Jumat, 29 Januari 2021

BAB VIII ETOS KERJA PRIBADI MUSLIM


KOMPETENSI INTI

KOMPETENSI INTI 1 (SIKAP SPIRITUAL)

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

KOMPETENSI INTI 2 (SIKAP SOSIAL)

2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

KOMPETENSI INTI 3 (PENGETAHUAN)

3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengeta-huan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN)

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

 

146 AL-QUR’AN-HADIS- KELAS XL-QUR’AN-HADIS- KELAS XI 147
KOMPETENSI DASAR

1.8 Mengamalkan perintah Allah Swt. Tentang etos kerja pribadi muslim dalam kehidupan sehari hari

2.8 Mengamalkan sikap semangat dan optimis dalam meraih keberhasilan

3.8 Menganalisis QS. Al Jumu‘ah [62]: 9-11 tentang beribadah dan berusaha, QS. al-Qaṣaṣ [28]: 77 tentang kehidupan dunia dan akhirat, hadis riwayat Ibnu Majah dari Miqdam bin Ma’dikarib tentang kemandirian: dan hadis riwayat Ibnu Majah dari Hisyam bin Urwah tentang keutamaan bekerja:

4.8.1 Mendemonstrasikan hafalan dan terjemahan ayat dan hadis tentang etos kerja pribadi muslim
4.8.2 Menyajikan keterkaitan ayat dan hadis tentang etos kerja dengan fenomena kedisiplinan dan ketidakisiplinan dalam masyarakat serta keterkaitan gerakan revolusi mental di Indonesia



TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Peserta didik dapat mendemosntrasikan hafalan QS. al-Jumu‘ah [62]: 9-11; QS. al-Qaṣaṣ [28]: 77; dan hadis tentang etos kerja.

2. Peserta didik dapat menyebutkan makna mufradat QS. al-Jumu‘ah [62]: 9-11; QS. al-Qaṣaṣ [28]: 77; dan hadis tentang etos kerja.

3. Peserta didik dapat menganalisis kandungan QS. al-Jumu‘ah [62]: 9-11; QS. al-Qaṣaṣ [28]: 77; dan hadis tentang etos kerja.

4. Peserta didik dapat menunjukkan perilaku etos kerja dalam kehidupan sehari-hari.


PETA KONSEP




 

 

PRAWACANA

Agama Islam merupakan agama yang universal, agama yang mengatur segala aspek kehidupan, di mana ajarannya menganjurkan umatnya untuk bekerja. Hal ini mengandung arti untuk bisa merealisasikan fungsi kehambaan kepada Allah Swt. dan menempuh jalan menuju ridho-Nya, mengangkat harga diri, meningkatkan taraf hidup, dan memberi manfaat kepada sesama, bahkan kepada makhluk lain. Etos kerja pribadi muslim adalah sikap kepribadian yang menciptakan pengertian bahwasannya bekerja bukan hanya untuk mencari kekayaan duniawi, untuk kemuliaan diri sendiri. Melainkan sebagai manifestasi amal soleh sehingga dapat memompakan semangat bekerja keras dan tujuan daru
bekerja adalah menunaikan amanah. Hal ini tentu akan dapat meninggikan derajat mereka di hadapan Allah Swt.

Oleh karena itu, Islam sangat mendorong umatnya untuk bekerja keras, karena pada dasarnya kehidupan tidak akan terjadi dua kali, sehingga apabila mereka menyia-siakan waktu, mereka akan tergolong menjadi orang-orang yang merugi. Hendaknya dalam hidup yang hanya sekali ini, mereka benarbenar bisa memanfaatkan waktu mereka. Sekaligus untuk menguji orang mukmin siapakah diantara mereka yang paling rajin dan tekun dalam
bekerja.

 

AL-QUR’AN-HADIS- KELAS XI 151
1. QS. al-Jumu‘ah [62]: 9-11

Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS. alJumu‘ah [62]: 9 11, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya sebagai berikut ini:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوْمِ ٱلْجُمُعَةِ فَٱسْعَوْا۟ إِلَىٰ ذِكْرِ ٱللَّهِ وَذَرُوا۟ ٱلْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

 

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

 

وَإِذَا رَأَوْا۟ تِجَٰرَةً أَوْ لَهْوًا ٱنفَضُّوٓا۟ إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَآئِمًا ۚ قُلْ مَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌ مِّنَ ٱللَّهْوِ وَمِنَ ٱلتِّجَٰرَةِ ۚ وَٱللَّهُ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ


 

a. Latin

yā ayyuhallażīna āmanū iżā nụdiya liṣ-ṣalāti miy yaumil-jumu’ati fas’au ilā żikrillāhi wa żarul baī’, żālikum khairul lakum ing kuntum ta’lamụn

 

fa iżā quḍiyatiṣ-ṣalātu fantasyirụ fil-arḍi wabtagụ min faḍlillāhi ważkurullāha kaṡīral la’allakum tufliḥụn

 

wa iżā ra`au tijāratan au lahwaninfaḍḍū ilaihā wa tarakụka qā`imā, qul mā ‘indallāhi khairum minal-lahwi wa minat-tijārah, wallāhu khairur-rāziqīn

 

 

b. Terjemah Ayat

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS. al-Jumu’ah [62]: 9). Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung (QS. al-Jumu’ah [62]:10).

Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, ”Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah pemberi rezeki yang terbaik (QS. al-Jumu’ah [62]: 11).

 

c. Penjelasan Ayat

QS. al-Jumu’ah ayat 9 ini berkenaan dengan seruan dari Allah Swt. kepada orang-orang yang beriman agar mendirikan salat Jum’at. Kata seruan pada ayat di atas, sebenarnya dapat dipahami tidak hanya sebatas azan yang dikumandangkan oleh muazin pada hari Jum’at, tetapi seruan dari Allah Swt. Sebab jika diartikan secara sempit, maka akan banyak sekali umat Islam yang dijumpai terlambat melaksanakan salat Jum’at. Padahal para sahabat selalu datang ke masjid untuk melaksanakan salat Jum’at sebelum waktu Jum’at tiba, bahkan ada yang datang pagi-pagi, tidak menunggu azan tiba. Di akhir ayat, ditegaskan bahwa menaati perintah Allah Swt. dengan melaksanakan perintah salat Jum’at adalah lebih baik bagi orangorang yang memahaminya. Sebab selain akan memperoleh keridhaan Allah Swt. salat Jum’at dapat menimbulkan kesatuan dan persatuan antara umat Islam, akan bisa memperkuat ukuwah Islamiyah, karena salat Jum’at dilakukan dengan cara berjama’ah. Pada ayat ke-10 surat al-Jum’ah, Allah Swt. melanjutkan seruanNya, yaitu apabila telah selesai melaksanakan salat Jum’at, maka segeralah mencari karunia Allah Swt, boleh kembali bertebaran di muka bumi, mengerjakan urusan duniawi, dan berusaha mencari rezeki yang baik dan halal. Di akhir ayat, Allah Swt. memerintahkan agar banyak berzikir kepada-Nya supaya manusia memperoleh keberuntungan. Zikir artinya ingat, atau menyebut nama Allah Swt. adalah bagian terpenting dalam kehidupan umat Islam, baik dalam kaitannya dengan persoalan ‘aqı̄dah, ‘ubūdiyah, maupun akhlak. Sebab Rasulullah adalah manusia yang paling
banyak berzikir, selalu ingat kepada Allah Swt. kuasa alam dalam situasi dan kondisi apapun.

Sedangkan kandungan ayat ke-11, diawali dengan pernyataan Allah Swt. tentang sikap sebagian orang mukmin yang masih silau dengan perniagaan duniawi, padahal sedang mendengar khutbah Nabi Muhammad Saw. Di mana, asbābun-nuzūl ayat ini berkenaan dengan kedatangan rombangan unta dari kafilah dagang Dihyah al-Kalby dari Syām (Suriah) dengan membawa dagangan, seperti tepung, gandum, minyak dan lain-lain. Sebagai kebiasaan, apabila unta rombongan kafilah dagang tiba, maka kaum perempuan ikut menyambutnya dengan menabuh gendang, supaya orang-orang datang membeli dagangan yang dibawanya. Dan kaum Muslimin yang sedang mendengarkan khutbah Jum’at Nabi pun keluar ikut menyambut rombongan dagang ini. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan manusia untuk lebih mementingkan perkara yang bersifat duniawi telah ada sejak zaman Nabi Muhammad, sebagaimana penjelasan di atas. Kemudian Allah Swt. mengingatkan bahwa apa yang ada di sisi Allah Swt. lebih baik daripada permainan dan perdagangan. Keridhaan dari Allah Swt. jauh lebih baik daripada yang diusahakan manusia.

 

 

2. QS. al-Qaṣāṣ [28] ayat 77

Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungan QS. al-Qaṣāṣ [28] ayat 77, mari kita baca dengan baik dan benar teks ayatnya sebagai berikut ini:

 

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ

 

a. Latin

 

wabtagi fīmā ātākallāhud-dāral-ākhirata wa lā tansa naṣībaka minad-dun-yā wa aḥsing kamā aḥsanallāhu ilaika wa lā tabgil-fasāda fil-arḍ, innallāha lā yuḥibbul-mufsidīn

 

b. Terjemah Ayat

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan (QS. al-Qaṣāṣ [28]: 77)

 

c. Penjelasan Ayat

Di awal ayat ini, Allah Swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar membuat keseimbangan antara usaha untuk memperoleh keperluan duniawi dan memenuhi keperluan ukhrawi. Tidak mengejar salah satunya dengan cara meninggalkan yang lain. Nabi Muhammad Saw. sangat mencela orang yang yang hanya mengejar akhirat dengan meninggalkan duniawi. Apalagi menjadi beban orang lain dalam masalah nafkah. Pernah Rasulullah mendapati seorang anak muda yang selalu berada di masjid, kemudian beliau bertanya kepada sahabat, siapakah yang memberi nafkah untuk pemuda tersebut? Para sahabat menjawab, ”ayahnya!” Beliau melanjutkan perkataannya bahwa ayahnya lebih baik daripada anaknya. Sebab si pemuda seyogianya bekerja mencari nafkah, sehingga tidak menjadi beban orang lain.

Pada saat kita mengerjakan ibadah, kita harus sungguh-sungguh dan penuh penghayatan. Misalnya sedang salat, harus berusaha melupakan semua urusan duniawi dan hanya mengingat Allah Swt, seolah tidak ada kesempatan lagi untuk beribadah kepada-Nya. Begitu juga dalam menghadapi urusan duniawi, harus penuh perhatian dan kesungguhan, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa semua perbuatannya itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Oleh karenanya, penting bagi manusia untuk bisa menyeimbangkan antara kepentingan jasmani (material) dan rohani (spiritual) dalam diri manusia.

Selanjutnya, ayat ini juga memerintahkan kepada manusia untuk bisa berbuat baik kepada Allah Swt. dan sesamanya. Kewajiban berbuat baik ini sebagai perwujudan sifat-sifat Allah Swt. yang Maha Raḥmān dan Raḥīm kepada seluruh makhluk-Nya. Bentuk perbuatan baik itu dapat dikategorikan menjadi empat hal, yaitu:

1). Berbuat baik pada nikmat Allah Swt. berupa harta. Kemewahan dan harta yang berlimpah tidak boleh menjadikan dirinya lupa diri dan lupa terhadap kehidupan akhirat. Bentuk perbuatannya baiknya adalah dengan menggunakan harta untuk memberi nafah keluarga, menyantuni anak yatim, ataupun biaya pendidikan keluarga.

2). Berbuat baik kepada diri sendiri dengan memelihara kehidupan dirinya di dunia, namun tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam. Bentuk perbuatan baik ini seperti makan, minum, berpakaian, beragama, berkeluarga, bekerja dan bermasyarakat.

3). Berbuat baik sebagaimana yang diajarkan Allah Swt. sebagai wujud pelaksanaan kewajiban muslim, yaitu selalu menaati perintah Allah Swt. melalui ibadah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

4). Berbuat baik dengan tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi ternyata telah banyak menyia-siakan amanah Allah Swt. Di dalam QS. ar-Rūm: 41 dijelaskan bahwa kerusakan di darat dan di laut adalah akibat ulah manusia. Allah Swt. telah banyak mengingatkan manusia di dalam al-Qur’an agar tidak melakukan kerusakan di muka bumi.

 

3. Hadis Nabi Riwayat Ibnu Mājah

 

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ بَحِيرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيكَرِبَ الزُّبَيْدِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا كَسَبَ الرَّجُلُ كَسْبًا أَطْيَبَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَمَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ

 

a. Terjemah Hadis

Disampaikan kepada kami oleh Hisyam bin ‘Ammar dari Isma’il bin ‘Ayyas dari Bahir bin Sa’ad dari Khalid bin Ma’dan dari al-Miqdām bin Ma’dikarib az-Zubaidi dari Rasulullah, beliau bersabda: “Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya sendiri. Dan apaapa yang diinfakkan oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah sedekah ( HR. Ibnu Mājah).

 

b. Penjelasan Hadis

Hadis di atas merupakan motivasi dari Nabi Muhammad Saw. Kepada kaum muslimin untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Kita dilarang oleh, Nabi hanya bertopang dagu dan berpangku tangan mengharap rezeki datang dari langit. Kita harus giat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga. Bahkan dikatakan oleh Nabi Muhammad Saw. bahwa tidak ada yang lebih baik dari usaha seseorang kecuali hasil kerjanya sendiri. Hal ini tentunya juga bukan sembarang kerja, tetapi pekerjaan yang halal dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

Nilai mulia dari hasil kerja bukan hanya dari sisi memerolehnya saja, termasuk juga turut membelanjakannya untuk anak, istri, dan pembantu dinilai sedekah oleh Allah Swt. Betapa luhur ajaran Islam yang sangat mendukung para pemeluknya untuk giat bekerja. Dalam hadis lain, Nabi pernah mengajarkan kepada kita sebuah do’a yang sangat indah sekaligus memotivasi kita untuk memiliki etos kerja yang tinggi, sebagai berikut :

 اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, rasa takut, kepikunan, dan kekikiran. Dan aku juga berlindung kepada -Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian” (HR. Muslim).

 

Hadis di atas jelas menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan pada pentingnya bekerja keras serta sangat tidak mengajarkan umatnya untuk menjadi pemalas, lemah, apalagi menjadi peminta-minta sebagaimana hadist Nabi Muhammad Saw. berikut ini:

 

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ وَعَمْرُو بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَوْدِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ أَحْبُلَهُ فَيَأْتِيَ الْجَبَلَ فَيَجِئَ بِحُزْمَةِ حَطَبٍ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيَسْتَغْنِيَ بِثَمَنِهَا خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

 

Dikisahkan kepada kami oleh Ali bin Muhammad dan ‘Amr bin Abdullah alAwda’i dari Waki’ dari Hisyam dari ‘Urwah dari ayahnya dari kakeknya bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Sekiranya salah seorang dari kalian mengambil tali dan membawanya ke gunung, lalu ia datang dengan membawa satu ikat kayu di atas punggungnya, kemudian menjualnya hingga dapat memenuhi kebutuhannya adalah lebih baik daripada meminta-minta manusia, baik mereka memberi ataupun tidak” (HR. Ibnu Mājah).

 

Perilaku Orang yang Memiliki Etos Kerja Tinggi

Sebelum kalian menerapkan perilaku memiliki etos kerja yang tinggi sebagai implementasi QS. al-Jumu‘ah [62]: 9-11; QS. al-Qaṣaṣ [28]: 77; dan hadis, terlebih dahulu kalian harus membiasakan membaca al-Qur’an setiap hari.

 

Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai penghayatan dan pengamalan QS. al-Jumu‘ah [62]: 9-11 adalah:

1. Segera menunaikan salat Jum’at manakala telah mendengar seruan azan di hari Jum’at seraya segera meninggalkan segala aktivitas keseharian kita.

2. Pada saat menunaikan ibadah salat Jum’at senantiasa memperhatikan khatib dan melupakan sementara aktivitas kerjanya untuk mengingat Allah Swt.

3. Ketika salat Jum’at telah usai dilaksanakan segera melanjutkan aktivitas semula.

 

Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai penghayatan dan pengamalan QS. al-Qaṣaṣ [28]: 77 adalah:

1. Senantiasa menyeimbangkan kegiatan yang menyangkut urusan akhirat dan dunia.

2. Manakala sedang mengerjakan ibadah, kita senantiasa bersungguhsungguh dan penuh kekhusyuʻan. Demikian juga sebaliknya, saat bekerja senantiasa serius dan giat penuh dengan tanggung jawab.

3. Senantiasa berbuat baik kepada sesama dan tidak membuat kerusakan.

 

Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai penghayatan dan pengamalan hadis Nabi antara lain;

1. Senantiasa bekerja mandiri, tidak mengharapkan uluran tangan orang lain.

2. Apapun pekerjaannya senantiasa dinikmati dengan ikhlas, yang tentunya dalam pekerjaan yang halal.

 

RANGKUMAN

1. Orang beriman diwajibkan untuk melaksanakan salat Jum’at setiap hari Jum’at agar meninggalkan urusan perniagaan.

2. Bila telah melaksanakan ibadah kepada Allah Swt., orang yang beriman dianjurkan untuk kembali melanjutkan kegiatannya, baik itu berdagang, beternak, bertani, bekerja di kantor dan lain-lain.

3. Allah Swt. memerintahkan agar orang-orang beriman memperbanyak zikir kepada-Nya.

4. Manusia sering menjadi silau dengan gemerlapnya duniawi, sehingga lebih memprioritaskan urusan duniawi daripada urusan ukhrawi.

5. Allah Swt. menegaskan, bahwa apa yang ada di sisi Allah Swt. lebih baik daripada yang diperoleh manusia.

6. Sifat lemah, malas dan penakut adalah sifat-sifat negatif yang sering bersarang dalam diri manusia. Karena sifat-sifat tersebut harus dibuang jauh-jauh dari kita.

7. Untuk menghilangkan sifat-sifat tersebut, kita harus bekerja keras sambil berdoa kepada Allah Swt.

8. Hadis di atas juga menganjurkan agar selalu memohon kepada Allah Swt. agar dihindarkan dari ujian hidup dan mati, yaitu diluluskan dalam menghadapi segala macam ujian Allah Swt.

TUGAS SISWA

 

Jawablah pertanyaan berikut ini!

1. Jelaskan kewajiban seorang muslim sebagai bentuk pengamalan QS. alJumu’ah ayat 9!

2. Jelaskan urgensi khutbah Jum’at bagi kaum muslimin sebagaimana kandungan QS. al-Jumu’ah ayat 11!

3. Bagaimana sikap seorang muslim dalam menghadapi kehidupan dunia dan akhirat sebagaiman konsep yang ditawarkan QS. al-Qaṣaṣ : 77!

4. Jelaskan kandungan QS. al-Qaṣaṣ : 77 berikut ini!

 

وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ

 

5. Terjemahkan hadis berikut ke dalam bahasa Indonesia!

 

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

 

Jawaban Tugas dikirim melalui wapri atau link tugas

Rabu, 27 Januari 2021

BAB VIII MUAMALAH PERSERIKATAN


Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu membutuhkan bantuan orang lain, baik untuk memenuhi kepentingannya sendiri maupun untuk kepentingan orang lain. Hal tersebut tak bisa terlpeas dari manusia, karena manusia merupakan makhluk sosial

KOMPETENSI INTI

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

2. Menunjukan perialku jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

3. Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, procedural dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan humanoria dengan wawasan kemanusian, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

4. Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

 

KOMPETENSI DASAR (KD)

1.8 Menghayati konsep muamalah dalam Islam tentang musaaqah, muzaara’ah, mudlaarabah, muraabahah, syirkah, syuf’ah, wakaalah, shulh, dlamaan dan kafaalah

2.8 Mengamalkan sikap peduli dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari sebagai implementasi dari pengetahuan tentang kerjasama dalam hal ekonomi

3.8 menganalisis ketentuan muamalah tentang musaaqah, muzaara’ah, mudlaarabah, muraabahah, syirkah, syuf’ah, wakaalah, shulh, dlamaan dan kafaalah

4.8 menyajikan hasil analisis tentang hikmah yang terkandung dalam musaaqah, muzaara’ah, mudlaarabah, muraabahah, syirkah, syuf’ah, wakaalah, shulh, dlamaan dan kafaalah


144 BUKU FIKIH X MA
PENDALAMAN MATERI

A. MUSAQAH

1. PengertianMusaqah

Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.

 

a. Hukum Musaqah

Hukum musaqah adalah mubah (boleh) sebagaimana sabda Rasulullah saw. Yang artinya .Dari Ibnu Umar, “sesungguhnya nabi saw. telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar, agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan ataupun hasil pertahun (palawija)” Jika ada orang kaya memiliki sebidang kebun yang di dalamnya terdapat pepohonan seperti kurma dan anggur dan orang tersebut tidak mampu mengairi atau merawat pohonpohon kurma dan anggur tersebut karena adanya suatu halangan, maka diperbolehkan untuk melakukan suatu akad dengan seseorang yang mau mengairi dan merawat pohon-pohon tersebut. Dan bagi masing-masing keduanya mendapatkan bagian dari hasilnya.

 

2. Rukun Musaqah

a. Pemilik dan penggarap kebun.

b. Pekerjaan dengan ketentuan yang jelas baik waktu, jenis, dan sifatnya.

c. Hasil yang diperoleh berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya. Buah, hendaknya ditentukan bagian masing-masing (yang punya kebun dan tukang kebun) misalnya seperdua, sepertiga, atau berapa saja asal berdasarkan kesepakatan keduanya pada waktu akad.

d. Akad, yaitu ijab qabul baik berbentuk perkataan maupun tulisan.

 

B. MUZARAAH DAN MUKHOBARAH

1. Pengertian Mukhabarah

Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari yang punya tanah. Pada umumnya kerjasama mukhabarah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya cukup mahal, seperti cengkeh, pala, vanili, dan lain-lain. Namun tidak tertutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerjasama mukhabarah.

 

2. Pengertian Muzaraah

Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari penggarap. Pada umumnya kerjasama muzaraah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya relatif murah, seperti padi, jagung, kacang, kedelai dan lain-lain.

 

Hukum Mukhabarah dan Muzaraah

Hukum mukhabarah dan muzaraah adalah boleh sebagaimana hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan dai ibnu umar yang artinya Artinya: Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi saw.. telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah -buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R. Muslim)

 

Dalam kaitannya hukum tersebut, Jumhurul Ulama’ membolehkan aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah, karena selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai waktu dalam mengolah tanah atau menanam tanaman. Sedangkan orang yang mempunyai keahlian dalam hal mengolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang atau tanah, maka dengan aqad bagi hasil tersebut menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak ada yang dirugikan. Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah yaitu, persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan aqad (perjanjian), sedangkan perbedaannya adalah di dalam musaqah, tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya. Di dalam muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh penggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarap). Sedangkan di dalam mukhabarah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh penggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah.

 

C. MUDHARABAH

1. Pengertian Mudharabah

Mudharabah adalah suatu bentuk kerjasama perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengelola dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan jika mengalami kerugian akan ditanggung oleh si pemilik modal.

 

2. Rukun Mudharabah

Rukun mudharabah yaitu:

a. Adanya pemilik modal dan mudhorib

b. Adanya modal, kerja dan keuntungan

c. Adanya sighot yaitu Ijab dan Qobul

 

3. Macam-macam Mudharabah

Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu

a. Mudharabah muthlaqah

Dimana pemilik modal (shahibul mal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat.

b. Mudharabah muqayyadah

Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.

 

D. MURABAHAH

1. Pengertian Murabahah

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh

 

2. Ketentuan Murabahah

a. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telah berada di tangan penjual.

b. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biayabiaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.

c. Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah.

d. Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.

e. Transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah.

 

E. SYIRKAH

1. Pengertian

Menurut bahasa syirkah artinya : persekutuan, kerjasama atau bersamasama. Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang modal atau jasa untuk mendapatkan keuntungan. Syirkah atau kerjasama ini sangat baik dilakukan karena sangat banyak manfaatnya, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Kerjasama itu ada yang sifatnya antar pribadi, antar grup bahkan antar negara. Dalam kehidupan masyarakat, senantiasa terjadi kerjasama didorong oleh keinginan untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan keuntungan bersama. Firman Allah Swt.

 

وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ

 

Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, (QS.
Al-Maidah [5]: 2).

 

2. Macam-Macam Syirkah

Secara garis besar syirkah dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Syirkah amlak (Syirkah kepemilikan) Syirkah amlak ini terwujud karena wasiat atau kondisi lain yang menyebabkan kepemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih.

b. Syirkah uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan) Syirkah uqud ini terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama dalam syirkah modal untuk usaha, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Syirkah uqud dibedakan menjadi empat macam :

1) Syirkah ‘inan (harta).

Syirkah harta adalah akad kerjasama dalam bidang permodalan sehingga terkumpul sejumlah modal yang memadai untuk diniagakan supaya mendapat keuntungan. Sebagian fuqaha, terutama fuqaha Irak berpendapat bahwa syirkah dagang ini disebut juga dengan qiradl.

2) Syirkah a’mal (serikat kerja/ syirkah ’abdan)

Syirkah a’mal adalah suatu bentuk kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa atau pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan. Contoh : CV, NP, Firma, Koperasi dan lain-lain.

3) Syirkah Muwafadah

Syirkah Muwafadah adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih, dengan syarat kesamaan modal, kerja, tanggung jawab, beban hutang dan kesamaan laba yang didapat

4) Syirkah Wujuh (Syirkah keahlian) Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis.

 

3. Rukun dan Syarat Syirkah

Rukun dan syarat syirkah dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Anggota yang berserikat, dengan syarat : baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan mengetahui pokok-pokok perjanjian.

b. Pokok-pokok perjanjian syaratnya :

1) Modal pokok yang dioperasikan harus jelas.

2) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus jelas.

3) Yang disyarikat kerjakan (obyeknya) tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

c. Sighat, dengan Syarat : Akad kerjasama harus jelas sesuai dengan perjanjian.

 

F. WAKALAH

1. Pengertian Wakalah

Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan.

 

2. Hukum Wakalah

Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu adalah pekerjaan yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalua terpaksa harus mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah Swt. Berfirman:

 

إِلَى ٱلْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَآ أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُم بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا

 

”Maka suruhlah salah seorang di antara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu ini” (QS. Al-Kahfi : 19).

Ayat tersebut menunjukkan kebolehan mewakilkan sesuatu pekerjaan kepada orang lain. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya “Dari Abu Hurairah ra.berkata : “Telah mewakilkan Nabi saw. kepadaku untuk memelihara zakat fitrah dan beliau telah memberi Uqbah bin Amr seekor kambing agar dibagikan kepada sahabat beliau” (HR. Bukhari).

Kebolehan mewakilkan ini pada umumnya dalam masalah muamalah. Misalnya mewakilkan jual beli, menggadaikan barang, memberi shadaqah / hadiah dan lain-lain. Sedangkan dalam bidang ‘Ubudiyah ada yang boleh dan ada yang dilarang. Yang boleh misalnya mewakilkan haji bagi orang yang sudah meninggal atau tidak mampu secara fisik, mewakilkan memberi zakat, menyembelih hewan kurban dan sebagainya. Sedangkan yang tidak boleh adalah mewakilkan Shalat dan Puasa serta yang berkaitan

dengan itu seperti wudhu.

 

3. Rukun dan Syarat Wakalah

a. Orang yang mewakilkan / yang memberi kuasa. Syaratnya : Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan tersebut.

b. Orang yang mewakilkan / yang diberi kuasa. Syaratnya : Baligh dan Berakal sehat.

c. Masalah / Urusan yang dikuasakan.

Syaratnya jelas dan dapat dikuasakan.

d. Akad (Ijab Qabul).

Syaratnya dapat dipahami kedua belah pihak.

 

4. Syarat Pekerjaan Yang Dapat Diwakilkan

a. Pekerjaan tersebut diperbolehkan agama.

b. Pekerjaan tersebut milik pemberi kuasa.

c. Pekerjaan tersebut dipahami oleh orang yang diberi kuasa.

 

5. Habisnya Akad Wakalah

a. Salah satu pihak meninggal dunia.

b. Jika salah satu pihak menjadi gila.

c. Pemutusan dilakukan orang yang mewakilkan dan diketahui oleh orang yang diberi wewenang. d. Pemberi kuasa keluar dari status kepemilikannya.

6. Hikmah Wakalah

a. Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang mempunyai kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaikbaiknya. Misalnya tidak setiap orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya, tidak semua orang dapat belanja sendiri dan lain-lain.

b. Saling tolong menolong di antara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan bantuan orang lain.

c. Timbulnya saling percaya mempercayai di antara sesama manusia. Memberikan kuasa pada orang lain merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain.

 

F. SULHU

1. Pengertian Sulhu

Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian perdamaian di antara dua pihak yang berselisih. Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam, persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali).

 

2. Hukum Sulhu

Hukum sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuanketentuan atau perintah Allah Swt., di dalam Al-Qur’an QS. Al-Hujurat : 10

 

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ

 

“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”

 

3. Rukun dan Syarat Sulhu

a. Mereka yang sepakat damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.

b. Tidak ada paksaan.

c. Masalah-masalah yang didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.

d. Jika dipandang perlu, dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti yang disintir dalam Al-Qur’an An-Nisaȑ’ : 35.

 

4. Macam-macam Perdamaian

Dari segi orang yang berdamai, sulhu macamnya sebagai berikut :

a. Perdamaian antar sesama muslim.

b. Perdamaian antar muslim dengan non muslim.

c. Perdamaian antar Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk kepada imam)

d. Perdamaian antara suami istri.

e. Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.

 

5. Hikmah Sulhu

a. Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur tangan pihak lain.

b. Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama manusia.

c. Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan di antara sesama.

d. Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan. Allah Swt. berfirman QS. Al-Hujurat : 9:

 

وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنۢ بَغَتْ إِحْدَىٰهُمَا عَلَى ٱلْأُخْرَىٰ فَقَٰتِلُوا۟ ٱلَّتِى تَبْغِى حَتَّىٰ تَفِىٓءَ إِلَىٰٓ أَمْرِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن فَآءَتْ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا بِٱلْعَدْلِ وَأَقْسِطُوٓا۟ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ

 

Artinya: “ Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

e. Mewujudkan kebahagiaan hidup baik individu maupun kehidupan masyarakat

 

 

G. DHAMÂN

1. Pengertian Dhamân

Dhamân adalah suatu ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk menjamin pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang atau tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin pelunasan hutangnya.

 

2. Dasar Hukum Dhaman

Dhamân hukumnya boleh dan sah dalam arti diperbolehkan oleh syariat Islam, selama tidak menyangkut kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Firman Allah Swt.

 

قَالُوا۟ نَفْقِدُ صُوَاعَ ٱلْمَلِكِ وَلِمَن جَآءَ بِهِۦ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَا۠ بِهِۦ زَعِيمٌ

 

Artinya: “Mereka menjawab, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu.” (Q.S Yusuf : 72)

 

3. Syarat dan Rukun Dhaman

Rukun Daman antara lain :

a. Penjamin (daȑmin).

b. Orang yang dijamin hutangnya (madmun ‘anhu).

c. Penagih yang mendapat jaminan (madmun lahu).

d. Lafal/ ikrar.

 

Adapun syarat dhaman antara lain :

a. Syarat penjamin

1) Dewasa (baligh)

2) Berakal (tidak gila atau waras)

3) Atas kemauan sendiri (tidak terpaksa)

4) Orang yang diperbolehkan membelanjakan harta.

5) Mengetahui jumlah atau kadar hutang yang dijamin.

 

b. Syarat orang yang dijamin, yaitu orang yang berdasarkan hukum diperbolehkan untuk membelanjakan harta.

c. Syarat orang yang menagih hutang, dia diketahui keberadaannya oleh orang yang menjamin.

d. Syarat harta yang dijamin antara lain:

1) Diketahui jumlahnya

2) Diketahui ukurannya

3) Diketahui kadarnya

4) Diketahui keadaannya

5) Diketahui waktu jatuh tempo pembayaran.

 

e. Syarat lafadz (ikrar) yaitu dapat dimengerti yang menunjukkan adanya jaminan serta pemindahan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban pelunasan hutang dan jaminan ini tidak dibatasi oleh sesuatu, baik waktu atau keadaan tertentu.

 

4. Hikmah Dhaman

Hikmah dhaman sebagai berikut:

a. Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).

b. Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang

c. Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan

d. Menjamin akan mendapat pahala dari Allah Swt..

 

H. KAFALAH

1. Pengertian Kafalah

Kafalah menurut bahasa berarti menanggung. Firman Allah Swt. :

 

وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا

 

“Dan Dia (Allah) menjadikan Zakarya sebagai penjamin (Maryam)

Menurut istilah arti kafalah adalah menanggung atau menjamin seseorang untuk dapat dihadirkan dalam suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada saat dan tempat yang ditentukan.

 

2. Dasar Hukum Kafalah

Para fuqaha’ bersepakat tentang bedanya kafalah dan masalah ini telah dipraktekkan umat Islam hingga kini

قَالَ لَنْ أُرْسِلَهُۥ مَعَكُمْ حَتَّىٰ تُؤْتُونِ مَوْثِقًا مِّنَ ٱللَّهِ لَتَأْتُنَّنِى بِهِۦٓ إِلَّآ أَن يُحَاطَ بِكُمْ ۖ فَلَمَّآ ءَاتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ قَالَ ٱللَّهُ عَلَىٰ مَا نَقُولُ وَكِيلٌ

 

Artinya: “ Dia (Yakub) berkata, “Aku tidak akan melepaskannya (pergi) Bersama kamu, sebelum kamu bersumpah kepadaku atas (nama) Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung (musuh).” Setelah mereka mengucapkan sumpah, dia (Yakub) berkata, “Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan.”

 

3. Syarat dan Rukun Kafalah

Rukun kafalah sebagai berikut:

a. Kafil, yaitu orang berkewajiban menanggung.

b. Ashiil, yaitu orang yang hutang atau orang yang ditanggung akan kewajibannya.

c. Makful Lahu, yaitu orang yang menghutangkannya.

d. Makful Bihi, yaitu orang atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang ihwalnya ditanggung (makful ‘anhu).

Adapun Syarat kafalah adalah sebagai berikut:

a. Syarat kafil adalah baligh, berakal, orang yang diperbolehkan menggunakan hartanya secara hukum, tidak dipaksa (rela dengan kafalah).

b. Ashil tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran dan kerelaannya, tetapi siapa saja dapat ditanggung (dijamin oleh kafil).

c. Makful Lahu disyaratkan dikenal oleh kafil (orang yang menjamin).

d. Makful Bihi disyaratkan diketahui jenis, jumlah, kadar atau pekerjaan atau segala sesuatu yang menjadi hal yang ditanggung/dijamin. Menurut Madzhab Hanafi dan sebagian pengikut Madzhab Hambali bahwa kafalah boleh bersifat tanjiz, ta’liq dan boleh juga tauqit. Namun madzhab Syafi’I tidak membolehkan adanya kafalah ta’liq. Kafalah tanjiz adalah menanggung sesuatu yang dijelaskan keadaannya, seperti ucapan si kafil: “Aku menjamin si anu sekarang”, Kafalah ta’liq adalah kafalah atau menjamin seseorang yang dikaitkan dengan sesuatu keadaan bila terjadi. Misal perkataan si kafil :”Aku akan menjamin hutanghutangmu bila hari ini tidak turun hujan”. “Maksudnya bila hujan tidak turun aku jadi menjamin hutang-hutangmu, namun bila turun aku tidak jadi menjamin”. Sedangkan kafalah tauqit adalah kafalah untuk menjamin terhadap sesuatu tanggungan yang dikuatkan oleh suatu keadaan tertentu atau dipastikan dengan sungguh-sungguh bahwa dia betul-betul akan menjamin dari suatu tanggungan itu.

 

4. Macam-macam Kafalah

Kafalah terbagi menjadi dua macam, yaitu kafalah jiwa dan kafalah harta. Kafalah jiwa dikenal pula dengan sebutan dhammul wajhi (tanggungan muka), yaitu adanya kewajiban bagi penanggung untuk menghadirkan orang yang ditanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makful lahu). Seperti ucapan :”Aku jamin dapat mendatangkan Ahmad dalam persidangan nanti”. Ketentuan ini boleh selama menyangkut hak manusia, namun bila sudah berkaitan dengan hak-hak Allah tidak sah kafalah, seperti menanggung / mengganti dari had zina, mencuri dan qishas. Sabda Rasulullah saw.:

“Tidak ada kafalah dalam masalah had” (HR. Baihaqi).

Kafalah harta adalah kewajiban yang harus dipenuhi kafil dalam pemenuhan berupa harta.

 

5. Berakhirnya Kafalah

Kafalah berakhir apabila kewajiban dari penanggung sudah dilaksanakan dengan baik atau si makful lahu membatalkan akad kafalah karena merelakannya.

 

6. Hikmah Kafalah

Adapun hikmah yang dapat diambil dari kafalah adalah sebagai berikut:

a. Adanya unsur tolong menolong antar sesama manusia.

b. Orang yang dijamin (ashiil) terhindar dari perasaan malu dan tercela.

c. Makful lahu akan terhindar dari unsur penipuan.

d. Kafil akan mendapatkan pahala dari Allah Swt., karena telah menolong orang lain.

 

 

RANGKUMAN

 

Wakalah adalah mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan. Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu adalah pekerjaan yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama.

Rukun dan Syarat Wakalah

a. Orang yang mewakilkan / yang memberi kuasa.Syaratnya : Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan tersebut.

b. Orang yang mewakilkan / yang diberi kuasa.Syaratnya : Baligh dan Berakal sehat.

c. Masalah / Urusan yang dikuasakan. Syaratnya jelas dan dapat dikuasakan.

d. Akad (Ijab Qabul). Syaratnya dapat dipahami kedua belah pihak. Sulhu adalah perjanjian perdamaian di antara dua pihak yang berselisih. Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam, persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali). Hukum sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau perintah Allah Swt.

Rukun dan Syarat Sulhu

a. Mereka yang sepakat damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.

b. Tidak ada paksaan.

c. Masalah-masalah yang didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.

d. Jika dipandang perlu, dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti yang terdapat dalam AlQur’an An-Nisa’ : 35.

Macam-macam Perdamaian

Dari segi orang yang berdamai, sulhu macamnya sebagai berikut :

a. Perdamaian antar sesama muslim

b. Perdamaian antar sesama muslim dengan non muslim

c. Perdamaian antar sesama Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk kepada imam).

d. Perdamaian antara suami istri.

e. Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.

Daman adalah suatu ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk menjamin pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang atau tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin pelunasan hutangnya. Daman hukumnya boleh dan sah dalam arti diperbolehkan oleh syariat Islam, selama tidak menyangkut kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak Allah.

Rukun Daman antara lain :

a. Penjamin (domin).

b. Orang yang dijamin hutangnya (madmun ‘anhu).

c. Penagih yang mendapat jaminan (madmun lahu).

d. Lafal / ikrar.

MUTIARA HIKMAH