Dalam kehidupan
sehari-hari, manusia tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu membutuhkan
bantuan orang lain, baik untuk memenuhi kepentingannya sendiri maupun untuk
kepentingan orang lain. Hal tersebut tak bisa terlpeas dari manusia, karena
manusia merupakan makhluk sosial
KOMPETENSI INTI
1. Menghayati dan
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menunjukan perialku
jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran,
damai), santun, responsif dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam
serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami, menerapkan
dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, procedural dan metakognitif
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya dan humanoria dengan wawasan kemanusian, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian serta menerapkan pengetahuan prosedural
pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah
4. Mengolah, menalar dan
menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari
yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu menggunakan metoda
sesuai kaidah keilmuan
KOMPETENSI DASAR (KD)
1.8 Menghayati konsep
muamalah dalam Islam tentang musaaqah, muzaara’ah, mudlaarabah, muraabahah,
syirkah, syuf’ah, wakaalah, shulh, dlamaan dan kafaalah
2.8 Mengamalkan sikap
peduli dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari sebagai implementasi dari
pengetahuan tentang kerjasama dalam hal ekonomi
3.8 menganalisis
ketentuan muamalah tentang musaaqah, muzaara’ah, mudlaarabah, muraabahah, syirkah,
syuf’ah, wakaalah, shulh, dlamaan dan kafaalah
4.8 menyajikan hasil
analisis tentang hikmah yang terkandung dalam musaaqah, muzaara’ah, mudlaarabah,
muraabahah, syirkah, syuf’ah, wakaalah, shulh, dlamaan dan kafaalah
144 BUKU FIKIH X MA
PENDALAMAN MATERI
A. MUSAQAH
1. PengertianMusaqah
Musaqah merupakan kerja
sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk
memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang
jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.
a. Hukum Musaqah
Hukum musaqah adalah
mubah (boleh) sebagaimana sabda Rasulullah saw. Yang artinya .Dari Ibnu Umar,
“sesungguhnya nabi saw. telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar,
agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari
penghasilannya, baik dari buah-buahan ataupun hasil pertahun (palawija)” Jika
ada orang kaya memiliki sebidang kebun yang di dalamnya terdapat pepohonan seperti
kurma dan anggur dan orang tersebut tidak mampu mengairi atau merawat
pohonpohon kurma dan anggur tersebut karena adanya suatu halangan, maka
diperbolehkan untuk melakukan suatu akad dengan seseorang yang mau mengairi dan
merawat pohon-pohon tersebut. Dan bagi masing-masing keduanya mendapatkan
bagian dari hasilnya.
2. Rukun Musaqah
a. Pemilik dan penggarap
kebun.
b. Pekerjaan dengan
ketentuan yang jelas baik waktu, jenis, dan sifatnya.
c. Hasil yang diperoleh
berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya. Buah, hendaknya ditentukan bagian masing-masing
(yang punya kebun dan tukang kebun) misalnya seperdua, sepertiga, atau berapa
saja asal berdasarkan kesepakatan keduanya pada waktu akad.
d. Akad, yaitu ijab
qabul baik berbentuk perkataan maupun tulisan.
B. MUZARAAH DAN
MUKHOBARAH
1. Pengertian Mukhabarah
Mukhabarah adalah
kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari yang
punya tanah. Pada umumnya kerjasama mukhabarah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya
cukup mahal, seperti cengkeh, pala, vanili, dan lain-lain. Namun tidak tertutup
kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerjasama
mukhabarah.
2. Pengertian Muzaraah
Muzaraah adalah
kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari
penggarap. Pada umumnya kerjasama muzaraah ini dilakukan pada tanaman yang
benihnya relatif murah, seperti padi, jagung, kacang, kedelai dan lain-lain.
Hukum Mukhabarah dan
Muzaraah
Hukum mukhabarah dan
muzaraah adalah boleh sebagaimana hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan dai
ibnu umar yang artinya Artinya: Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi saw.. telah
memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian
mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah -buahan maupun
dari hasil pertahun (palawija)” (H.R. Muslim)
Dalam kaitannya hukum
tersebut, Jumhurul Ulama’ membolehkan aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah,
karena selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa
melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua
belah pihak. Menguntungkan karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai
waktu dalam mengolah tanah atau menanam tanaman. Sedangkan orang yang mempunyai
keahlian dalam hal mengolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang atau
tanah, maka dengan aqad bagi hasil tersebut menguntungkan kedua belah pihak,
dan tidak ada yang dirugikan. Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah,
muzara’ah, dan mukhabarah yaitu, persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan
aqad (perjanjian), sedangkan perbedaannya adalah di dalam musaqah, tanaman
sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya. Di dalam
muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh
penggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarap). Sedangkan di
dalam mukhabarah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu
oleh penggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah.
C. MUDHARABAH
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah suatu
bentuk kerjasama perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya
kepada pengelola dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan
kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan jika mengalami kerugian akan ditanggung
oleh si pemilik modal.
2. Rukun Mudharabah
Rukun mudharabah yaitu:
a. Adanya pemilik modal
dan mudhorib
b. Adanya modal, kerja
dan keuntungan
c. Adanya sighot yaitu
Ijab dan Qobul
3. Macam-macam
Mudharabah
Secara umum mudharabah
dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
a. Mudharabah muthlaqah
Dimana pemilik modal
(shahibul mal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk
mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan.
Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai
dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat.
b. Mudharabah muqayyadah
Dimana pemilik dana
menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana
tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
D. MURABAHAH
1. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah
transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli
dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah
dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli
harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh
2. Ketentuan Murabahah
a. Jual beli murabahah
harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telah
berada di tangan penjual.
b. Adanya kejelasan
informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biayabiaya lain yang lazim
dikeluarkan dalam jual beli.
c. Ada informasi yang
jelas tentang hubungan baik nominal maupun persentase sehingga diketahui oleh
pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah.
d. Dalam sistem
murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin
kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu
tidak ditetapkan.
e. Transaksi pertama
(anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak
boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual
kedua dengan pembeli murabahah.
E. SYIRKAH
1. Pengertian
Menurut bahasa syirkah
artinya : persekutuan, kerjasama atau bersamasama. Menurut istilah syirkah
adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang
modal atau jasa untuk mendapatkan keuntungan. Syirkah atau kerjasama ini
sangat baik dilakukan karena sangat banyak manfaatnya, terutama dalam
meningkatkan kesejahteraan bersama. Kerjasama itu ada yang sifatnya antar
pribadi, antar grup bahkan antar negara. Dalam kehidupan masyarakat, senantiasa
terjadi kerjasama didorong oleh keinginan untuk saling tolong menolong dalam
hal kebaikan dan keuntungan bersama. Firman Allah Swt.
وَتَعَاوَنُوا۟
عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ
Artinya : “Dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, (QS.
Al-Maidah [5]: 2).
2. Macam-Macam Syirkah
Secara garis besar
syirkah dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Syirkah amlak
(Syirkah kepemilikan) Syirkah amlak ini terwujud karena wasiat atau kondisi
lain yang menyebabkan kepemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih.
b. Syirkah uqud (Syirkah
kontrak atau kesepakatan) Syirkah uqud ini terjadi karena kesepakatan dua orang
atau lebih kerjasama dalam syirkah modal untuk usaha, keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama. Syirkah uqud dibedakan menjadi empat macam :
1) Syirkah ‘inan
(harta).
Syirkah harta adalah
akad kerjasama dalam bidang permodalan sehingga terkumpul sejumlah modal yang
memadai untuk diniagakan supaya mendapat keuntungan. Sebagian fuqaha, terutama
fuqaha Irak berpendapat bahwa syirkah dagang ini disebut juga dengan qiradl.
2) Syirkah a’mal
(serikat kerja/ syirkah ’abdan)
Syirkah a’mal adalah
suatu bentuk kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa
atau pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan. Contoh :
CV, NP, Firma, Koperasi dan lain-lain.
3) Syirkah Muwafadah
Syirkah Muwafadah adalah
kontrak kerjasama dua orang atau lebih, dengan syarat kesamaan modal, kerja,
tanggung jawab, beban hutang dan kesamaan laba yang didapat
4) Syirkah Wujuh (Syirkah
keahlian) Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis.
3. Rukun dan Syarat
Syirkah
Rukun dan syarat syirkah
dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Anggota yang
berserikat, dengan syarat : baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan
baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan mengetahui pokok-pokok
perjanjian.
b. Pokok-pokok
perjanjian syaratnya :
1) Modal pokok yang
dioperasikan harus jelas.
2) Anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga harus jelas.
3) Yang disyarikat
kerjakan (obyeknya) tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
c. Sighat, dengan Syarat
: Akad kerjasama harus jelas sesuai dengan perjanjian.
F. WAKALAH
1. Pengertian Wakalah
Wakalah menurut bahasa
artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu mewakilkan atau menyerahkan
pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan
selama batas waktu yang ditentukan.
2. Hukum Wakalah
Asal hukum wakalah
adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu adalah
pekerjaan yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalua terpaksa
harus mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah Swt. Berfirman:
إِلَى
ٱلْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَآ أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُم بِرِزْقٍ
مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
”Maka suruhlah salah
seorang di antara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu ini” (QS. Al-Kahfi :
19).
Ayat tersebut menunjukkan
kebolehan mewakilkan sesuatu pekerjaan kepada orang lain. Rasulullah saw.
Bersabda yang artinya “Dari Abu Hurairah ra.berkata : “Telah mewakilkan Nabi saw.
kepadaku untuk memelihara zakat fitrah dan beliau telah memberi Uqbah bin Amr
seekor kambing agar dibagikan kepada sahabat beliau” (HR. Bukhari).
Kebolehan mewakilkan ini
pada umumnya dalam masalah muamalah. Misalnya mewakilkan jual beli,
menggadaikan barang, memberi shadaqah / hadiah dan lain-lain. Sedangkan dalam
bidang ‘Ubudiyah ada yang boleh dan ada yang dilarang. Yang boleh misalnya
mewakilkan haji bagi orang yang sudah meninggal atau tidak mampu secara fisik,
mewakilkan memberi zakat, menyembelih hewan kurban dan sebagainya. Sedangkan
yang tidak boleh adalah mewakilkan Shalat dan Puasa serta yang berkaitan
dengan itu seperti
wudhu.
3. Rukun dan Syarat
Wakalah
a. Orang yang mewakilkan
/ yang memberi kuasa. Syaratnya : Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan
tersebut.
b. Orang yang mewakilkan
/ yang diberi kuasa. Syaratnya : Baligh dan Berakal sehat.
c. Masalah / Urusan yang
dikuasakan.
Syaratnya jelas dan
dapat dikuasakan.
d. Akad (Ijab Qabul).
Syaratnya dapat dipahami
kedua belah pihak.
4. Syarat Pekerjaan Yang
Dapat Diwakilkan
a. Pekerjaan tersebut
diperbolehkan agama.
b. Pekerjaan tersebut
milik pemberi kuasa.
c. Pekerjaan tersebut
dipahami oleh orang yang diberi kuasa.
5. Habisnya Akad Wakalah
a. Salah satu pihak
meninggal dunia.
b. Jika salah satu pihak
menjadi gila.
c. Pemutusan dilakukan
orang yang mewakilkan dan diketahui oleh orang yang diberi wewenang. d. Pemberi
kuasa keluar dari status kepemilikannya.
6. Hikmah Wakalah
a. Dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang mempunyai kemampuan
dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaikbaiknya. Misalnya tidak
setiap orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya, tidak semua
orang dapat belanja sendiri dan lain-lain.
b. Saling tolong
menolong di antara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan bantuan
orang lain.
c. Timbulnya saling
percaya mempercayai di antara sesama manusia. Memberikan kuasa pada orang lain
merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain.
F. SULHU
1. Pengertian Sulhu
Sulhu menurut bahasa
artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian perdamaian di antara
dua pihak yang berselisih. Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk
menghilangkan dendam, persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan
kembali).
2. Hukum Sulhu
Hukum sulhu atau
perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuanketentuan atau perintah Allah
Swt., di dalam Al-Qur’an QS. Al-Hujurat : 10
إِنَّمَا
ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
“Sesungguhnya orang
mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”
3. Rukun dan Syarat
Sulhu
a. Mereka yang sepakat
damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.
b. Tidak ada paksaan.
c. Masalah-masalah yang
didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
d. Jika dipandang perlu,
dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti yang disintir dalam Al-Qur’an
An-Nisaȑ’ : 35.
4. Macam-macam
Perdamaian
Dari segi orang yang
berdamai, sulhu macamnya sebagai berikut :
a. Perdamaian antar
sesama muslim.
b. Perdamaian antar
muslim dengan non muslim.
c. Perdamaian antar Imam
dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk kepada imam)
d. Perdamaian antara
suami istri.
e. Perdamaian dalam
urusan muamalah dan lain-lain.
5. Hikmah Sulhu
a. Dapat menyelesaikan
perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur tangan pihak
lain.
b. Dapat meningkatkan
rasa ukhuwah / persaudaraan sesama manusia.
c. Dapat menghilangkan
rasa dendam, angkara murka dan perselisihan di antara sesama.
d. Menjunjung tinggi
derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan. Allah Swt. berfirman QS.
Al-Hujurat : 9:
وَإِن
طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا ۖ
فَإِنۢ بَغَتْ إِحْدَىٰهُمَا عَلَى ٱلْأُخْرَىٰ فَقَٰتِلُوا۟ ٱلَّتِى تَبْغِى
حَتَّىٰ تَفِىٓءَ إِلَىٰٓ أَمْرِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن فَآءَتْ فَأَصْلِحُوا۟
بَيْنَهُمَا بِٱلْعَدْلِ وَأَقْسِطُوٓا۟ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
Artinya: “ Dan
apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang
lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu
kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil.
Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
e. Mewujudkan
kebahagiaan hidup baik individu maupun kehidupan masyarakat
G. DHAMÂN
1. Pengertian Dhamân
Dhamân adalah suatu
ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk
menjamin pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang
atau tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang
menjamin pelunasan hutangnya.
2. Dasar Hukum Dhaman
Dhamân hukumnya boleh
dan sah dalam arti diperbolehkan oleh syariat Islam, selama tidak menyangkut
kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Firman Allah Swt.
قَالُوا۟
نَفْقِدُ صُوَاعَ ٱلْمَلِكِ وَلِمَن جَآءَ بِهِۦ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَا۠ بِهِۦ
زَعِيمٌ
Artinya: “Mereka
menjawab, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya
akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu.”
(Q.S Yusuf : 72)
3. Syarat dan Rukun
Dhaman
Rukun Daman antara lain
:
a. Penjamin (daȑmin).
b. Orang yang dijamin
hutangnya (madmun ‘anhu).
c. Penagih yang mendapat
jaminan (madmun lahu).
d. Lafal/ ikrar.
Adapun syarat dhaman
antara lain :
a. Syarat penjamin
1) Dewasa (baligh)
2) Berakal (tidak gila
atau waras)
3) Atas kemauan sendiri
(tidak terpaksa)
4) Orang yang
diperbolehkan membelanjakan harta.
5) Mengetahui jumlah
atau kadar hutang yang dijamin.
b. Syarat orang yang
dijamin, yaitu orang yang berdasarkan hukum diperbolehkan untuk membelanjakan
harta.
c. Syarat orang yang
menagih hutang, dia diketahui keberadaannya oleh orang yang menjamin.
d. Syarat harta yang
dijamin antara lain:
1) Diketahui jumlahnya
2) Diketahui ukurannya
3) Diketahui kadarnya
4) Diketahui keadaannya
5) Diketahui waktu jatuh
tempo pembayaran.
e. Syarat lafadz (ikrar)
yaitu dapat dimengerti yang menunjukkan adanya jaminan serta pemindahan tanggung
jawab dalam memenuhi kewajiban pelunasan hutang dan jaminan ini tidak dibatasi
oleh sesuatu, baik waktu atau keadaan tertentu.
4. Hikmah Dhaman
Hikmah dhaman sebagai
berikut:
a. Munculnya rasa aman
dari peminjam (penghutang).
b. Munculnya rasa lega
dan tenang dari pemberi hutang
c. Terbentuknya sikap
tolong menolong dan persaudaraan
d. Menjamin akan
mendapat pahala dari Allah Swt..
H. KAFALAH
1. Pengertian Kafalah
Kafalah menurut bahasa
berarti menanggung. Firman Allah Swt. :
وَكَفَّلَهَا
زَكَرِيَّا
“Dan Dia (Allah)
menjadikan Zakarya sebagai penjamin (Maryam)
Menurut istilah arti
kafalah adalah menanggung atau menjamin seseorang untuk dapat dihadirkan dalam
suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada saat dan tempat yang ditentukan.
2. Dasar Hukum Kafalah
Para fuqaha’ bersepakat
tentang bedanya kafalah dan masalah ini telah dipraktekkan umat Islam hingga
kini
قَالَ
لَنْ أُرْسِلَهُۥ مَعَكُمْ حَتَّىٰ تُؤْتُونِ مَوْثِقًا مِّنَ ٱللَّهِ
لَتَأْتُنَّنِى بِهِۦٓ إِلَّآ أَن يُحَاطَ بِكُمْ ۖ فَلَمَّآ ءَاتَوْهُ
مَوْثِقَهُمْ قَالَ ٱللَّهُ عَلَىٰ مَا نَقُولُ وَكِيلٌ
Artinya: “ Dia
(Yakub) berkata, “Aku tidak akan melepaskannya (pergi) Bersama kamu, sebelum
kamu bersumpah kepadaku atas (nama) Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya
kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung (musuh).” Setelah mereka
mengucapkan sumpah, dia (Yakub) berkata, “Allah adalah saksi terhadap apa yang
kita ucapkan.”
3. Syarat dan Rukun
Kafalah
Rukun kafalah sebagai
berikut:
a. Kafil, yaitu orang berkewajiban
menanggung.
b. Ashiil, yaitu orang
yang hutang atau orang yang ditanggung akan kewajibannya.
c. Makful Lahu, yaitu
orang yang menghutangkannya.
d. Makful Bihi, yaitu
orang atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang ihwalnya
ditanggung (makful ‘anhu).
Adapun Syarat kafalah
adalah sebagai berikut:
a. Syarat kafil adalah
baligh, berakal, orang yang diperbolehkan menggunakan hartanya secara hukum,
tidak dipaksa (rela dengan kafalah).
b. Ashil tidak
disyaratkan baligh, berakal, kehadiran dan kerelaannya, tetapi siapa saja dapat
ditanggung (dijamin oleh kafil).
c. Makful Lahu
disyaratkan dikenal oleh kafil (orang yang menjamin).
d. Makful Bihi
disyaratkan diketahui jenis, jumlah, kadar atau pekerjaan atau segala sesuatu
yang menjadi hal yang ditanggung/dijamin. Menurut Madzhab Hanafi dan sebagian
pengikut Madzhab Hambali bahwa kafalah boleh bersifat tanjiz, ta’liq dan boleh
juga tauqit. Namun madzhab Syafi’I tidak membolehkan adanya kafalah ta’liq.
Kafalah tanjiz adalah menanggung sesuatu yang dijelaskan keadaannya, seperti
ucapan si kafil: “Aku menjamin si anu sekarang”, Kafalah ta’liq adalah kafalah
atau menjamin seseorang yang dikaitkan dengan sesuatu keadaan bila terjadi.
Misal perkataan si kafil :”Aku akan menjamin hutanghutangmu bila hari ini tidak
turun hujan”. “Maksudnya bila hujan tidak turun aku jadi menjamin
hutang-hutangmu, namun bila turun aku tidak jadi menjamin”. Sedangkan kafalah
tauqit adalah kafalah untuk menjamin terhadap sesuatu tanggungan yang dikuatkan
oleh suatu keadaan tertentu atau dipastikan dengan sungguh-sungguh bahwa dia
betul-betul akan menjamin dari suatu tanggungan itu.
4. Macam-macam Kafalah
Kafalah terbagi menjadi
dua macam, yaitu kafalah jiwa dan kafalah harta. Kafalah jiwa dikenal pula dengan
sebutan dhammul wajhi (tanggungan muka), yaitu adanya kewajiban bagi penanggung
untuk menghadirkan orang yang ditanggung kepada yang ia janjikan tanggungan
(makful lahu). Seperti ucapan :”Aku jamin dapat mendatangkan Ahmad dalam
persidangan nanti”. Ketentuan ini boleh selama menyangkut hak manusia, namun
bila sudah berkaitan dengan hak-hak Allah tidak sah kafalah, seperti menanggung
/ mengganti dari had zina, mencuri dan qishas. Sabda Rasulullah saw.:
“Tidak ada kafalah dalam
masalah had” (HR. Baihaqi).
Kafalah harta adalah
kewajiban yang harus dipenuhi kafil dalam pemenuhan berupa harta.
5. Berakhirnya Kafalah
Kafalah berakhir apabila
kewajiban dari penanggung sudah dilaksanakan dengan baik atau si makful lahu
membatalkan akad kafalah karena merelakannya.
6. Hikmah Kafalah
Adapun hikmah yang dapat
diambil dari kafalah adalah sebagai berikut:
a. Adanya unsur tolong
menolong antar sesama manusia.
b. Orang yang dijamin
(ashiil) terhindar dari perasaan malu dan tercela.
c. Makful lahu akan terhindar
dari unsur penipuan.
d. Kafil akan
mendapatkan pahala dari Allah Swt., karena telah menolong orang lain.
RANGKUMAN
Wakalah adalah
mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas
nama orang yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan. Asal hukum
wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu adalah
pekerjaan yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus
mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama.
Rukun dan Syarat Wakalah
a. Orang yang mewakilkan
/ yang memberi kuasa.Syaratnya : Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan
tersebut.
b. Orang yang mewakilkan
/ yang diberi kuasa.Syaratnya : Baligh dan Berakal sehat.
c. Masalah / Urusan yang
dikuasakan. Syaratnya jelas dan dapat dikuasakan.
d. Akad (Ijab Qabul).
Syaratnya dapat dipahami kedua belah pihak. Sulhu adalah perjanjian perdamaian di antara dua
pihak yang berselisih. Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan
dendam, persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali). Hukum
sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau
perintah Allah Swt.
Rukun dan Syarat Sulhu
a. Mereka yang sepakat
damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.
b. Tidak ada paksaan.
c. Masalah-masalah yang
didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
d. Jika dipandang perlu,
dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti yang terdapat dalam AlQur’an An-Nisa’
: 35.
Macam-macam Perdamaian
Dari segi orang yang berdamai,
sulhu macamnya sebagai berikut :
a. Perdamaian antar
sesama muslim
b. Perdamaian antar
sesama muslim dengan non muslim
c. Perdamaian antar
sesama Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk kepada imam).
d. Perdamaian antara
suami istri.
e. Perdamaian dalam
urusan muamalah dan lain-lain.
Daman adalah suatu ikrar
atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk menjamin
pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang atau
tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin pelunasan
hutangnya. Daman hukumnya boleh dan sah dalam arti diperbolehkan oleh syariat Islam,
selama tidak menyangkut kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak Allah.
Rukun Daman antara lain
:
a. Penjamin (domin).
b. Orang yang dijamin
hutangnya (madmun ‘anhu).
c. Penagih yang mendapat
jaminan (madmun lahu).
d. Lafal / ikrar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar