          Dasar hukum qishash baik terkait dengan pembunuhan atau penganiayaan ditegaskan dalam Q.S. al-Maidah; 45.
          Syarat-syarat dilaksanakannya qishash adalah;
1.   Orang yang terbunuh terpelihara darahnya.
2.       Pembunuh sudah aqil baligh.
3.       Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh.
4.       Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan yang membunuh.
5.       Qishash dilakukan dalam hal yang sama. Jiwa dengan jiwa, mata dengan mata dan sebagainya.
Diyat adalah sejumlah harta yang wajib diberikan kepada pihak terbunuh atau teraniaya.
          Sebab-sebab ditetapkannya diyat
1.       Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaa kan pihak terbunuh (keluarga korban).
2.       Pembunuhan semi sengaja.
3.       Pembunuhan tersalah.
4.       Pembunuh lari akan tetapi identitasnya sudah diketahui secara jelas. Dalam konteks ini diyat dibebankan kepada keluarga pembunuh.
5.       Qishash sulit dilaksanakan (terkait dengan tindak pidana penganiayaan).
Diyat terbagi menjadi dua macam. Diyat mughaladzah (berat) dan diyat mukhaffafah (ringan).
1.        Diyat mughaladzah (berat) dengan membayar 100 ekor unta yang terdiri dari; -         30 hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun).
-    30 jadz’ah (unta betina berumur 4-5 tahun). -      40 khilfah (unta bunting).
2.        Diyat mukhaffafah (ringan) dengan membayar 100 ekor unta yang terdiri dari; -         20 hiqqh (unta betina berumur 3-4 tahun).
-    20 jadz’ah (unta betina berumur 4-5 tahun).
-    20 binta makhadh (unta betina lebih dari 1 tahun).
-    20 binta labun (unta betina berumur lebih dari 2 tahun). -             20 ibna labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun).
          Secara istilah kaffarah mempunyai makna denda yang wajib dibayarkan seseorang yang telah melanggar larangan Allah tertentu. Kaffarah merupakan tanda bahwa ia bertaubat kepada Allah.
          Kaffarah pembunuhan adalah memerdekakan budak muslim. Jika hal tersebut tidak mampu dilakukan, maka pilihan selanjutnya adalah puasa 2 bulan berturut-turut.
          Allah menerangka kaffarah pembunuhan dalam al-Qur’an:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْتُلُوا۟ ٱلصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ ۚ وَمَن قَتَلَهُۥ مِنكُم مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ ٱلنَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِۦ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًۢا بَٰلِغَ ٱلْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّٰرَةٌ طَعَامُ مَسَٰكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِۦ ۗ عَفَا ٱللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ ٱللَّهُ مِنْهُ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ ذُو ٱنتِقَامٍ
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyad yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaa kan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” (QS. AlMaidah : 95)


1 komentar:

MUTIARA HIKMAH