KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI
INTI 1 (SIKAP SPIRITUAL)
1.
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KOMPETENSI
INTI 2 (SIKAP SOSIAL)
2.
Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan proaktif sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia
KOMPETENSI
INTI 3 (PENGETAHUAN)
3.
Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, procedural
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengeta-huan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah
KOMPETENSI
INTI 4 (KETERAMPILAN)
4.
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
KOMPETENSI
DASAR
1.7
Menghayati hikmah dan manfaat dari ketentuan syariat Islam tentang pembagian
warisan dan wasiat
2.3
Mengamalkan sikap peduli, jujur dan kerja sama sebagai implementasi dari
pemahaman tentang ketentuan pembagian harta warisan dan wasiat
3.7
Menganalisis ketentuan hukum waris dan wasiat
4.7
Menyajikan hasil analisis praktik waris dan wasiat dalam masyarakat yang sesuai
dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam
INDIKATOR
1.7.1
Meyakini hikmah dan manfaat dari ketentuan syariat Islam tentang pembagian
warisan dan wasiat
1.7.2
Proaktf dalam mempelajari ketentuan syariat Islam tentang pembagian warisan dan
wasiat.
1.3.1
Menjadi teladan dalam bersikap sebagai implementasi dari pemahaman tentang
ketentuan pembagian harta warisan dan wasiat
1.3.2
Berakhlak mulia dalam bertindak sebagai implementasi dari pemahaman tentang
ketentuan pembagian harta warisan dan wasiat
1.7.1
Mampu menyususun ketentuan hukum waris dan wasiat
1.7.2
Mempresentasikan ketentuan-ketentuan hukum waris dan wasiat
4.7.1
Menghitung hasil praktik waris dan wasiat dalam masyarakat yang sesuai dan
tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam
4.7.2
Membuat laporan hitungan warisan dan praktek wasiat yang sesuai dengan
ketentuan hukum Islam
PRAWACANA
Islam
menganjurkan kepada kalangan umat Islam untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan,
baik yang berhubungan dengan perkara-perkara duniawi maupun ukhrawi. Ilmu yang
tidak kalah pentingnya dalam menyelesaikan perselisian diantara keluarga adalah
pembagian harta benda dari orang yang telah meninggal. Dalam Islam sendiri
al-Quran memberikan tuntunan dan tuntutan dalam pembagian harta tersebut. Ilmu
pembagian tersebut dalam ilmu fikih dikenal dengan ilmu faraid (disiplin ilmu yang
membahas berbagai hal terkait pembagian harta waris). Tujuan utama mempelajari
ilmu faraid, adalah agar setiap orang Muslim mengetahui siapa saja yang berhak mendapatkan
warisan dan yang tidak, hingga tidak akan terjadi pengambilan hak saudaraanya
yang lain secara semena-mena. Karena saat seseorang telah meninggal dunia, maka
harta yang ia miliki sebelumnya telah terlepas dari kepemilikannya, berpindah
menjadi hak milik ahli warisnya. Pada posisi ini, orang mukmin dituntut dan
diperintahkan membagi harta peninggalan seorang yang telah meninggal sesuai
dengan ketentuan syara’.
Kesadaran
melaksanakan aturan pembagian harta waris sesuai ketentuan ilmu faraid juga merupakan
bukti ketaatan seorang muslim kepada Rabb-Nya. Mereka jalankan aturan syariat,
dan ia yakini dengan sebenar-benarnya bahwa aturan Allah terkait dengan pembagian
harta merupakan aturan terbaik yang bermuara pada kemaslahatan.
Dalam
bab ini, akan dibahas beberapa hal terkait permasalahan warisan. Diantaranya; sebab
seseorang mendapatkan warisan, penghalang seseorang mendapatkan warisan, siapa
sajakah yang berhak mendapatkan warisan, berapa harta warisan yang berhak didapatkan
ahli waris dalam berbagai macam keadaannya, serta hal-hal lain yang dirasa pelu
diangkat dalam masalah warisan.
A.
ILMU MAWARIS
1.
Pengertian Ilmu Mawaris
Dari
segi bahasa, kata mawaris مواريث merupakan bentuk
jamak dari kata
میرا yang artinya harta yang diwariskan.
Adapun makna istilahnya adalah ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah
seseorang meninggal dunia. Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraid علم الفرائض Kata faraid
sendiri ditinjau dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari kata Faridah فريضة
yang bermakna ketentuan, bagian, atau ukuran. Karenanya bahasan inti dari ilmu
warisan adalah perkara-perkara yang terkait dengan harta warisan atau harta
peninggalan. Ringkasnya bisa dikatakan bahwa ilmu faraid adalah disiplin ilmu
yang membahas tentang ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah
ditentukan untuk masing-masing ahli waris. Ilmu mawaris akan selalu terkait
dengan beberapa unsur yang sering diistilahkan dengan rukun-rukun mawarits.
Dalam berbagai referensi yang membahas tentang mawaris dipaparkan bahwa
rukun-rukun mawarits ada 3 yaitu;
a.
Waris وارث
yaitu
orang yang mendapatkan harta warisan. Seorang berhak mendapatkan warisan karena
salah satu dari tiga sebab yaitu; pertalian darah, hubungan pernikahan, dan
memerdekakan budak.
b.
Muwarris مورث
yaitu
orang yang telah meninggal dan mewariskan harta kepada ahli waritsnya. Baik
meninggal secara hakiki dalam arti ia telah menghembuskan nafas terakhirnya.
Atau meninggal secara taqdiri (perkiraan) semisal seorang yang telah lama
menghilang (al-mafqud) dan tidak diketahui kabar beritanya dan tempat ia
berdomisili hingga pada akhirnya hakim memutuskan bahwa orang tersebut dihukumi
sama dengan orang yang meninggal.
c.
Maurus موروث
yaitu
harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris setelah diambil untuk kepentingan
pemeliharaan jenazah (tajhiz al-janâzah), pelunasan hutang mayit, dan
pelaksanaan wasiat mayit. Terkadang mauruts diistilahkan dengan mirats atau
irs.
2.
Hukum Membagi Harta Warisan
Seorang
muslim dituntut menjalankan syariat Islam sesuai dengan apa yang telah
digariskan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Setiap muslim haruslah mentaati semua
perintah ataupun larangan Allah Swt, sebagai bukti konsistensinya memegang
aturan aturan syariat. Demikian halnya saat syariat Islam mengatur hal-hal yang
terkait dengan pembagian harta waris. Seorang muslim harus meresponnya dengan
baik dan mematuhi aturan tersebut. Karena aturan warisan tersebut merupakan
ketentuan Allah yang pasti akan mendatangkan maslahat bagi semua hamba-hamab-Nya.
Bahkan Allah memperingatkan dengan keras siapapun yang melanggar aturan-aturan
yang telah ditetapkan-Nya (termasuk aturan warisan). Allah berfirman dalam
surat an-Nisa [4]: 14
وَمَن
يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدْخِلْهُ نَارًا خَٰلِدًا
فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Artinya:
"Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan ketentuan-Nya,
maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan
baginya siksa yang menghinakan." (Q.S. an-Nisa [4]: 14)
Rasulullah
Saw. juga bersabda:
أَقْسَمُوْا اْلمَالَ بَيْنَ أَهْلِ اْلفَرَائِضِ عَلَى كِتَابِ
اللهِ
Artinya:
dari Ibnu Abbas ia berkata, Rasulullah bersabd "Bagilah harta warisan diantara
ahli waris sesuai dengan (aturan) kitab Allah." (H.R. Muslim, Abu Dawud
dan Ibnu Majah).
3.
Hal-hal yang harus dilakukan sebelum harta warisan dibagikan Beberapa hal yang
harus ditunaikan terlebih dahulu oleh ahli waris sebelum harta warisan
dibagikan adalah:
1)
Zakat. Kalau harta yang ditinggalkan sudah saatnya dikeluarkan zakatnya, maka
zakat harta tersebut harus dibayarkan terlebih dahulu.
2)
Belanja. Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan jenazah, mulai dari membeli
kain kafan, upah menggali kuburan, dan lain sebagainya.
3)
Hutang. Jika mayat memiliki hutang, maka hutangnya harus dibayar terlebih dahulu
dengan harta warisan yang ditinggalkan.
4)
Wasiat. Jika mayat meninggalkan wasiat, agar sebagian harta peninggalannya diberikan
kepada orang lain. Maka wasiat inipun harus dilaksanakan.Apabila keempat hak
tersebut (zakat, biaya penguburan, hutang mayat, dan wasiat mayat) sudah
diselesaikan, maka harta warisan selebihnya baru dapat dibagibagikan kepada
ahli waris yang berhak menerimanya.
4.
Hukum Mempelajari Ilmu Mawaris Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan
mengajarkan ilmu mawaris adalah fardhu kifayah. Artinya, jika telah ada
sebagian kalangan yang mempelajari ilmu tersebut, maka kewajiban yang lain
telah gugur. Akan tetapi jika dalam satu daerah/wilayah tak ada seorang pun
yang mau mendalami ilmu warisan, maka semua penduduk wilayah tersebut
menanggung dosa. Urgensi ilmu mawarits dapat dicermati dalam satu teks hadis
dimana Rasulullah Saw. menggandengkan perintah belajar al-Qur’an dan
mengajarkan alQur’an dengan perintah belajar dan mengajarkan ilmu
mawarits/faraid.
Rasulullah
Saw. bersabda:
تَعَلَّمُوْا الْقُرْآنَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ وَتَعَلَّمُوْا
الْفَرَئِضَ وَعَلِّمُوْهَا النَّاسَ فَاِنِّى امْرُوءٌ مَقْبُوْضٌ وَالْعِلْمُ
مَرْفُوْعٌ وَيُوْشِكُ أَنْ يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى الْفَرِيْضَةِ فَلاَ
يَجِدَانِ اَحَدًا يُخْبِرْهُمَا (اخرده احمد والنسائ والدرقطتى)
Artinya:
“Ibnu Mas'ud berkata: telah menyampaikan kepada saya, Rasulullah Saw: Pelajarilah
ilmu dan ajarkanlah kepada manusia, pelajarilah ilmu faraid dan ajarkanlah
kepada orang lain, pelajarilah al Qur’an dan ajarkanlah kepada orang lain.
Karena aku adalah orang yang bakal terenggut (mati) sedang ilmu akan dihilangkan.
Fitnah-fitnah akan nampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian
warisan tidak mendapatkan seorangpun yang dapat memberikan fatwa kepada mereka”
(HR. al-Darimi)”.
Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mempelajari ilmu mawaris| tidak
bisa dianggap sebelah mata, terutama bagi para pendakwah atau penyeru kebajikan.
Walaupun hukum awalnya fardhu kifayah, akan tetapi dalam kondisi tertentu, saat
tak ada seorangpun yang mempelajarinya maka hukum mempelajari ilmu mawarits
berubah menjadi fardhu ain.
5.
Tujuan Ilmu Mawaris
Tujuan
ilmu mawaris dapat dirangkum dalam beberapa poin di bawah ini
1)
Memberikan pembelajaran bagi kaum muslimin agar bertanggung jawab dalam melaksanakan
syariat Islam yang terkait dengan pembagian harta waris.
2)
Menyodorkan solusi terbaik terhadap berbagai permasalahan seputar pembagian
harta waris yang sesuai dengan aturan Allah Swt.
3)
Menyelamatkan harta benda si mayit hingga tidak diambil orang-orang zalim yang
tidak berhak menerimanya.
6.
Sumber Hukum Ilmu Mawaris
Sumber
hukum ilmu mawaris adalah al-Qur’an dan al-Hadis. Berikut beberapa teks
al-Qur’an yang menjelaskan tentang ketentuan pembagian harta waris.
Firman
Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat 7:
لِّلرِّجَالِ
نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ
مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ
نَصِيبًا مَّفْرُوضًا
Artinya:
"Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.(QS.
an-Nisa’[4] : 7)
Firman
Allah dalam surat an-Nisa [4]:11-12:
يُوصِيكُمُ
ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن
كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ
وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ
مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌ
وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ
فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ
ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا
ۚ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
وَلَكُمْ
نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَٰجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ
لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ
يُوصِينَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ
يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ ٱلثُّمُنُ مِمَّا
تَرَكْتُم ۚ مِّنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِن كَانَ
رَجُلٌ يُورَثُ كَلَٰلَةً أَوِ ٱمْرَأَةٌ وَلَهُۥٓ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ
وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ ۚ فَإِن كَانُوٓا۟ أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ
شُرَكَآءُ فِى ٱلثُّلُثِ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ
غَيْرَ مُضَآرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
Artinya:
"Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak
perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja,
maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapanya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya memperoleh seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut
di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa
di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka
kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para istri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar
dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun." (QS. An-Nisa’
[4]: 11-12)
Adapun
beberapa teks hadis yang terkait dengan pembahasan warisan adalah: Sabda
Rasulullah Saw.:
تعلموا الفرائض و علموها فإنها نصف العلم وهو
ينسى وهو أول علم ينتزع من أمتي
Artinya:
dari Abu Hurairah, Rasulullah berkata "Wahai Abu Hurairah! Belajarlan ilmu
faraid (warisan) dan ajarkanlah ilmu tersebut. Karena sesungguhnya ia merupakan
setengah dari ilmu, dan ia akan dilupakan, dan ia merupakan ilmu yang pertama
kali dicabut dari umatku.” (H.R. Ibnu Majah)
7.
Kedudukan Ilmu Mawaris
Ilmu
mawaris mempunyai kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Ia menjadi solusi
efektif berbagai permasalahan umat terkait pembagian harta waris. Kala ilmu
mawaris diterapkan secara baik, maka urusan hak adam akan terselesaikan secara
baik. Semua ahli waris akan mendapatkan haknya secara proporsional. Mereka tak
akan didzalimi ataupun mendzalimi, karena semuanya
sudah disandarkan pada aturan Allah ta’ala. Selain apa yang terpaparkan di
atas, keagungan ilmu mawaris juga dapat dipahami dari ayat-ayat al-Qur’an yang
membicarakan persoalan waris. Allah menerangkan teknis pembagian harta waris
secara gamblang dan terperinci dalam beberapa ayatNya. Ini merupakan indikator
yang menegaskan bahwa persoalan warisan merupakan persoalan agung dan sangat
penting. Pada beberapa hadis yang telah disebutkan sebelumnya, Rasulullah juga mengingatkan
umatnya untuk tidak melupakan ilmu mawaris, karena ia merupakan bagian penting
dalam agama.
B.
SEBAB-SEBAB SESEORANG MENDAPATKAN WARISAN
Dalam
kajian fikih Islam hal-hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan warisan ada 4
yaitu:
1.
Sebab Nasab (hubungan keluarga)
Nasab
yang dimaksud disini adalah nasab hakiki. Artinya hubungan darah atau hubungan
kerabat, baik dari garis atas atau leluhur si mayit (ushul), garis keturunan (furu’),
maupun hubungan kekerabatan garis menyimpang (hawasyi), baik laki-laki maupun
perempuan. Misalnya seorang anak akan memperoleh harta warisan dari bapaknya
dan sebaliknya, atau seseorang akan memperoleh harta warisan dari saudaranya,
dan lain-lain. Sebagaimana firman Allah Swt. :
لِّلرِّجَالِ
نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ
مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ
نَصِيبًا مَّفْرُوضًا
Artinya:
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibubapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.”
(QS. An-Nisa [4]: 7)
2.
Sebab Pernikahan yang Sah
Yang
dimaksud dengan pernikahan yang sah adalah berkumpulnya suami istri dalam
ikatan pernikahan yang sah. Dari keduanya inilah muncul istilahistilah baru dalam
ilmu mawaris, seperti: zawil furud, ashobah, dan furudh muqaddlarah. Allah Swt.
berfirman:
وَلَكُمْ
نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَٰجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ
Artinya:
“Dan bagimu ( suami-suami ) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri
kamu, jika mereka tidak mempunyai anak” (QS. An-Nisa' [4] : 12)
3.
Sebab wala’ الولاء atau sebab jalan memerdekakan budak
Seseorang
yang memerdekakan hamba sahaya, berhak mendapatkan warisan dari hamba sahaya
tersebut kala ia meninggal dunia. Di antara teks hadis yang menjelaskan hal ini
adalah:
إنما الولاء لمن أعتق
Artinya:
dari Aisyah ………… Aisyah Ra, berkata kepada Nabi Saw, kemudian
Nabi bersabda kepadanya: belilah budak (wala), sesungguhnya wala' itu untuk
orang yang memerdekakan." (HR. al-Bukhari)
الولاء لحمة كلحمة النسب
Artinya:
dari Ibnu Umar Ra. bahwa Rasulullah bersabda "Wala’ itu sebagai keluarga
seperti keluarga karena nasab. Maka tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan".
(HR. Al-Syafi'i dan al-Darimi)
Kedua
hadis di atas menjelaskan bahwa wala atau memerdekakan budak bias menjadi sebab
seseorang mendapatkan warisan.
4.
Sebab Kesamaan Agama
Ketika
seorang muslim meninggal sedangkan ia tidak memiliki ahli waris, baik ahli
waris karena sebab nasab, nikah, ataupun wala (memerdekakan budak) maka harta
warisannya dipasrahkan kepada baitul mal untuk maslahat umat Islam. Hal tersebut
disandarkan pada sabda Rasulullah Saw.:
أنا وارث من لا وارث له
Artinya:
dari Miqdam Al-Syami, Rasulullah bersabda "Aku adalah ahli waris bagi
orang yang tidak mempunyai ahli waris.” (HR. Ah}mad , Al-Baihaqi, Ibnu Majah
dan Abu Dawud)
Maksud
hadis di atas, Rasulullah menjadi perantara penerima harta waris dari siapapun
yang meninggal sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris, kemudian Rasulullah
gunakan harta waris tersebut untuk maslahat kalangan muslimin.
C.
HAL-HAL YANG MENYEBABKAN SESEORANG TIDAK MENDAPATKAN HARTA WARIS
Dalam
kajian ilmu faraid, hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan harta
warisan masuk dalam pembahasan mawani’ul irs (penghalangpenghalang warisan).
Penghalang yang dimaksud disini adalah hal-hal tertentu yang menyebabkan
seseorang tidak mendapatkan warisan, padahal pada awal mulanyaia merupakan
orang-orang yang semestinya mendapatkan harta waris. Orang yang terhalang
mendapatkan warisan disebut dengan mamnu’ al-irs atau mahjub bil wasfi
(terhalang karena adanya sifat tertentu). Mereka adalah; pembunuh, budak,
murtad, dan orang yang berbeda agama dengan orang yang meninggalkan harta
warisnya. Berikut penjelasan singkat ketiga kelompok manusia yang masuk dalam
kategori mamnu’ al-irs tersebut:
1.
Pembunuh القاتل
Orang
yang membunuh salah satu anggota keluarganya maka ia tidak berhak mendapatkan
harta warisan dari yang terbunuh. Dalam salah satu qaidah fiqhiyah dijelaskan:
من استعجل بالشيئ عوقب بحرمانه
Artinya:
"Barangsiapa yang tegesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu, maka ia tidak
diperbolehkan menerima sesuatu tersebut sebagai bentuk hukuman untuknya.”
Rasulullah
Saw, dalam salah satu sabdanya, menegaskan bahwa seorang pembunuh tidak akan
mewarisi harta yang terbunuh. Beliau Saw. bersabda:
ليس للقاتل من الميراث شيئ
Artinya:
dari Amer bin Syu’aib dari Bapaknya dari Kakeknya, ia berkata Rasulullah Saw,
“Bagi pembunuh tidak berhak mendapatkan warisan sedikitpun”.(HR. an-Nasa’i dan
al-Daruqutni)
Dalam
masalah tidak berhaknya pembunuh mendapatkan harta warisan orang yang terbunuh,
sebagiain ulama memisahkan sifat pembunuhan yang terjadi. Jika pembunuhan yang
dilakukan masuk dalam kategori sengaja, maka pembunuh tidak mendapatkan harta
warisan sepeser pun dari korban. Adapun jika pembunuhannya bersifat tersalah
maka pelakunya tetap mendapatkan harta waris. Pendapat ini dianut oleh imam
Malik bin Anas dan pengikutnya.
2.
Budak العبد
Seseorang
yang berstatus sebagai budak tidak berhak mendapatkan harta warisan dari
tuannya. Demikian juga sebaliknya, tuannya tidak berhak mendapatkan warisan
dari budaknya karena ia memang orang yang tidak mempunyai hak milik sama
sekali. Terkait dengan hal ini Allah berfirman:
ضَرَبَ
ٱللَّهُ مَثَلًا عَبْدًا مَّمْلُوكًا لَّا يَقْدِرُ عَلَىٰ شَىْءٍ
Artinya:
"Allah membuat perumpamaan seorang hamba sahaya di bawah kekuasaan orang
lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu". (QS. An-Nahl [16]: 75)
3.
Orang Murtad
Murtad
artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad tidak berhak mendapat warisan
dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya. Rasulullah Saw.
bersabda:
لا يرث المسلم الكافر و لا يرث الكافر المسلم
Artinya:
dari Usamah bin Zaid Ra. Rasulullah bersabda “Orang Islam tidak bisa mewarisi
harta orang kafir, dan orang kafir tidak bisa mewarisi harta dari
orang Islam". (Muttafaq 'Alaih)
4.
Perbedaan Agama اختلاف الدين
Orang
Islam tidak dapat mewarisi harta warisan orang non muslim (kafir) meskipun
masih kerabat keluarganya. Demikian juga sebaliknya. Dalil syar’I terkait hal
ini adalah hadis yang telah dipelajari sebelumnya bahwa seorang muslim tidak
akan menerima warisan orang non muslim, sebagaimana juga orang non muslim tidak
akan menerima warisan orang muslim.
D.
AHLI WARIS YANG TIDAK BISA GUGUR HAKNYA
Sebagaimana
maklum adanya, dalam pembagian harta warisan terkadang ada ahli waris yang
terhalang mendapatkan harta warisan karena sebab tertentu, dan sebagian lain
ada juga yang tidak mendapatkan harta warisan karena terhalang oleh ahli waris
yang lain. Akan tetapi ada beberapa ahli waris yang haknya untuk mendapatkan
warisan tidak terhalangi walaupun semua ahli waris ada. Mereka adalah:
1.
Anak laki-laki ابن
2.
Anak perempuan بنت
3.
Bapak أب
4.
Ibu أم
5.
Suami زوج
6.
Istri زوجة
TUGAS
SISWA
Jawablah
petanyaan-pertanyaan dibawah ini!
1.
Bagaimanakah hukum pembagian harta mayit dengan menggunakan sistem hibah?
2.
Bagaimanakah menurutmu jika salah seorang dari ahli
waris tidak
setuju dengan wasiat harta mayit, apakah wasiat tersebut tetap dilaksanakan?
3.
Jika seseorang dalam keadaan sakaratul maut, lalu ia berwasiat kepada ahli warisnya
agar sebagian hartanya dialokasikan
untuk pembangunan masjid. Semua ahli waris
setuju. Akan
tetapi, dengan kekuasaan Allah, ia masih diberi kesempatan hidup di dunia. Dalam keadaan
semisal ini
apakah wasiatnya harus dilaksanakan?
4.
Bagaimanakah hukum ahli waris dan wasiat yang non muslim yang masuk Islam dengan
niat mendapatkan harta warisan
atau harta wasiat/
5. Bolehkah
pembagian harta waris ditunda dalam rentang waktu yang cukup lama ketika
semua ahli waris bersepakat dalam
hal itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar