Kamis, 07 Januari 2021

KAIDAH AMAR DAN NAHI

 

BAB VI

KAIDAH AMAR DAN NAHI

Kompetensi Inti (KI)

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

2. Menunjukkan prilaku jujur, disiplin, bertanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

5. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

 

Kompetensi Dasar (KD)

1.6 Menghayati kebenaran ijtihad yang dihasilkan melalui penerapan kaidah amar dan nahi

2.6 Mengamalkan sikap tanggung jawab dan patuh terhaap ketentuan hokum Islam sebagai implementasi dari pemahaman tentang kaidah amar dan nahi

3.6 Menganalisis ketentuan kaidah amar dan nahi

4.6 Menyajikan hasil analisis contoh penerapan kaidah amar dan nahi dalam menentukan hukum suatu kasus yang terjadi di masyarakat

 

Indikator Pencapaian Kompetensi

Peser Peserta didik mampu :

1.6.1 Menerima kebenaran ijtihad yang dihasilkan melalui penerapan kaidah amar dan nahi

1.6.2 Meyakini kebenaran ijtihad yang dihasilkan melalui penerapan kaidah amar dan nahi

2.6.1 Menjalankan sikap tanggung jawab dan patuh terhadap ketentuan hukum Islam sebagai implementasi dari pemahaman tentang kaidah amar dan nahi

2.6.2 Melaksanakan sikap tanggung jawab dan patuh terhadap ketentuan hukum Islam sebagai implementasi dari pemahaman tentang kaidah amar dan nahi

3.6.1 Membedakan ketentuan kaidah amar dengan nahi

3.6.2 Mengorganisir ketentuan kaidah amar dan nahi

3.6.3 Menemukan makna tersirat kaidah amar dan nahi

4.6.1 Mengidentifikasi hasil analisis contoh penerapan kaidah amar dan nahi dalam menentukan hukum suatu kasus yang terjadi di masyarakat

4.6.2 Mempresentasikan hasil analisis contoh penerapan kaidah amar dan nahi dalam menentukan hukum kasus yang terjadi di masyarakat

 

Peta Konsep



Prawacana

Sumber hukum Islam yang pertama dan utama adalah al-Qur’an berikutnya alHadis sebagai sumber hukum yang kedua. Perlu Anda ketahui bahwa al-Qur’an bersifat global, dengan demikian tidak semuanya hukum itu diterangan oleh al-Qur’an secara terperinci. Sebagai sumber hukum Islam, dalam mengungkapkan pesan hokum yang terkandung di dalamnya menggunakan beberapa metode; ada yang mementingkan arti bahasanya dan ada pula yang mementingkan maqasid syari’ah (tujuan hukum). Ushul fikih mempunyai peranan penting sebagai jalan tengah melahirkan hukum, atau sebagai metode untuk menggali hukum yang terkandung di dalam al-Qur’andan al-Hadis agar dapat dengan mudah dipahami oleh umat Islam. Oleh sebab itu ulama ushul fikih menciptakan kaidah-kaidah kebahasaan yang terkenal dengan istilah kaidah ushul fikih, untuk memudahkan memahami pesan hukum yang terkandung dalam al-Qur’an maupun al-Hadis. Kaidah ushul fikih itu banyak sekali diantaranya adalah kaidah amar an nahi.. Untuk lebih jelasnya mari kita bahas bab kaidah amar dan nahi berikut ini !

 

            A.    Menganalisis Kaidah Amar

1.      Pengertian Amar

Menurut bahasa amar artinya perintah. Sedangkan menurut istilah amar adalah:

Tuntutan melakukan pekerjaan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah (kedudukannya)

Yang lebih tinggi kedudukannya dalam hal ini adalah Allah Swt. dan yang lebih rendah kedudukannya adalah manusia (mukallaf). Jadi amar itu adalah perintah Allah Swt. yang harus dilakukan oleh mukallaf untuk mengerjakannya. Perintah-perintah Allah Swt. itu terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits.

2.      Bentuk Sighat Amar (Lafadz Amar)

Ada beberapa bentuk sighat amar yang dirumuskan oleh pakar bahasa Arab sebagai lafadz yang menunjukkan perintah, di antaranya adalah sebagai berikut:

a.      Fi’il amar, atau kata kerja bentuk perintah, contoh lafadz “أَقِيمُو “ pada firman Allah Swt .:

 وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. (QS. Al-Baqarah [2]: 43)

 

b.      Fi’il mudhari’ yang didahului oleh amar, contoh lafad “وَلْتَكُن “ pada firman Allah Swt.:

 وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.(QS.Ali-Imran [3]: 104)

 

c.       Isim fi’il amar, contoh lafadz “عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ “, pada firman Allah Swt.:

 

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا ٱهْتَدَيْتُمْ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk[453]. hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. AlMaidah [5]: 105

 

d.      Masdar pengganti fi’il, contoh lafadz “إِحْسَٰنًا “, pada firman Allah Swt.:

 

  وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا

 

Dan berbuat baiklah pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (QS. AlIsra’ [17]:23)

 

e.       Kalam khabar bermakna berita, contoh firman Allah Swt.:

 

  وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ

 

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. (QS. Al-Baqarah [2]: 228)

 

f.       Lafadz-lafadz yang bermakna perintah

contoh pada firman Allah Swt.:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah [2]:183)

 

3.      Kaidah Amar

Kaidah-kaidah amar yaitu ketentuan-ketentuan yang dipakai para mujtahid dalam mengistimbatkan hukum. Ulama ushul merumuskan kaidah-kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu :

 

Kaidah Pertama:

Pada dasarnya amar (perintah) itu menunjukkan kepada wajib Maksudnya adalah jika ada dalil al-Qur’an ataupun al-Hadis yang menunjukkan perintah wajib apabila tidak dikerjakan perintah tersebut maka berdosa, kecuali dengan sebab ada qarinah. Di antaranya adalah berikut:

 

a.      Nadb ( للندب) artinya anjuran ( sunnah), seperti firman Allah Swt:

فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا

 

hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka..(QS. An-Nur [24]: 33)

 

b.      Irsyad ( للإرشاد ) artinya membimbing atau memberi petunjuk seperti

firman Allah Swt.:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَٱكْتُبُوهُ ۚ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai, hendaklah kamu menuliskannya, jika kamu mengetahui ada kebaikan kepada mereka.(QS. Al-Baqarah [2]: 282)

Perbedaan antara amar dalam bentuk irsyad dengan yang bentuk nadb. Dengan nadb diharapkan mendapat pahala akhirat, sedangkan irsyad untuk kemaslahatan dunia.

 

c.       Ibahah (  للإباحة ) artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, seperti

firman Allah Swt.:

وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ

Dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. (QS. Al-Baqarah [2]: 187)

 

d.      Tahdid ( للتهديد ) artinya mengancam, atau menghardik, seperti firman Allah Swt.:

ٱعْمَلُوا۟ مَا شِئْتُمْ

Perbuatlah apa yang kamu kehendaki (QS. Fushilat [41]: 40)

 

e.       Taskhir( للتسخير ) artinya menghina atau merendahkan derajat , seperti firman Allah Swt.:

 

كُونُوا۟ قِرَدَةً خَٰسِـِٔينَ

 

"Jadilah kamu kera yang hina".(QS. Al-Baqarah [2]: 65)

 

f.       Ta’jiz (  للتعجيز) artinya menunjukkan kelemahan lawan bicara, seperti firman Allah Swt.:

فَأْتُوا۟ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ

Buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu (QS. Al-Baqarah [2]: 23)

 

g.      Taswiyah (للتسوية) artinya penyamaan, sama antara dikerjakan dan tidak, seperti firman Allah Swt. :

 

ٱصْلَوْهَا فَٱصْبِرُوٓا۟ أَوْ لَا تَصْبِرُوا۟ سَوَآءٌ عَلَيْكُمْ

Masukklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); Maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu. ( QS. At-Thur [52]: 16)

 

h.      Takdzib (  للتكذيب)  pendustaan , seperti firman Allah Swt.:

قُلْ هَاتُوا۟ بُرْهَٰنَكُمْ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ

"Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (QS. Al-Baqarah [2]: 111)

 

i.        Talhif (للتلهيف) artinya membuat sedih atau merana , seperti firman Allah Swt. :

قُلْ مُوتُوا۟ بِغَيْظِكُمْ

"Matilah kamu karena kemarahanmu itu". (QS. Ali-Imran [3]: 119)

 

j.        Takwin (لتكوين) artinya penciptaan, seperti firman Allah Swt.:

كُن فَيَكُونُ

"Jadilah!" Maka terjadilah ia. (QS. Yasin [36]: 82)

k.      Tafwidh (  للتفويض ) artinya penyerahan, seperti firman Allah Swt.:

فَٱقْضِ مَآ أَنتَ قَاضٍ

Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. (QS. Thoha [20]: 72)

 

l.        Imtinan (  للإمتنان ) artinya menyebut nikmat, seperti firman Allah Swt.:

فَكُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَٰلًا طَيِّبًا

Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. (QS. An-Nahl [16]: 114)

 

m.    Ikram (  للإكرام ) artinya memuliakan, seperti firman Allah Swt.:

ٱدْخُلُوهَا بِسَلَٰمٍ ءَامِنِينَ

"Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman." (QS. Al-Hijr [46]: 46)

 

n.      Do’a (  للدعاء ) artinya berdo’a atau memohon, seperti firman Allah Swt.:

وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى ٱلدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah [2]: 201)

 

Kaidah Kedua

“Perintah itu pada dasarnya tidak menghendaki pengulangan (berkali-kali mengerjakan perintah).”

Maksud kaidah ini adalah bahwa suatu perintah itu apabila sudah dilakukan, tidak perlu diulang kembali. Contohnya dalam mengerjakan ibadah haji wajib dikerjakan sekali seumur hidup. Kaidah ini tidak dapat dipergunakan dalam semua kewajiban. Dalam kaidah ini tidak dapat berdiri sendiri, namun perlu memperhatikan adanya illat, sifat dan syarat. Maka amar (perintah) tersebut dikerjakan harus berdasarkan illat, sifat dan syarat. Hal ini berkaitan dengan kaidah yang berbunyi:

Hukum itu berlaku berdasarkan ada atau tidak nya illat.

Contohnya; perintah Allah Swt. melaksanakan hukum dera bagi laki-laki atau perempuan ghairu muhshan ketika melakukan zina berulang kali, maka hokum dera tersebut berlaku berulang kali apabila pelaku melakukannya juga berulang kali. Namun apabila hanya sekali mereka melakukan zina, maka deranya hanya cukup sekali. Perintah dera tersebut sesuai kondisi dari sebabnya, perzinaan.

 

Kaidah Ketiga

Perintah itu pada dasarnya tidak menunjukkan kepada kesegeraan.

Maksud dari kaidah ini adalah, sesungguhnya perintah akan sesuatu tidak harus segera dilakukan. Sebab melaksanakan perintah tidak terletak pada kesegeraannya, namun berdasarkan pada kesempurnaan dan kesiapan untuk melakukannya, tidak dilihat dari penghususan waktu melaksanakannya.

Contohnya; perintah untuk melakukan ibadah haji tidak harus segera dilaksanakan, namun menunggu kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk melaksanakannya.

 

Kaidah Keempat

Perintah terhadap suatu perbuatan, perintah juga terhadap perantaranya (wasilahnya). Maksud kaidah ini adalah bahwa hukum perantara (wasilah) suatu yang diperintahkan berarti juga sama hukumnya. Contoh: seseorang diperintahkan melaksanakan sholat, maka hukum mengerjakan wasilahnya yaitu wudhu bagi seseorang tersebut sama kedudukannya sebagai perintah.

Contohnya; sholat lima waktu hukumnya wajib. Sholat tidak akan sah tanpa wudhu, maka hukum wudhu menjadi wajib sama halnya dengan hukum sholat lima waktu.

 

Kaidah Kelima

Perintah sesudah larangan berarti diperbolehkan mengerjakan kebalikannya.

Maksudnya adalah sesudah dilarang mengerjakan kemudian diperintahkan mengerjakan berarti pekerjaan tersebut boleh dikerjakan.

Contoh; pada awalnya tidak diperintahkan (wajibkan) ziarah kubur, namun pada akhirnya diperintahkan untuk ziarah kubur. Maka perintah ziarah kubur tersebut berhukum boleh (mubah).

Rasulullah Saw. bersabda; “ Dulu saya melarang kamu menziarai kuburan, maka sekarang ziarahlah !”

 

    Tugas Siswa

    Pertemuan 1

Link Tugas

https://forms.gle/hSKZCwBdmcpAg6a27


atau mengerjakan melalui WAPRI!

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!

         1.      Bagaimana cara Anda mengetahui bahwa pada sebuah ayat al-Qur’an terdapat sighat lafadz amar ?

        2.      Buatlah contoh 1 lafadz amar yang bermakna irsyad pada ayat al-Qur’an !

        3.      Buatlah contoh 1 lafadz amar yang bermakna ikram pada ayat al-Qur’an !

        4.      Buatlah contoh 1 lafadz amar yang bermakna taswiyah pada ayat al-Qur’an !

        5.      Sebutkan Contoh Kaidah Amr dalam kehidupan sehari-hari? 

            


       

 PERTEMUAN II


B. Menganalisis Kaidah Nahi

1. Pengertian Nahi

Menurut bahasa nahi artinya larangan. Sedangkan menurut istilah nahi adalah:

Tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah (kedudukannya).

Yang lebih tinggi kedudukannya dalam hal ini adalah Allah Swt. dan yang lebih rendah adalah manusia (mukallaf). Jadi nahi itu adalah larangan Allah Swt. yang harus ditinggalkan oleh mukallaf. Larangan-larangan Allah Swt. Itu terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Hadis.

 

2. Bentuk Sighat Nahi (Lafadz Nahi)

Dalam bahasa Arab bentuk sighat nahi banyak macamnya, di antaranya sebagai berikut:

a. Fi’il mudhari’ yang didahului oleh  لاnahi, contohnya lafad (لَا تَقْرَبُوا), pada firman Allah Swt.:

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra’ [17]: 32)

b. Fi’il mudhari’ yang didahului  لاnafi, contohnya lafad (لَّا يَمَسُّهُۥٓ  ), pada firman Allah Swt.:

لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلْمُطَهَّرُونَ

Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (QS. AlWaqi’ah [56]: 79)

c. Lafad-lafad yang memberi pengertian haram atau perintah meninggalkan sesuatu perbuatan, contohnya lafad (حُرِّمَتْ ), pada firman Allah Swt.:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; (QS. An-Nisa’ [4]: 23

 

3. Kaidah Nahi

Kaidah yang berhubungan dengan nahi (larangan) ada empat, yaitu sebagai berikut:

Kaidah Pertama

Pada asalnya nahi itu menunjukkan pada haram.

Maksud dari kaidah ini adalah apabila dalil itu isinya larangan, maka dalil tersebut menunjukkan keharaman. Contoh, firman Allah Swt.:

لَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ

"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". (QS. Al-Baqarah [2]: 11)

Sighat (lafad) nahi selain untuk haram, sesuai dengan qarinahnya terpakai juga untuk beberapa makna, di antaranya sebagai berikut:

a. Karahah (للكراهة ) artinya makruh, seperti sabda Nabi Muhammad Saw.:

Dan janganlah kamu shalat di kandang unta.

b. Tahqir ( للتحكر ) artinya meremehkan, seperti firman Allah Swt.:

لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِۦٓ أَزْوَٰجًا مِّنْهُمْ

Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu)..(QS. Al-Hijr [15]: 88)

c. Bayanul aqibah (  لبيان العاقبة )artinya menerangkan akibat, seperti firman Allah Swt.:

وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتًۢا ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup[248] disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.(QS. Ali Imran [3]: 169)

d. Irsyad (للإرشاد )artinya petunjuk, seperti firman Allah Swt.:

لَا تَسْـَٔلُوا۟ عَنْ أَشْيَآءَ إِن تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ

Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu . (QS. Al-Maidah [5]: 101)

e. Do’a (للدّعاء ) artinya do’a, seperti firman Allah Swt.:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا

 “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)

f. Ta’yis (للتأييس ) artinya membuat putus asa, seperti firman Allah Swt.:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَا تَعْتَذِرُوا۟ ٱلْيَوْمَ

Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. (QS. At-Tahrim [66]: 7)

g. I’tinas (للإعتناس ) artinya menenteramkan, seperti firman Allah Swt.:

لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا

"Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." (QS. At-Taubah [9]: 40)

 

Kaidah Kedua

Pada asalnya asalnya nahi itu akan mengakibatkan kerusakan secara muthlaq.

Maksud dari kaidah ini adalah bahwa larangan itu mengandung unsur kerusakan yang muthlaq, yaitu apabila larangan dilakukan oleh seseorang maka akan membahayakan bagi dirinya dan orang lain. Contoh; sabda Nabi Muhammad Saw.:

Setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka tertolak.

 

Kaidah Ketiga

Pada asalnya nahi itu menghendaki adanya pengulangan sepanjang masa secara muthlaq.

Maksud kaidah ini adalah bahwa suatu larangan itu bersifat kelanjutan.

Larangan itu harus ditinggalkan untuk selama-lamanya. Contoh; firman Allah Swt.:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk. (QS. An-Nisa’ [4]: 43)

 

Kaidah Keempat

Larangan terhadap sesuatu itu berarti perintah kebalikannya.

Maksudnya kaidah ini ialah apabila seseorang dilarang untuk mengerjakan, berarti berlaku perintah untuk mengerjakan kebalikannya. Contoh; firman Allah Swt.:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman [31]: 13)

Ayat tersebut di atas mengandung perintah mentauhidkan Allah Swt, karena kebalikan dari mempersekutukan adalah mentahuhidkan.

 

Tugas Siswa

Pertemuan 2

Link Tugas

https://forms.gle/4jfNv4SM8tXXTFoP9

 

Atau mengerjakan tugas melalui WAPRI!

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!

        1.      Jelaskan pengertian nahi?

        2.      Tuliskan ayat Al-Qur’an bentuk sighat nahi, Fi’il mudhari’ yang didahului oleh  لا nahi?

        3.      Buatlah contoh 1 lafadz nahi yang bermakna do’a pada ayat al-Qur’an !

        4.      Buatlah contoh 1 lafadz amar yang bermakna tahqir pada ayat al-Qur’an !

        2.    Buatlah contoh 1 lafadz amar yang bermakna irsyad pada ayat al-Qur’an !


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUTIARA HIKMAH