BAB 1
JINAYAH DAN HIKMAHNYA
Kompetensi Inti
1.
Menghayati dan mengamalkan ajaran
agama Islam.
2.
Menghayati dan mengamalkan perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun,
responsif dan
pro
-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam
serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia.
3.
Memahami, menerapkan, menganalisis
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu
pengetahuan,
teknologi,
seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajianm yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan.
4.
Mengolah,
menalar, dan menyaji dalam ranah konkrit dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar
1.1. Meyakini syariat Islam
tentang hukum jinayat
1.2. Menunjukkan sikap adil dan tanggungjawab dalam penerapan materi
1.3. Hukum jinayat
1.4. Menjelaskan ketentuan Allah tentang jinayat dan hikmahnya
1.5. Menunjukkan contoh pelanggaran yang terkena ketentuan jinayat
Indikator Pembelajaran
1.
Siswa dapat
menunjukkan sikap adil dan tanggung jawab dalam penerapan materi hukum jinayat.
2.
Siswa dapat
menjelaskan ketentuan Allah tentang jinayat dan hikmahnya.
3.
Siswa dapat
menunjukkan contoh tindak jinayat dan konsekuensi yang
didapatkan oleh pelaku tindak jinayat.
didapatkan oleh pelaku tindak jinayat.
JINAYAT
DAN HIKMAHNYA
Dalam ilmu fikih persoalan-persoalan mengenai
perbuatan kejahatan dan sanksi hukum yang dikenakan terhadap pelakunya
dibicarakan dalam bab jarimah atau uqubah. Jarimah menjangkau dua kelompok
pembahasan yaitu jinayat dan hudud. Jinayat yaitu pembahasan mengenai tindak
kejahatan pembunuhan dan penganiayaan serta sanksi hukumnya seperti qishash,
diyat dan kaffarah. Sedangkan hudud membahas tentang tindak kejahatan selain
pembunuhan dan penganiayaan seperti berzina, qadzaf, mencuri, merampok dan
lain-lain serta sangsi hukum yang dikenakan atas pelakupelaku kejahatan
tersebut.
I. JINAYAT
1. Pembunuhan a.
Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan secara bahasa adalah menghilangkan
nyawa seseorang. Sedangkan secara istilah pembunuh adalah pebuatan manusia yang
mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang baik dengan sengaja atau pun tidak
sengaja, baik dengan alat yang mematikan atau pun dengan alat yang tidak
mematikan, artinya melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja atau tidak
sengaja, dengan menggunakan alat mematikan ataupun tidak mematikan. Sejalan
dengan pendapat sebagian ulama bahwa, pembunuhan merupakan suatu perbuatan
manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dan itu tidak dibenarkan
dalam agama Islam.
b. Macam-macam Pembunuhan
Pembunuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam
yaitu pembunuhan sengaja (قتَلُ العَمْدِ), pembunuhan seperti
sengaja (قتَلُ
شِبْهِ العَمْدِ), dan
Pembunuhan (القَتْلُ الخَطإِ)Tersalah
1. Pembunuhan sengaja (القَتْلُ
العَمْدِ) yaitu pembunuhan yang telah direncanakan dengan
menggunakan alat yang mematikan, baik yang melukai atau memberatkan (mutsaqal). Dikatakan pembunuhan
sengaja apabila ada niat dari pelaku sebelumnya dengan menggunakan alat atau
senjata yang mematikan. Si pembunuh termasuk orang yang baligh dan yang dibunuh
(korban) adalah orang yang baik.
2. Pembunuhan seperti sengaja (القَتْلُ شِبْهِ العَمْدِ) yaitu pembunuhan seperti sengaja
adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang tanpa niat membunuh dan menggunakan
alat yang biasanya tidak mematikan, namun menyebabkan hilangnya nyawa
seseorang.
3. Pembunuhan tersalah (قتَلُ
الخَطإِ
) yaitu pembunuhan yang terjadi karena salah satu dari tiga kemungkinan.
Pertama; perbuatan tanpa maksud melakukan kejahatan tetapi mengakibatkan
kematian seseorang., kedua; perbuatan yang mempunyai niat membunuh, namun
ternyata orang tersebut tidak boleh dibunuh, ketiga; perbuatan yang pelakunya
tidak bermaksud jahat, tetapi akibat kelalaiannya dapat menyebabkan kematian
seseorang.
c. Dasar Hukum Larangan Membunuh
Membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam,
karena Islam menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia. Firman Allah
SWT :
وَلَا تَقْتُلُوا۟ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا
بِٱلْحَقِّ
Artinya: “Dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan
yang benar” (QS. Al-Isra’ : 33)
Karena ada
ketegasan mengenai larangan pembunuhan, maka jika ada dua pihak yang saling
membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’, maka orang yang membunuh
maupun yang terbunuh sama-sama akan masuk neraka. Nabi saw bersabda : “ Pembunuh dan
yang terbunuh masuk neraka “ (HR. al-Bukhari-Muslim)
d. Hukuman bagi Pelaku Pembunuhan
Pelaku atau
orang yang melakukan pembunuhan setidaknya telah melangggar tiga macam hak,
yaitu; hak Allah, hak ahli waris dan hak orang yang terbunuh. Artinya, balasan
di dunia diserahkan kepada ahli waris korban, apakah pembunuh akan di qishash
atau dimaa kan. Jika pembunuh dimaa kan, maka wajib baginya membayar diyat
kepada ahli waris korban. Sedangkan mengenai hak Allah, akan diberikan di
akhirat nanti, apakah pembunuh akan dimaa kan oleh Allah SWT., karena telah
melaksanakan kaffarah atau akan disiksa di akhirat kelak.
Berikut
keterangan singkat tentang hukuman bagi pembunuh sesuai dengan macamnya.
1. Pembunuhan sengaja
Hukuman bagi
pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash yaitu pelaku harus diberikan sanksi
yang berat. Dalam hal ini hakim menjadi pelaksana qishash, keluarga korban
tidak diperbolehkan main hakim sendiri.
Jika keluarga
korban memaa kan pelaku pembunuhan, maka hukumannya adalah membayar diyat mughalladzah (denda berat) yang
diambilkan dari harta pembunuh dan dibayarkan secara tunai kepada pihak
keluarga. Selain itu pembunuh juga harus menunaikan kaffarah.
2. Pembunuhan seperti sengaja
Pelaku
pembunuhan seperti sengaja tidak di-qishash.
Ia dihukum dengan membayar diyat mughaladzah
(denda berat) yang diambilkan dari harta keluarganya dan dapat dibayarkan
secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya
sepertiga. Selain itu pembunuh juga harus melaksanakan kaffarah. Sesuai dengan
sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Barang siapa membunuh dengan
sengaja, ia diserahkan kepada keluarga terbunuh. Jika mereka (keluarga
terbunuh) menghendaki, mereka dapat mengambil qishash. Dan jika mereka
menghendaki (tidak mengambil qishash) mereka dapat mengambil diyat berupa 30
ekor hiqqah, 30 ekor jad’ah, dan 40 ekor khilfah” (H.R. Tirmidzi)
Hadis
Rasulullah tersebut merupakan dalil diwajibkannya diyat mughaladzah bagi pelaku tindak pembunuhan sengaja (yang dimaa kan
keluarga korban) dan pelaku tindak pembunuhan semi sengaja.
3. Pembunuhan tersalah
Hukuman bagi
pembunuhan tersalah adalah membayar diyat mukhaffafah (denda ringan) yang
diambilkan dari harta keluarga pembunuh dan dapat dibayarkan secara bertahap
selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Rasulullah
SAW., bersabda:
Artinya: “Diyat khata’ itu terdiri
dari 5 macam hewan. 20 ekor unta berumur empat tahun, 20 ekor unta berumur
limat tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun, 20 ekor unta betina berumur
dua tahun, dan 20 ekor unta jantan berumur dua tahun.” (H.R. Daruquthni)
Selain itu
pembunuh juga harus melaksanakan kaffarat, sesuai dengan irman Allah SWT :
وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًٔا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ
مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦٓ
Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mu’min
karena tersalah (hendaklah) ia harus memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang
terbunuh)” (QS. A-Nisa’ : 92)
e.
Pembunuhan secara Berkelompok
Apabila
sekelompok orang secara bersama-sama membunuh seseorang, maka mereka harus
dihukum qishash. Hal ini disandarkan pada pernyataan Umar bin Khattab terkait
praktik pembunuhan secara berkelompok yang diriwayatkan Imam Bukhari berikut:
Artinya: “Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar ra telah
menghukum bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh seseorang laki-laki
secara dzalim (dengan ditipu) di tempat sunyi. Kemudian ia berkata : Seandainya
semua penduduk Sun’a secara bersama-sama membunuhnya niscaya akan aku bunuh
semua.” (HR. al Bukhari)
f. Hikmah
Larangan Membunuh
Islam menerapkan
hukuman bagi pelaku pembunuhan tiada lain untuk memelihara kehormatan dan
keselamatan jiwa manusia. Pelaku tindak pembunuhan diancam dengan hukuman yang
setimpal sesuai perbuatannya.
Di antara dalil
yang menjelaskan tentang hukuman bagi pembunuh adalah:
•
Firman Allah ta’ala dalam
surat an-Nisa ayat 93:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا
مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ
وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا
Artinya: “Dan barang siapa membunuh
seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka jahannam, ia kekal
di dalamnya, dan Allah murka kepadanya, mengutuknya, dan menyediakan adzab yang
besar baginya.”(Q.S. anNisa’: 93)
•
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Pembunuhan sengaja
(hukumannya) adalah qishash, kecuali jika wali korban memaa kan.”(H.R. Abu
Dawud)
Penerapan
hukuman yang berat bagi pembunuh dimaksudkan agar tak seorang pun melakukan
tindakan kejahatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
II.
PENGANIAYAAN
a. Pengertian penganiayaan
Yang dimaksud
penganiayaan di sini adalah perbuatan pidana (tindak kejahatan), yang berupa
melukai, merusak atau menghilangkan fungsi anggota tubuh.
b. Macam-macam penganiayaan
Penganiayaan
dibagi menjadi dua macam yaitu penganiayaan berat dan penganiayaan ringan.
Pertama; penganiayaan berat yaitu
perbuatan melukai atau merusak bagian badan yang menyebabkan hilangnya manfaat
atau fungsi anggota badan tersebut, seperti memukul tangan sampai patah,
merusak mata sampai buta dan lain sebagainya
Kedua; Penganiayaan ringan yaitu
perbuatan melukai bagian badan yang tidak sampai merusak atau menghilangkan
fungsinya melainkan hanya menimbulkan cacat ringan seperti melukai hingga
menyebabkan luka ringan.
c. Dasar Hukuman Tindak Penganiaayaan
Perbuatan
menganiaya orang lain tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam dilarang.
Larangan berbuat aniaya ini sama dengan larangan membunuh orang lain tanpa
dasar. Allah ber irman dalam surat surat al-Maidah ayat 45:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ
أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ
وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan
terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa,
mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan
gigi dan luka-lukapun ada qishashnya.” (Q.S. alMaidah: 45)
III.
QISHASH
a. Pengertian qishash
Qishash
berasal dari kata قَصَصَ
yang artinya memotong atau berasal dari kata اِقْتَص yang artinya
mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si penjahat sebagai pembalasan atas
perbuatannya. Menurut syara’ qishash
ialah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan
atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang lain yang dilakukan dengan
sengaja.
b. Macam-macam qishash
Berdasarkan pengertian di atas maka qishash
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Qishash pembunuhan (yang merupakan hukuman bagi pembunuh).
2. Qishash anggota badan (yang merupakan hukuman bagi pelaku tindak
pidana melukai, merusak atau menghilangkan
fungsi anggota badan).
c. Hukum Qishash
Hukuman
mengenai qishash ini, baik qishash pembunuhan maupun qishah anggota badan,
dijelaskan dalam al -Qur’an surat Al Maidah: 45:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ
أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ
وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن
تَصَدَّقَ بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُۥ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ
ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Artinya:
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada qishashnya. Barang siapa
melepaskan ( hak qishashnya ) akan melepaskan hak itu ( menjadi ) penebus dosa
baginya. Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-
Maidah : 45 )
d. Syarat-syarat Qishash
Hukuman qishash
wajib dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut:
1. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya
(orang yang benar-benar baik). Jika seorang mukmin membunuh orang ka ir, orang
murtad, pezina yang sudah menikah, ataupun seorang pembunuh, maka dalam hal ini
hukuman qishash tidak berlaku. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Tidak dibunuh seorang muslim yang membunuh
orang ka ir.” ( HR. Al-Bukhari)
Hadis di atas
menjelaskan bahwa seorang muslim yang membunuh orang ka ir tidak di hukum
qishash. Pun demikian, harus dipahami bahwa orang ka ir terbagi menjadi dua;
pertama; ka ir harbi, dan kedua; ka ir dzimmi.
•
Kafir harby adalah ka ir yang
melakukan tindak kedzaliman kepada kalangan muslimin hingga sampai pada tahapan
“memerangi”. Seorang muslim yang membunuh ka ir ini tidak diqishash dan tidak
dikenai hukuman apapun.
•
Kafir dzimmi adalah ka ir yang berada di bawah kekuasaan penguasa muslim dan
berinteraksi secara damai dengan kalangan muslimin. Penguasa muslim berhak
menghukum seorang muslim yang membunuh ka ir dzimmi. Semakin jelas disini,
bahwa pada prinsipnya seorang muslim harus menghargai siapapun, termasuk juga
kalangan non muslim, selama mereka tidak berniat menghancurkan dinul Islam dan
mendzalimi kalangan muslimin.
2. Pembunuh sudah baligh dan berakal, sebagaimana sabda Rasulullah
saw:
Artinya: “Dari Aisyah ra bahwa Nabi saw bersabda:
terangkat hukum (tidak kena hukum) dari tiga orang yaitu; orang tidur hingga ia
bangun, anak-anak hingga ia dewaasa, dan orang gila hingga ia sembuh dari
gilanya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
3. Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh
Jika seorang bapak (orang tua)
membunuh anaknya maka ia tidak di-qishash. Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Tidak dibunuh seorang
bapak (orang tua) yang membunuh anaknya.” (H.R. Ahmad dan al-Tirmidzi)
Umar bin Khattab dalam satu
kesempatan juga berkata:
Artinya: “Aku pernah mendengar
Rasulullah saw bersabda : Tidak boleh
bapak (orang tua) diqishash karena sebab ( membunuh ) anaknya.” (HR. Tirmidzi)
Dalam hal ini
hakim berhak menjatuhkan hukuman ta’zir kepada orang tua tersebut, semisal
mengasingkannya dalam rentang waktu tertentu atau hukuman lain yang dapat
membuatnya jera.
Adapun jika seorang anak membunuh orang tuanya
maka ia wajib dihukum qishash.
4. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan
orang yang membunuh, seperti muslim dengan muslim, merdeka dengan merdeka dan
hamba dengan hamba. Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِصَاصُ فِى ٱلْقَتْلَى ۖ ٱلْحُرُّ بِٱلْحُرِّ وَٱلْعَبْدُ
بِٱلْعَبْدِ وَٱلْأُنثَىٰ بِٱلْأُنثَىٰ ۚ
Artinya: “ Hai orang-orang yang
beriman diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh,
orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan
wanita.’ (QS. Al-Baqarah : 178 )
4. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, mata
dengan mata, dan lain sebagainya. Sebagaimana irman Allah Swt. dalam surat
al-Maidah ayat 45 yang telah kita bahas kandungan umumnya pada halaman
sebelumnya:
وَكَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ
وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ
وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukiapun ada qishashnya.” (QS. Al-Maidah: 45 )
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukiapun ada qishashnya.” (QS. Al-Maidah: 45 )
e. Hikmah Qishash
Hikmah yang
dapat dipetik bahwa Islam menerapkan hukuman yang sangat menjaga serta menjaga
kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku perbuatan pembunuhan
diancam dengan qishash baik yang terkait
pada al-jinayat ‘alan nafsi (tindak
pidana pembunuhan) ataupun al-jinayah
‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana yang berupa merusak anggota badan
ataupun menghilangkan fungsinya) akan menimbulkan banyak efek positif. Yang
terpenting diantaranya adalah:
1. Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa keadilan harus
ditegakkan. Betapa tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan
jiwa, anggota badan juga diganti dengan anggota badan.
2. Dapat memelihara keamanan dan ketertiban. Karena dengan adanya
qishash orang akan ber ikir lebih jauh jika akan melakukan tindak pidana
pembunuhan ataupun penganiayaan. Di sinilah qishash memiliki peran penting
dalam menjauhkan manusia dari nafsu membunuh ataupun menganiaya orang lain,
hingga akhirnya manusia akan merasakan atmosfer kehidupan yang penuh dengan
keamanan, kedamaian dan ketertiban.
3. Dapat mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang
terjadinya pertumpahan darah. Dalam konteks ini qishash memiliki andil besar
membantu program negara dalam usaha memberantas berbagai macam praktik
kejahatan, sehingga ketentraman dan keamanan masyarakat terjamin. Hal ini Allah
tegaskan dalam irman-Nya:
وَلَكُمْ فِى ٱلْقِصَاصِ حَيَوٰةٌ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Dan dalam qishash itu ada jaminan
(kelangsungan hidup bagimu), hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 179 )
IV.
DIYAT
a. Pengertian Diyat
Diyat secara
bahasa diyat yaitu denda atau ganti rugi pembunuhan. Secara istilah diyat
merupakan sejumlah harta yang wajib diberikan karena tindakan pidana (jinayat)
kepada korban kejahatan atau walinya atau kepada pihak terbunuh atau teraniaya.
Maksud disyariatkannya diyat adalah mencegah praktik pembunuhan atau
penganiayaan terhadap seseorang yang sudah semestinya mendapatkan jaminan
perlindungan jiwa.
b. Sebab-sebab Ditetapkannya Diyat
Diyat wajib dibayarkan karena beberapa
sebab berikut;
1. Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaa kan pihak terbunuh
(keluarga korban). Dalam hal ini pembunuh tidak diqishash, akan tetapi wajib
baginya menyerahkan diyat kepada keluarga korban.
2. Pembunuhan seperti sengaja.
3. Pembunuhan tersalah.
4. Pembunuh lari, akan tetapi identitasnya sudah diketahui secara
jelas. Dalam konteks semisal ini, diyat dibebankan kepada keluarga pembunuh.
5. Qishash sulit dilaksanakan. Ini terjadi pada jinayat ‘ala ma dunan nafsi (tindak
pidana yang terkait dengan melukai anggota badan atau menghilangkan fungsinya).
c. Macam-macam Diyat
Diyat
dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Diyat Mughalladzah
atau denda berat
Diyat
mughaladzah adalah membayarkan 100 ekor unta yang terdiri
-
30 hiqqah ( unta betina
berumur 3-4 tahun )
-
30 jadza’ah (unta betina
berumur 4-5 tahun ) - 40 unta khilfah ( unta yang sedang bunting ).
Yang wajib membayarkan diyat mughaladzah adalah:
a.
Pelaku tindak pidana
pembunuhan sengaja yang dimaa kan oleh keluarga korban. Dalam hal ini diyat
harus diambilkan dari hartanya dan dibayarkan secara kontan sebagai pengganti
qishash.
Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Barang siapa yang
membunuh dengan sengaja, (hukumannya) harus menyerahkan diri kepada keluarga
korban, jika mereka menghendaki dapat mengambil qishash, dan jika mereka tidak
menghendaki (mengambil qishash) , mereka dapat mengambil diyat berupa 30 hiqqah
(unta betina berumur 3-4 tahun), 30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun )
dan unta khilfah (unta yang sedang buntin )”(HR. at-Tirmidzi)
b. Pelaku pembunuhan seperti sengaja. Diyat mughaladzah pada kasus
pembunuhan seperti sengaja ini dibebankan kepada keluarga pembunuh dan
diberikan kepada keluarga korban dengan cara diangsur selama tiga tahun, setiap
tahunnya dibayar sepertiga.
c.
Pelaku Pembunuhan di Tanah
Haram (Makkah), atau pada asyhurul hurum (Muharram, Rajab, Dzulqa’dah,
Dzulhijjah), atau pembunuhan yang dilakukan seseorang terhadap mahramnya.
2. Diyat Mukhaffafah atau
denda ringan
Diyat
mukhaffafah yang dibayarkan kepada keluarga korban ini berupa 100 ekor unta,
terdiri dari
•
20 unta hiqqah (unta betina
berumur 3-4 tahun),
•
20 unta jadza’ah (unta
betina berumur 4-5 tahun),
•
20 unta binta makhadh (
unta betina lebih dari 1 tahun),
•
20 unta binta labun (unta
betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibna labun (unta jantan berumur
lebih dari 2 tahun).
Yang wajib membayarkan diyat
mukhaffafah adalah:
a.
Pelaku pembunuhan tersalah,
dengan pembayaran diangsur selama 3 tahun, setiap tahunnya sepertiga dari
jumlah diyat.
Rasulullah
Saw. bersabda:
Artinya: “ Diyat khatha’
diperincikan lima macam, yaitu 20 unta hiqqah, 20 unta jadza’ah, 20 unta binta
makhath (unta betina lebih dari 1 tahun), 20 unta binta labun (unta betina umur
lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibnu labun (unta jantan berumur lebih dari 2
tahun) (HR. ad-Daruquthni)
b. Pelaku tindak pidana yang berupa menciderai anggota tubuh atau
menghilangkan fungsinya yang dimaa kan oleh korban atau keluarganya.
Jika diyat
tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka diyat wajib dibayarkan dengan sesuatu
yang seharga dengan unta.
d. Diyat karena kejahatan melukai atau memotong
anggota badan
Aturan diyat
untuk kejahatan melukai atau memotong anggota badan tidak seperti aturan diyat
pembunuhan. Berikut penjelasan ringkasnya:
1. Wajib
membayar satu diyat penuh berupa 100 ekor unta, apabila seseorang menghilangkananggota
badan tunggal (lidah, hidung, kemaluan laki-laki) atau sepasang anggota badan
(sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan dan lain-lain). Dalam hadis
yang diriwayatkan Jabir, Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Pada (memotong) kedua kaki satu diyat penuh
(HR. Abu Dawud dan Lainnya)
Dalam hadis lain Rasulullah Saw.
bersabda:
Artinya: “Pada (memotong) kedua
tangan satu diyat penuh (HR. Abu Dawud dan Lainnya)
Kedua riwayat
tersebut menegaskan bahwa pelaku tindak pidana pemotongan anggota tubuh tunggal
ataupun berpasangan wajib membayar diyat penuh setelah korban atau keluarga
korban memaa kannya. Jika korban ataupun keluarga korban tak memaa kannya, maka
ia diqishash.
2. Wajib membayar setengah diyat berupa 50 ekor unta, jika
seseorang memotong salah satu anggota badan yang berpasangan semisal satu
tangan, satu kaki, satu mata, satu telinga dan lain sebagainya. Terkait dengan
hal ini Rasulullah bersabda:
Artinya: “Dalam merusak satu
telinga wajib membayar 50 ekor unta” (HR. AlBaihaqi)
3. Wajib membayar sepertiga diyat apabila melukai anggota badan
sampai organ dalam, semisal melukai kepala sampai otak.
4. Wajib membayar 15 ekor unta jika seseorang melukai orang lain
hingga menyebabkan kulit yang ada di atas tulang terkelupas.
5. Wajib membayar 10 ekor unta bagi
seseorang yang melukai orang lain hingga mengakibatkan jari-jari
tangannya atau kakinya putus (setiap jari 10 ekor unta).
6. Wajib membayar 5 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang
lain hingga menyebabkan giginya patah atau lepas (setiap gigi 5 ekor
unta).
Adapun teknis
pembayaran diyat, jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka ia bisa
digantikan dengan uang seharga unta tersebut. Ketentuanketentuan yang belum ada
aturan hukumnya diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan hakim.
e. Hikmah Diyat
Hikmah terbesar ditetapkannya diyat adalah
mencegah pertumpahan darah serta sebagai obat hati dari rasa dendam keluarga
korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
Kita dapat merasakan hikmah diwajibkannya
diyat saat kita menelaah secara seksama bahwa keluarga korban mempunyai dua
pilihan. Pertama; meminta qishash, kedua; memaa kan pelaku tindak pembunuhan
atau penganiayaan dengan kompensasi diyat. Dan saat pilihan kedua dipilih
keluarga korban, maka secara tidak langsung keluarga korban telah mengikhlaskan
apa yang telah terjadi, hati mereka menjadi bersih dari amarah ataupun rasa
dendam yang akan dilampiaskan kepada pelaku tindak pembunuhan ataupun
penganiayaan.
Walaupun demikian, secara manusiawi rasa sakit
hati ataupun dendam tidak bisa dihilangkan begitu saja dengan diterimanya
diyat, tetapi karena keluarga korban telah berniat dari awal “untuk memaa kan
pelaku tindak pidana” maka dorongan batin itu lambat laun akan menetralisir
suasana hingga akhirnya keluarga korban benar-benar bisa memaa kan pelaku tindak
pidana setelah mereka menerima diyat.
Sampai titik ini, semakin bisa dirasakan bahwa
diyat merupakan media syar’i efektif pencegah pertumpahan darah dan penghilang
rasa sakit hati atau dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana
pembunuhan ataupun penganiayaan.
V.
KAFFARAH
a. Pengertian kaffarah
Kaffarah
yaitu denda yang harus dibayar karena melanggar larangan Allah atau melanggar
janji. Kaffarah merupakan asal kata dari kata kufr yang artinya tertutup.
Maksudnya, tertutupnya hati seseorang hingga ia berani melakukan pelanggaran
terhadap aturan syar’i. Sedangkan secara istilah, kaffarah adalah denda yang
wajib dibayarkan oleh seseorang yang telah melanggar larangan Allah tertentu.
Kaffarah merupakan tanda taubat kepada Allah dan penebus dosa.
b. Macam-macam kaffarah
Berikut penjelasan singkat
macam-macam kaffarah:
1. Kaffarah Pembunuhan
Agama Islam
sangat melindungi jiwa. Darah tidak boleh ditumpahkan tanpa sebab-sebab yang
dilegalkan oleh syariat. Karenanya, seorang yang membunuh orang lain selain
dihadapkan pada salah satu dari dua pilihan yaitu; diqishash atau membayar
diyat, ia juga diwajibkan membayar kaffarah.
Kaffarah bagi
pembunuh adalah memerdekakan budak muslim. Jika ia tak mampu melakukannya maka
pilihan selanjutnya adalah berpuasa 2 bulan berturut-turut. Hal ini sebagaimana
diterangkan Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 92:
وَبَيْنَهُم
مِّيثَٰقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ
مُّؤْمِنَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً
مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin
karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin
serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh),
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (yang terbunuh)
dari orang (ka ir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka
(hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang
terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Basrang siapa yang
tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan
berturut-turut untuk penerimaan taubat dari Allah (QS.An-Nisa’ : 92)
2. Kaffarah Dzihar
Dzihar adalah
perkataan seorang suami kepada istrinya, "kau bagiku seperti punggung
ibuku". Pada masa jahiliyyah dzihar dianggap sebagai thalaq. Akan tetapi
setelah syariah islamiyyah turun, ketetapan hukum dzihar yang berlaku di
kalangan masyarakat jahiliyyah dibatalkan. Syariat Islam menegaskan bahwa
dzihar bukanlah thalaq, dan pelaku dzihar wajib menunaikan kaffarah dzihar sebelum
ia melakukan hubungan biologis dengan istrinya.
Kaffarah seorang suami yang mendzihar istrinya
adalah memerdekakan hamba sahaya. Jika ia tak mampu melakukannya, maka ia
beralih pada pilihan kedua yaitu berpuasa 2 bulan berturut-turut. Dan jika ia
masih juga tak mampu melakukannya, maka ia mengambil pilihan terakhir yaitu
memberikan makan 60 fakir miskin.
3. Kaffarah melakukan hubungan biologis di siang hari pada bulan
Ramadhan
Kaffarah yang ditetapkan untuk pasangan suami
istri yang melakukan hubungan biologis pada siang hari di bulan Ramadhan sama
dengan kaffarah dzihar ditambah qadha sebanyak jumlah hari mereka melakukan
hubungan biologis di siang hari bulan Ramadhan.
4. Kaffarah karena melanggar sumpah
Kaffarah bagi seorang yang bersumpah atas nama
Allah kemudian ia melanggarnya adalah memberi makan 10 fakir miskin, atau
memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak. Jika ketiga hal
tersebut tak mampu ia lakukan, maka diwajibkan baginya puasa 3 hari
berturutturut. Dalil naqli terkait hal ini adalah irman Allah ta’ala dalam
surat alMaidah ayat 89.
5. Kaffarah Ila’
Kaffarah Ila’ adalah sumpah suami untuk tidak
melakukan hubungan biologis dengan istrinya dalam masa tertentu. Semisal
perkataan suami kepada istrinya, "demi Allah aku tidak akan
menggaulimu". Konsekuensi yang muncul karena ila’ adalah suami membayar kaffarah ila’ yang jenisnya sama dengan
kaffarah yamı̂n (kaffarah melanggar
sumpah).
6. Kaffarah karena membunuh binantang buruan pada saat berihram.
Kaffarah jenis ini adalah mengganti binatang
ternak yang seimbang, atau memberi makan orang miskin, atau berpuasa. Aturan
kaffarah ini Allah jelaskan dalam surat al-Maidah ayat 95.
c. Hikmah Kaffarah
Secara umum, hikmah
kaffarah terangkum dalam 3 pointer berikut;
1. Manusia benar-benar menyesali pebuatan yang keliru, telah berbuat dosa kepada Allah
dan merugikan sesama manusia
2. Menuntun manusia agar segera bertaubat kepada Allah atas tindak
maksiat yang ia lakukan.
3. Menstabilakan mental manusia, hingga ia merasakan ketenangan
diri karena tuntunan agama (membayar kaffarah) telah ia tunaikan.
RANGKUMAN
Jinayat
memiliki pembahasan mengenai tindak pidanan pembunuhan dan penganiayaan serta
sangsi hukumnya seperti qishash, diyat, dan kaffarah.
•
Pembunuhan adalah melenyapkan
nyawa seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan menggunakan alat
mematikan ataupun tidak.
•
Macam-macam pembunuhan ada
3, yaitu:
1. Qatl al-‘amdin (pembunuhan
sengaja).
2. Qatl al-syibhi al-‘amdin
(pembunuhan seperti sengaja).
3. Qatl al-khata’ (pembunuhan
tersalah).
Diantara teks
syar’i yang menjelaskan tentang larangan membunuh adalah Q.S. alIsra’: 33.
1. Terkait dengan pembunuhan berkelompok, mereka yang membunuh
seseorang secara berkelompok, maka semuanya harus diqishash.
2. Hikmah terbesar dari pengharaman praktik pembunuhan adalah
memelihara kehormatan dan keselamatan jiwa manusia.
Jenis jinayat
yang kedua adalah penganiayaan. Secara umum penganiayaan dibagi menjadi 2,
yaitu;
1. Penganiayaan berat yaitu perbuatan melukai atau merusak bagian
badan yang menyebabkan hilangnya manfaat atau fungsi anggota badan tersebut,
seperti; memukul tangan sampai patah, atau merusak mata sampai buta dan
sejenisnya.
2. Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai anggota tubuh orang
lain yang menyebabkan luka ringan.
•
Dasar hukum larangan tindak
penganiayaan adalah Q.S. al-Maidah; 45.
•
Qishash adalah hukuman
balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun penganiayaan yang dilakukan
secara sengaja.
•
Dasar hukum qishash baik
terkait dengan pembunuhan atau penganiayaan ditegaskan dalam Q.S. al-Maidah;
45.
•
Syarat-syarat
dilaksanakannya qishash adalah;
1. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya.
2. Pembunuh sudah aqil baligh.
3. Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh.
4. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan yang membunuh.
5. Qishash dilakukan dalam hal yang sama. Jiwa dengan jiwa, mata
dengan mata dan sebagainya.
Diyat adalah sejumlah harta yang
wajib diberikan kepada pihak terbunuh atau teraniaya.
•
Sebab-sebab ditetapkannya
diyat
1. Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaa kan pihak terbunuh
(keluarga korban).
2. Pembunuhan semi sengaja.
3. Pembunuhan tersalah.
4. Pembunuh lari akan tetapi identitasnya sudah diketahui secara
jelas. Dalam konteks ini diyat dibebankan kepada keluarga pembunuh.
5. Qishash sulit dilaksanakan (terkait dengan tindak pidana
penganiayaan).
Diyat terbagi
menjadi dua macam. Diyat mughaladzah (berat) dan diyat mukhaffafah (ringan).
1.
Diyat mughaladzah (berat)
dengan membayar 100 ekor unta yang terdiri dari; - 30 hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun).
- 30 jadz’ah (unta betina berumur 4-5 tahun). - 40 khilfah (unta bunting).
2.
Diyat mukhaffafah (ringan)
dengan membayar 100 ekor unta yang terdiri dari; - 20 hiqqh (unta betina berumur 3-4 tahun).
- 20 jadz’ah (unta betina berumur 4-5 tahun).
- 20 binta makhadh (unta betina lebih dari 1 tahun).
- 20 binta labun (unta betina berumur lebih dari 2 tahun). - 20 ibna labun (unta jantan berumur
lebih dari 2 tahun).
•
Secara istilah kaffarah
mempunyai makna denda yang wajib dibayarkan seseorang yang telah melanggar
larangan Allah tertentu. Kaffarah merupakan tanda bahwa ia bertaubat kepada
Allah.
•
Kaffarah pembunuhan adalah
memerdekakan budak muslim. Jika hal tersebut tidak mampu dilakukan, maka
pilihan selanjutnya adalah puasa 2 bulan berturut-turut.
•
Allah menerangka kaffarah
pembunuhan dalam al-Qur’an:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
لَا تَقْتُلُوا۟ ٱلصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ ۚ وَمَن قَتَلَهُۥ مِنكُم
مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ ٱلنَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِۦ ذَوَا
عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًۢا بَٰلِغَ ٱلْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّٰرَةٌ طَعَامُ مَسَٰكِينَ
أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِۦ ۗ عَفَا ٱللَّهُ
عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ ٱللَّهُ مِنْهُ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ ذُو
ٱنتِقَامٍ
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang
buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan
sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan
buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu
sebagai hadyad yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kaffarat
dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan
yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya.
Allah telah memaa kan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali
mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai
(kekuasaan untuk) menyiksa.” (QS. AlMaidah : 95)
Mana soalnya
BalasHapus